Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Muara (3)

9 April 2022   00:03 Diperbarui: 9 April 2022   00:46 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sini akhir aliran sungai. Saat air tawar dan air laut bertemu. Di sini akhir masa. Saat yang lampau dan yang kemudian bertemu. Bercampur. Serasa payau. Setengah tawar, setengah asin. Meski begitu, keduanya berbeda. Berbeda lingkungan. Berbeda pohon. Berbeda hewan. Tak ada yang perlu disesali.

“Kita menjenguk Menik segera, Pak. Pesan saja tiket bus untuk keberangkatan sore hari ini,” Bu Sri memberi saran kepada Guru Bisma saat ini meletakan telepon genggamnya.”

“Pesan tiketnya lewat aplikasi saja ya, Bu. Hari ini anak-anak kelas tiga berencana untuk latihan soal matematika. Aku tidak bisa meninggalkan mereka,” jawab Guru Bisma sambil meletakan piring makannya di tempat cucian piring.

Guru Bisma memeriksa lagi tas kerjanya. Memastikan semua peralatan yang dibutuhkannya untuk mengajar hari ini telah lengkap terbawa. Kemudian ia meraih helm dan jaket yang diletakannya di ujung meja makan.

Guru Bisma bergerak menuju teras rumah disusul istrinya berjalan di belakang. Ini keseharaian biasa. Sarapan pagi. Memeriksa peralatan. Memakai sepatu di teras rumah. Menyalakan sepeda motor. Berangkat mengajar. Pulang sore hari. Disambut sang istri. Membersihkan diri. Makan malam. Memeriksa pekerjaan para murid dan mempersiapkan bahan ajar esok hari. Berbincang di ruang keluarga. Beristirahat malam. 

Berulang setiap hari. Tidak ada yang baru di bawah matahari.

“Aku berangkat dulu ya, Bu. Tenangkanlah pikiran. Lupakan. Maafkan. Kasihi. Tiga hal sederhana untuk situasi sulit saat hubungan kita dengan sesama merenggang oleh persoalan,” Guru Bisma menghibur istrinya saat ia berdiri di samping sepeda motor.

“Kita ada di muara sungai saat senja. Langit tampak merah. Bukan semata karena matahari yang bersiap terbenam. Warna merah itu juga berasal dari kota dan perkampungan yang terbakar,” Bu Sri berdiri di ambang pintu sambil melanjutkan kisah mimpinya.

“Terbakar?,” Guru Bisma menatap istrinya.

“Perang terjadi antara orang-orang yang berlari menyusuri sungai dengan orang-orang yang naik dari pantai. Perang yang aneh. Orang-orang yang ada di tepi sungai membawa panah, tombak, parang, juga senapan. Orang-orang pantai membawa senapan, laser, dan robot pelacak,”Bu Sri menuturkan mimpinya.

Mimpi yang aneh,” ujar Guru Bisma.

“Setiap rumah, kampung dan kota yang dilalui mereka yang kini berkumpul di muara, dibakarnya. Mereka menjarah makanan, pakaian, juga perhiasan dari tempat yang dibakar itu. Semakin mereka dikejar orang-orang pantai, semakin jauh mereka berlari dan semakin banyak tempat yang dibakar. Jingga langit senja berubah merah darah perusakan. Mereka benar-benar beringas,”Bu Sri menarik nafas panjang.

“Itu cuma mimpi, Bu,” Guru Bisma tersenyum sambil mengenakan helm.

“Itu tampak sangat nyata,Pak. Itu mengerikan. Tidak hanya itu. Kita ada bersama-sama dengan orang-orang beringas itu,” wajah Bu Sri tampak muram.

“Lupakan. Maafkan. Kasihi,” Guru Bisma menyemangati istrinya. Bu Sri mengangguk setuju.

“Jangan lupa meminta izin kepala sekolah untuk pulang lebih awal,”Bu Sri mengingatkan suaminya saat ia sudah menarik sedikit gas dan motor perlahan bergerak.

“Baik, Bu. Aku jalan dulu,” Guru Bisma menjawab sambil bergerak keluar pekarangan rumahnya.

***********

“Ibu…….Ibu……ke sini”, suara seseorang yang sangat dikenal memanggil Bu Sri. Perempuan paruh baya itu berpaling ke segala arah mencari di mana sumber suara. Hiruk pikuk orang yang berkumpul di muara memperlambat Bu Sri mengidentifikasi sumber suara.

“Ibu……kami di sini,”Menik melambai memanggil ibunya dari balik pepohonan bakau. Bu Sri menarik tangan Guru Bisma dan mengajaknya berlari ke sana. Komunikasi antara pasangan suami istri itu tenggelam oleh suara pekikan massa, bunyi tembakan dan sirene.

“Ayo, Bu. Masuk ke sini. Kita harus berlari kembali ke hulu sungai, “Menik memeluk ibunya saat Bu Sri dan Guru Bisma menemui anak perempuan mereka di hutan bakau. Suami Menik dan kedua anaknya memegang tangan Guru Bisma sambil bergegas di depan.

“Ini jalan paling aman bagi kita untuk kembali. Hutan bakau ini memungkinkan kita berjalan melewati delta sungai dan kembali ke jalan dari mana kita datang. Kembali melalui tepi muara besar risikonya. Ayo, Bu. Kita pasti keluar dari sini,” Menik memeluk bahu ibunya sambil terus menyemangatinya.”

Di sini akhir aliran sungai. Saat air tawar dan air laut bertemu. Di sini akhir masa. Saat yang lampau dan yang kemudian bertemu. Bercampur. Serasa payau. Setengah tawar, setengah asin. Meski begitu, keduanya berbeda. Berbeda lingkungan. Berbeda pohon. Berbeda hewan. Tak ada yang perlu disesali.

“Daaaarr!!! Daaaar!!! suara letusan senapan yang ada di tangan suami Menik menggelegar bersamaan dengan meledaknya sebuah drone yang terbang rendah di atas pepohonan bakau.

Bu Sri tersentak. Kaget. Jantungnya berdetak kencang. Nafasnya terengah-engah. Kedua kakinya gemetar dan tulang belakangnya seakan runtuh melebur bersama otot. Pandangan di depannya gelap. Hanya seberkas cahaya kecil melintas di bahu kirinya. Ia berpaling ke arah cahaya. Lampu tol bersinar redup menjaga perjalanan bus malam. Guru Bisma duduk di sebelahnya sambil menggenggam tangannya.

“Tidur dulu, Bu. Kita baru meninggalkan Kuningan,”suara Guru Bisma berbisik di telinga istrinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun