Alasannya adalah bahwa rumusan tersebut akan berlaku hanya untuk umat Islam saja, dan tidak mencakup pemeluk agama lain.
Mengatasi ketegangan ini, seperti yang diungkapkan Gus Halim, ulama NU dengan tegas mengusulkan penghapusan kata-kata tersebut, sehingga diganti dengan frasa Ketuhanan yang Maha Esa.
"NU berdiri di garis terdepan atas restu Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy'ari. Kalimat-kalimat panjang itu dihapus dan diganti dengan frasa Ketuhanan yang Maha Esa," tutur Gus Halim.
Dan pada hari ini, lanjut Gus Halim, hasilnya tidak hanya diterima oleh masyarakat Indonesia Timur setelah usulan ini diresmikan.
Namun, semua kelompok dan elemen masyarakat Indonesia menghargai dan mendukung pemilihan frasa yang mencakup semua keyakinan agama di Indonesia.
"Dengan rumusan yang seperti itu, saudara-saudara kita dari Indonesia Timur menyatakan, jika itulah yang diterapkan, maka kami akan menjadi bagian tak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia," tegasnya.
Dengan demikian, peran sejarah Nahdlatul Ulama dalam membantu mengamankan kebebasan Indonesia dan menghormati keberagaman telah meninggalkan jejak yang kuat dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H