Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Rupiah Digital Uang Paripurna

29 Maret 2022   11:48 Diperbarui: 29 Maret 2022   11:59 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pada tahun 2012, halving Bitcoin pertama terjadi. Reward para penambang yang semula diberikan 50, turun menjadi 25. Pada tahun 2016, halving menurunkan nilai Bitcoin menjadi 12,5. Empat tahun kemudian, 2020, halving kembali terjadi dan menurunkan angka Bitcoin sebesar 6,25.  Pada tahun 2024 nanti, nilai itu akan mencapai angka 3,12. Ini adalah mekanisme Bitcoin untuk menekan inflasi dikarenakan harganya yang terus meningkat setiap tahun. Keinginan publik terus memburu Bitcoin menyebabkan harga aset digital ini terus meningkat. 

Peluang dan Tantangan Rupiah Digital

Bahwa jalan digitalisasi yang dipilih Bank Indonesia untuk menerbitkan Rupiah digital bukan merupakan respons atas mata uang Crypto, tetapi kesepakatan bank di seluruh dunia adalah menarik. Artinya, di masa depan, katakanlah tahun 2030, atau delapan tahun dari hari ini, kemana saja seseorang pergi, baik ke desa terpencil maupun ke negeri manca, maka uang yang digunakan adalah uang digital.

Menilik makna Rupiah dalam Undang-Undang 7 Tahun 2011 maka jelas bahwa rupiah adalah mata uang. Uang adalah alat pembayaran yang sah. Macam Rupiah sebagai mata uang terdiri atas rupiah logam dan rupiah kertas. Nilai rupiah merupakan nilai nominal yang tercantum pada setiap pecahan. 

Pasal 21 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2011 menyebutkan bahwa rupiah wajib (a) digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, (b) penyelesaian kewajiban yang harus diselesaikan dengan uang, (c) transaksi lain yang terjadi dalam wilayah Indonesia. Beberapa kewajiban yang tidak harus diselesaikan dengan uang antara lain (a) transaksi tertentu dalam pelaksanaan APBN, (b) penerimaan hibah ke dalam atau ke luar negeri, (c) transaksi perdagangan internasional, (d) simpanan di bank dalam bentuk valuta asing, dan (e) transaksi pembiayaan internasional.

Pada saat Rupiah berbentuk digital, maka dapat terjadi bahwa uang kartal, yaitu uang kertas dan uang logam dihapus. Penghapusan ini secara mendasar perlu ditampung dalam undang-undang. Bahasa teknisnya, undang-undang yang mengatur tentang Rupiah perlu diubah. Pasal perubahan itu paling tidak ada pada macam rupiah, sambil mempertahankan fungsi Rupiah dalam materi Undang-Undang 7 Tahun 2011.

Konsekuensi praktisnya agak menghibur. Tiap orang harus memiliki perangkat digital. Andai seorang anak sekolah akan membeli permen di kantin sekolah di masa rupiah digital, maka ia harus memiliki perangkat itu. Apapun namanya. Katakanlah tilpun cerdas. Kecuali jika tilpun cerdas ayah ibunya diserahkan kepada sang anak untuk dibawa ke mana mana. Atau konsekuensi lain seperti transaksi di daerah remote area yang sulit mengakses internet. Bisa jadi transaksi jual beli pada daerah semacam ini tetap menggunakan mekanisme lain, semisal barter. Kasus menarik, misalnya, hingga tahun 2011, suatu daerah di pedalaman Papua tetap menggunakan uang sepuluh ribu rupiah sebagai satuan tukar tertinggi untuk membeli apapun. Jika kita datang ke sana dan membeli, katakanlah ubi, maka ubi akan dihargai dalam satuan "uang merah" Rp.10.000, semisal 2 uang merah, atau 3 uang merah, dan seterusnya.

Ini adalah sejumlah tantangan praktis dari Rupiah digital. Tantangan yang bisa memaksa perubahan undang-undang mengarah pada tetap dipertahankannya uang kartal disamping uang digital. Bagi masyarakat sendiri, fenomena penerbitan uang digital direspons dengan cara bermacam-macam. Respons paling umum adalah perburuan aset. Para penambang Bitcoin dan Crypto akan semakin bertambah, sementara mereka yang tidak memburu aset Crypto memburu aset konvensional seperti emas, perak, tanah, atau rumah. Tantangan paling besar dari Rupiah digital adalah kemungkinan menggelembungnya kelompok inklusi yang tidak bisa mengakses uang digital.

Bagian yang menjadi pusat perhatian para teolog dan filsuf dalam kebijakan mata uang digital adalah ketiadaan ruang pilihan dalam transaksi pada sistem yang terpusat, bukan hanya dalam level negara, tetapi juga level dunia. Jika mata uang digital yang menggunakan basis blockchain dioperasikan oleh satu otoritas tunggal di level dunia, maka kontrol manusia warga negara sejatinya tidak ada pada otoritas negara, tetapi ada ditangan satu otoritas dunia. Satu otoritas yang mengatur tiap orang dalam kegiatan menjual maupun membeli.

Keuntungan bagi Rupiah digital tentu saja lebih banyak. Selain dapat memperkuat fungsinya sebagai alat pembayaran, rupiah digital juga memungkinkan peluang otoritas keuangan menciptakan ruang aset digital menyerupai Crypto. Tetapi pada saat yang sama, ancaman pemalsuan justru lebih terbuka di ruang digital daripada Rupiah kartal. Peluang paling baik nampaknya, jika ini merupakan kebijakan bersama di setiap negara maka nilai mata uang digital dapat diatur menurut dasar mekanisme uang di setiap negara. Artinya, nilai mata uang digital dapat diatur agar tidak terlalu berbeda nilainya antara satu negara dengan negara yang lain.

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun