Mohon tunggu...
Rooby Pangestu Hari Mulyo
Rooby Pangestu Hari Mulyo Mohon Tunggu... Lainnya - Butiran debu

Pegiat Isu Politik, Hukum dan HAM.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kotak Kosong Merupakan Salah Satu Opsi yang Dapat Dipilih oleh Masyarakat

18 Oktober 2024   08:36 Diperbarui: 18 Oktober 2024   08:55 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibarat orang hendak membangun rumah, tiba-tiba ada sekelompok orang yang dengan sengaja melempari batu kepada para pekerja untuk tujuan agar pekerja tersebut tidak lagi melanjutkan aktivitas pembangunan rumah tersebut. Ya, itu merupakan perumpamaan dari penulis yang di pagi hari tadi membaca tulisan yang di mana garis besarnya mengatakan bahwa kotak kosong menyesatkan. Sungguh berita tersebut membuat penulis tercengang membacanya.

Penulis rasa, tulisan tersebut sungguh membahayakan bagi para pembaca, khususnya masyarakat yang pada saat ini di daerahnya terdapat hanya ada satu pasangan calon yang kemudian dengan hanya ada satu pasangan calon tersebut lahirnya kotak kosong atau bisa disebut juga kolom kosong baik dalam bentuk gerakan maupun dalam bentuk opsi untuk memilih di dalam bilik kotak suara nantinya.

Perlu kita ketahui bersama bahwa ketika dalam proses Pemilihan Kepala Daerah hanya ada satu calon yang terdaftar menjadi peserta pemilihan, maka nantinya di dalam surat suara akan memuat 2 (dua) kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong yang tidak bergambar, hal ini secara jelas telah diatur di dalam UU Nomor 6 Tahun 2020.

lebih jelasnya ini bunyi Pasal 54 C ayat (2) dalam UU Nomor 6 Tahun 2020, sebagai berikut:

" Pemilihan 1 (satu) pasangan calon dilaksanakan dengan menggunakan surat suara yang memuat 2 (dua) kolom yang terdiri atas 1 (satu) kolom yang memuat foto pasangan calon dan 1 (satu) kolom kosong yang tidak bergambar."

Mengacu pada Pasal tersebut, maka penulis tekankan bahwa masyarakat berhak untuk memilih kolom kosong, masyarakat berhak untuk memberikan suaranya kepada kolom kosong dan masyarakat berhak menentukan pilihannya untuk memilih kolom kosong.

Kemudian, pada Pasal berikutnya juga sudah mengatur mengenai bagaimana jika kemudian pasangan calon tersebut kalah, berikut penulis tuliskan bunyi Pasalnya:

Pasal 54D**)

(1) KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota menetapkan pasangan calon terpilih pada Pemilihan 1 (satu) pasangan calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54C, jika mendapatkan suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari suara sah.

(2) Jika perolehan suara pasangan calon kurang dari sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pasangan calon yang kalah dalam Pemilihan boleh mencalonkan lagi dalam Pemilihan berikutnya.

(3) Pemilihan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diulang kembali pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam hal belum ada pasangan calon terpilih terhadap hasil Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Pemerintah menugaskan penjabat Gubernur, penjabat Bupati, atau penjabat Walikota.

Berdasarkan bunyi Pasal 54D di atas, maka jelas bahwa ketika nantinya Pasangan calon yang ada ini kalah dalam pemilihan serentak tahun 2024 ini, maka akan diadakan pemilihan ulang pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan serta kursi Kepala Daerah yang kosong itu nantinya akan diisi oleh Pejabat Gubernur, Pejabat Bupati atau Pejabat Walikota.

Seharusnya, ketika gerakan kotak kosong yang akhir-akhir ini sedang ramai digaungkan dikalangan masyarakat, para elit politik yang ada di daerah melakukan untuk merenungkan bersama internal Partainya masing-masing, mengapa gerakan kotak kosong ini muncul? apa penyebabnya? apa yang diinginkan dari gerakan kotak kosong ini? dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya dipikirkan dan direnungkan oleh para elit partai politik di daerah.

Melihat fenomena besarnya gelombang gerakan kotak kosong yang ada diberbagai daerah, Penulis memperkirakan juga nantinya ketika di dalam setiap Pemilihan Kepala Daerah yang akan datang dan banyak Partai berkoalisi secara Over sampai menimbulkan nihilnya perlawanan (hanya ada calon tunggal), maka dapat dimungkinkan juga di pemilihan berikutnya gelombang kotak kosong akan semakin menggema, akan semakin gencar.

Maka dari itu, penulis mendorong kepada para elit partai, didiklah masyarakat dengan proses Demokrasi yang nyata, jangan pernah berfikir untuk  menciptakan Demokrasi khayalan. Ciptakanlah wujud demokrasi yang nyata secara pelaksanaan serta ciptakan cheks and balances agar pemerintah yang nanti akan menjalankan roda pemerintahan dapat diawasi secara seksama, baik oleh wakil rakyat maupun masyarakat. Jangan sampai tidak ada pengawasan diranah pelaksana kebijakan, jangan sampai masyarakat diberikan tontonan di mana wakil rakyat yang dalam hal ini duduk di kursi DPRD selalu sejalan dengan kebijakan pemerintah karena koalisi over yang ada di belakang pemimpin yang menjabat menjadi kepala daerah.

Terakhir, jangan bodohi rakyat dengan narasi-narasi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun