Beberapa saat yang lalu Mahkamah Agung (MA) telah mengetuk palu untuk memutuskan permohonan dari Partai Garda Republik Indonesia (Partai Garuda) yang  mengajukan permohonan keberatan terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali kota dan Wakil Wali kota, pada tingkat pertama dan terakhir.Â
Pengajuan permohonan ini diwakili oleh Ahmad Ridha Sabana (Ketua Umum) dan Yohanna Murtika (Sekretaris Jenderal) yang kemudian memberikan kuasa kepada M. Malik Ibrohim kemudian termohon dalam perkara ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Pada perkara ini, Pemohon mengajukan permohonan pengujian terhadap Pasal 4 ayat (1) huruf d PKPU Nomor 9 Tahun 2020 yang berbunyi "berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon" di mana menurut Pemohon pada Pasal 4 ayat (1) huruf d dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2020 ini menimbulkan kerugian bagi Pemohon dan menganggap bahwa Pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 7 ayat (2) huruf e dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 yang berbunyi "berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota". Dikatakan menimbulkan kerugian dan bertentangan dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 karena adanya penambahan frasa "terhitung sejak penetapan Pasangan Calon".
Pemohon dalam perkara ini lebih lanjut mendalilkan bahwa adanya penambahan frasa tersebut, pemohon mengalami kerugian baik secara aktual maupun potensial berupa menjadi terhambat atau tidak dapat mengusung pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dikarenakan calon yang diusung Pemohon terbentur syarat usia yang terhitung sejak penetapan Pasangan Calon, sehingga usia calon yang diusung Pemohon belum mencukupi 30 (tiga puluh) tahun karena terlalu dini dihitung sejak penetapan Pasangan Calon.
Dalam eksepsi, Termohon mendalilkan salah satunya adalah dengan menjelaskan isi dari Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 yang berbunyi "Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan".
Termohon juga mendalilkan bahwa ketentuan dalam Pasal 40 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2016 ini dapat diketahui setelah KPU Provinsi telah menetapkan calon terpilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Perolehan Kursi Partai Politik dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, hal ini secara tegas telah diatur dalam Pasal 421 ayat (2) dan Pasal 422 UU Pemilu yang pada pokoknya mengatur bahwa Calon terpilih Anggota Dewan Rakyat Daerah Provinsi ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Provinsi berdasarkan perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan ditetapkan berdasarkan suara terbanyak yang diperoleh masing-masing calon anggota.
Lebih lanjut bahwa Termohon mendalilkan bahwa dalam Pasal 9 huruf a UU Nomor 9 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 juga disebutkan bahwa tugas dan wewenang Komisi Pemilihan Umum dalam penyelenggaraan Pemilihan, salah satunya adalah menyusun dan menetapkan PKPU dan pedoman teknis untuk setiap tahapan pemilihan, setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam forum rapat dengan pendapat.
Kemudian yang terakhir adalah mengenai pertimbangan hukum hakim, yang setidaknya berisikan beberapa hal, yaitu: MA tidak membenarkan atas jawaban Termohon yang menyatakan bahwa Pemohon belum tentu menjadi Partai Politik yang dapat mengusung Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, karena menurut MA hak mengusung kepala daerah merupakan hak yang dapat diajukan oleh partai politik maupun gabungan partai politik terlepas apakah partai politik memenuhi syarat elektoral, eksistensi hak untuk dapat mengusung Calon Kepala Daerah baik oleh satu partai politik maupun dalam gabungan partai politik, maupun hak insiatif mencalonkan warga negara, tetap menjadi hak sebuah partai politik yang tidak dapat dihilangkan oleh syarat elektoral perolehan suara maupun prosentase kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pertimbangan lainnya adalah bahwa dalam PKPU Nomor 13 Tahun 2010, Termohon dalam hal ini KPU telah menetapkan syarat usia Calon Kepala Daerah harus dipenuhi pada saat pendaftaran calon, sementara di dalam objek Permohonan tersebut Termohon menetapkan syarat usia Calon Kepala Daerah harus dipenuhi pada saat penetapan pasangan calon, maka kemudian MA berpendapat bahwa perubahan tafsir ini dari waktu ke waktu merupakan inkonsistensi dari KPU yang dapat menimbulkan ketidakadilan bagi warga negara dan juga tidak berkesesuaian dengan prinsip kepastian hukum. Pertimbangan hukum lainnya adalah bahwa MA memberikan pandangan-pandangannya dalam perkara ini juga salah satu dasarnya pada Pasal 6 ayat (2) UUD 1945.
Setelah bersama-sama membaca, mencermati dan memahami mengenai isi dari putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 di atas, setidaknya ada beberapa catatan yang akan penulis sampaikan pada paragraf di bawah ini:
Pertama bahwa dalil yang disampaikan oleh Pemohon yang mengatakan bahwa Pasal 4 ayat (1) huruf d dalam PKPU Nomor 9 Tahun 2020 bertentangan Pasal 7 ayat (2) huruf e dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 sama sekali tidak bertentangan, hal ini dikarenakan bahwa KPU Sebagai suatu badan yang dibentuk berdasarkan UU sekaligus diberikan kewenangan, di mana salah satunya kewenangan yang diberikan berdasarkan UU Pemilu adalah untuk menetapkan Peraturan KPU.Â