Mohon tunggu...
Hironimus Galut
Hironimus Galut Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Penikmat Kata. Merusak yang terbaik adalah hal yang paling buruk.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Populisme dan Citra Buruk Media

2 Oktober 2020   08:38 Diperbarui: 2 Oktober 2020   08:46 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: istockphoto.com

Oleh: Hironimus Galut

Tak dapat dimungkiri kebangkitan populisme yang merupakan fenomena global era kontemporer telah hadir seiring dengan santernya penggunaan media dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Kehadirannya sanggup membius masyarakat melalui intervensi media. Dalamberagam cara yang apik, media muncul serentak menampilkan adanya relasi ketergantungan kuat dengan patronasi politik.

Kehadiran jurnalisme politik juga kemudian berwujud dalam mesin propaganda melalui modus menyampaikan pesan politik kepada ruang publik. Melihat peluang ini politisi atau aktor populis melancarkan berbagai cara yang apik serentak memanfaatkan jasa media untuk menjual maksud gerakan mereka kepada komunitas politik, melalui transformasi bentuk dan isi pemberitaan yang kadang bombastis.

Media dan Usaha Merancang Populisme

Pada dekade 60-an, Ernest Gelnner pernah mewanti-wanti populisme sebagai hantu yang sedang mengancam dunia. Atas dasar pemikiran ini, term populisme itu sendiri pun kemudian menjadi fenomena dengan sejarah panjang dan sulit untuk dirumuskan dalam definisi yang sederahana dan komprehensif. Namun, secara umum populisme dapat dimengerti sebagai suatu paham oposisi biner yang menghadapkan politik "rakyat banyak" dengan politik "elite" yang digambarkan sebagai tamak dan jahat.

Populisme dipandang sebagai konsep yang dipakai untuk menggambarkan sejumlah aksi terorganisir sebagai tanggapan atas persoalan kesenjagan sosial antara elite yang memiliki kekuasaan dan rakyat di luar kekuasaan yang cendrung menjadi korban dari kebijakan politik elite kekuasaan. (Otto Gusti Madung, dalam Matias Daven dan George Kirchberger (ed.)  2019:142)

Lebih lanjut Laclau, filsuf post-marxis sebagaimana dikutip M. Alfan Alfian mendefinisikan politik populis sebagai pendekatan politik berbasis massa yang muncul akibat kegagalan fungsional lembaga-lembaga sosial dan politik. (M. Alfan Alfian 2016:56).

Pada titik ini setidaknya ada pemahaman dasar, bahwa populisme adalah sebuah konsep terbuka tentang ragam artikulasi politik yang berusaha merebut, mengartikan dan menghakikat rakyat dalam pertarungan politik. Sedangkan berbicara tentang media dalam pengertian yang lebih umum, bisa dimaknai sebagai segala bentuk saluran yang memungkinkan terkomunikasikannya pesan atau teks dari sender kepada receiver yang memiliki kapasitas untuk berkomunikasi dengan orang banyak dalam sebuah ruang yang sangat varian pada suatu setting sosial tertentu.

Pada tempat pertama perlu diakui bahwa dalam konteks demokrasi, media sesungguhnya memiliki peran yang sangat sentral, termasuk untuk memperkenalkan populisme kepada ruang publik. Namun, tak jarang dalam kerjanya, media justru memiliki tendesi untuk memperjuangkan tujuan politis dari aktor populis yang didominasi oleh kepentingan pribadi untuk mempertahankan kekuasaan dan populaitas pribadi.

Aktor populis memberikan sejumlah jaminan finansial kepada media untuk menlancarkan modus politiknya dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat. Melalui jalur ini populisme sering kali hadir untuk memberikan informasi politiknya yang kadang bernada absurd. Populisme menjadi wacana yang minim akan aplikasi konkret.

Aktor populis menjadikan liputan media sebagai sumber daya atau medan pertempuran serentak menjadikannya menjadi objek representasi. Hal ini dipermudah karena pemilik media yang kerap ditemukan sebagai elite-elite bisnis industri (taipan) juga memiliki intimitas relasi dengan para elite pemegang kekuasaan, termasuk politisi yang mengaku diri sebagai tokoh populis. Akibatnya, bisnis mereka itu akan dan selalu terkait dengan kebijakan elite kekuasaan sekaligus melancarkan maksud politik yang diinginkan oleh politisi populis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun