Mohon tunggu...
Roohtav Namhor
Roohtav Namhor Mohon Tunggu... -

tak ada yang hendak terungkap di sini. melainkan hanya syahdu kesyukuran kepadaNya. untuk setiap hembus nafas. juga untuk sahabat di manapun berada, celoteh riang ini tak akan menjadi sesuatu yang membumi tanpa kehadiran kalian semua. secuil kerak pikiran dalam riuh jejak kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mellow Attack

2 April 2010   16:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:02 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

bismillah. saya memulai menulis ini dengan jantung bergemuruh didera mellow attack. memang mungkin saya punya kans untuk memfosilkan diri menjadi pithecanthropus mellowus. yang gamang untuk sekedar mengusap ingus sendiri ketika mellow menyerang membabibuta. dan dengan jumawa saya memutuskan untuk memberi dia ruang khusus pada tulisan-tulisan saya. dengan tag 'mellow' tentunya. sekedar membaca diri bahwa mungkin saya punya hormon mellow berlebih bawaan lahir. *apa sih?

mungkin saya yang terlalu lapang dada memantaskan diri untuk itu. tapi memang benar, tak pernah saya merasa sedemikian 'klik' dengan apapun dan siapapun sebelumnya. cukup dengan sebuah tanda baca, saya bisa merasakan bahwa ada proses membahasakan perasaan yang bagi saya selalu tampak jelas. seperti layar berresolusi tinggi menampilkan capital letters ukuran jumbo dengan warna yang mencungkil mata.

saya selalu berusaha menyadarkan diri saya bahwa Dia yang lebih berhak memutuskan setiap perkara. Dia, Yang Maha Kuasa. namun, entah kenapa saya selalu ngungun memandang lamunan. seperti kehilangan jatidiri. hingga sering mendapati diri saya sedang terduduk di sudut kamar atau terkapar di lembar sajadah. terlalu cengeng memang jika saya harus mengakui bahwa saya menangisi sesuatu yang mungkin bukan milik saya.

saya hanya ingin bersikap adil dengan tidak membiarkan perasaan-perasaan seperti itu hanya tertahan di ranah perasaan tanpa pernah menjadi ekspresi yang mudah dibaca.

**jika berkenan, mohon suntikkan suplemen semangat untuk saya agar tak lagi saya memasrahkan penglihatan pada mata kaki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun