Mohon tunggu...
Gaya Hidup

Kejar Hartamu untuk Kebaikan

25 Mei 2016   10:19 Diperbarui: 25 Mei 2016   10:25 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Pengantar

Di era modern nan canggih ini mau tidak mau mengondisikan manusia untuk senantiasa berkompetisi satu sama lain. Kompetisi ini, meliputi hal apapun. Kompetisi dalam mendapatkan pekerjaan, diterima di sekolah/univ favorit, mendapatkan harta bahkan mendapatkan jodoh. Menurut saya, kompetisi adalah sebuah keniscayaan bagi manusia di dunia. Tidak ada manusia, yang tidak pernah mengikuti kompetisi. Bahkan, di era berburu, meramu pun dulu manusia juga akan berkompetisi satu sama lain dalam mendapatkan makanan. Kita harus sadari, bahwa setiap apapun yang kita jalankan tidak terlepas dari yang namanya sebuah kompetisi. Bahkan, sebelum lahirpun, ketika ada di rahim ibunda, kita sudah mengalami dinamika dari sebuah kompetisi. Mereka, yang tidak siap untuk berkompetisi akan sulit untuk menjadi pemenang dan akan menjadi orang yang tidak survive menjalani kehidupan di dunia.

Ambil contoh seorang siswa yang ingin masuk ke dalam sebuah jurusan yang favorit di sebuah universitas tertentu misalnya kedokteran. Pasti, memerlukan proses seleksi nan superketat. Banyak sekali, persiapan yang harus mereka jalankan agar bisa diterima atau bisa dibahasakan menjadi pemenang dari kompetisi tersebut dengan melewati serangkaian test yang harus mereka lewati. Baik persiapan mental, intelegensi maupun spiritualnya. Jangankan, dalam rangka mendapatkan pendidikan nan favorit. Untuk mendapatkan sesuap nasipun kita berkompetisi dengan orang lain bukan ? Apa saja persiapannya tentu kita perlu menyiapkan dana / finansial untuk bisa memenuhi kebutuhan fisiologis atau kebutuhan dasar kita ini.

Kompetisi menurut KBBI artinya adalah bersaing, dalam sebuah persaingan pasti ada yang namanya pihak yang memenangkan persaingan. Pihak tersebut, kita sebut sebagai pemenang kompetisi. Dalam sebuah kompetisi, akan selalu identik adanya sumber daya yang diperebutkan atau yang menjadi harapan bersama, pihak yang mengikuti kompetisi. Contoh sederhana adalah antara Pak Ahok, Pak Sandiago Uno dan Pak Yusril ihza Mahendra mereka semua adalah peserta yang akan berkompetisi memperebutkan jabatan menjadi gubernur DKI Jakarta. Gubernur DKI adalah hal yang diperebutkan, mereka bersaing mendapatkan suara agar terplilih supaya sumber daya yang diharapkan bisa mereka raih.

Menurut pengamatan saya ada kompetisi yang itu menjadi budaya di era kekinian dizaman serba modern ini. Apa itu ? Kompetisi untuk mendapakan materi. Materi disini bisa dimaknai segala sesuatu berkaitan dengan benda, bahan atau hal yang tampak. Bisa dibahasakan sebagai harta kekayaan. Siapa yang tidak setuju, bahwa kita semua yang ada di dunia ini, saling berkompetisi meraih materi ? Saya jamin pasti tidak ada. Namun, menurut saya ada perbedaan mendasar yang terjadi di masyarakat ini. Setidaknya saya bahasakan pemaknaan masyarakat akan kompetisi mengejar materi.

Paradigma Manusia Tentang Kompetisi Mendapatkan Materi

Sejauh pengamatan saya, saya menemukan fenomena unik. Ternyata, manusia memaknai kompetisi dalam mengejar materi itu didasari atas beberapa paradigma / mindset yang melekat pada dirinya. Saya membaginya menjadi 3 golongan.

Yang pertama adalah, manusia yang menjadikan materi sebagai sebuah tujuan. Kompetisi adalah bagian dari tujuan tersebut. Manusia, yang seperti ini menganggap harta kekayaan adalah segala-galanya. Mereka, akan tidak segan-segan mengeluarkan seluruh usaha, tenaga, waktu bahkan mungkin bisa jadi jiwanya untuk mendapatkan materi sebanyak-banyaknya, karena harta yang banyak adalah tujuan puncaknya.Standard kemenangan bagi mereka adalah dari banyaknya memperoleh materi. Darinya, mereka percaya bahwa banyaknya harta akan meninggikan status sosial mereka dimata masyarakat, distempel orang sukses, orang populer. Hingga, akhirnya dihargai dan dihormati oleh masyarakat. Efek yang dihasilkan dari mindset ini adalah mereka akan berpenampilan sebagaimana orang berduit menampilkan dirinya. Glamour, stylish, lengkap dengan benda-benda seperti baju, sepatu, tas, bahkan mobil dsb khas dengan brandednya.

Yang kedua adalah, manusia yang menjadikan materi sebagai sebuah musuh. Kecenderungannya, manusia yang seperti ini, akan menjadikan materi sebagai hal yang tidak penting. Alamiahnya, mereka pun akan enggan mengikuti kompetisi. Baginya, mengejar materi seperti harta kekayaan itu adalah tanda ketamakan, dan menunjukkan nafsu manusia yang tidak semestinya dilakukan. Selain itu, mereka percaya bahwa pemicu kerusakan masyarakat seperti konflik sosial, pertentangan dan lain sebagainya itu dipicu karena manusia tidak bisa mengendalikan hawa nafsunya dengan baik. Baginya, tidak mendapatkan materi sama sekali bahkan tidak menjadi soal, karena bisa jadi tujuan mereka bukanlah menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Efek yang dihasilkan dari mindset ini adalah mereka akan berpenampilan apa adanya, bahkan bukan hanya sekedar apa adanya. Berpenampilan layaknya seorang pengemis pun baginya lebih mulia di zaman sekarang, mereka akan menjauhkan diri dari lingkungan yang berbau materi. Sikapnya akan antipati atau tidak mau tahu.

Yang ketiga adalah manusia yang menjadikan materi sebagai sebuah alat yang harus digunakan dan dimaksimalkan. Sama, halnya kita menggunakan gunting sebagai alat untuk memotong rambut. Harta kekayaan atau materi mereka anggap itu adalah alat untuk melakukan pemberdayaan masyarakat. Yang seperti apakah itu ? Mareka, akan tetap mengejar materi, tetapi bukan sebagai tujuan. Melainkan sebagai alat yang itu bisa jadi digunakan dan bisa jadi tidak digunakan. Orientasinya pun, bukan untuk gaya hidup mewah. Namun, hartanya itu digunakan untuk perubahan sosial di masyarakat. Mereka, menyakini hartanya ini adalah sebagai sebuah titipan yang harusnya mereka manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Seperti membantu orang lain yang memang membutuhkan. Kebermaknaannya ia adalah bukan dari banyaknya harta, melainkan adalah seberapa besar manfaat yang dihasilkan dari harta yang mereka kejar. Pada umumnya, mereka yang berpandangan seperti ini adalah mereka yang paham betul akan adanya alam pembalasan. Akan adanya masa di mana semuanya akan dimintai pertanggung jawabannya.

Tanggapan dan Koreksi Dalam Memandang Kompetisi Mengejar Materi :

Bagi saya, 3 golongan yang ada diatas memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain. Adanya golongan pertama menurut pengamatan saya disebabkan karena kecintaan yang berlebihan terhadap yang namanya harta. Harta dianggap sebuah pemuas batiniah, tujuan akhir, serta dianggap sebagai hal satu-satunya bahkan menjadi hal utama supaya bisa mendapatkan kebahagiaan. Untuk golongan yang kedua, hemat saya adanya pandangan yang demikian, disebabkan karena kesalahan dalam memandang kehidupan dunia. Mereka, menganggap bahwa dunia adalah tempat yang buruk, apapun yang ada didalamnya dianggap mengarahkan kedalam hal yang negatif. Mereka, menafikkan bahwa tidak semua nafsu = buruk. Dan mengejar materi dalam rangka meraih kebahagiaan adalah menjadi fitrah dasar dari manusia.

Dan itu, tidak menjadi persoalan asalkan dijalankan dengan seimbang. Sedangkan, golongan yang ketiga adalah golongan orang yang cinta akan masa depan akhirat. Mereka, tidak menganggap dunia = keburukan. Apapun yang ada didunia yang berwujud materi. Mereka gunakan untuk membangun masa depan yang layak dikemudian hari.

Hikmahnya :

Jikalau, diberikan pertanyaan. Mau, memilih manakah kita dari 3 golongan diatas? Semuanya bergantung kepada diri kita. Apakah kita menginginkan kehidupan bergelimang harta, berfoya-foya sampai akhir hayat hidup nanti terus-terusan begitu sampai menjadi orang yang bergelimang kekayaan. Ataukah kita memilih hidup yang itu jauh dari kemewahan kehidupan dunia? Meninggalkan hal-hal yang kita anggap fana. Hidup dalam kepapahan dan tinggal apa adanya karena kita menganggap hidup yang seperti ini adalah mulia karena tidak membiarkan nafsu kita berkeliaran layaknya manusia yang tidak berakal.

Ataukah justru, kita memilih kehidupan yang itu berjalan secara seimbang ? Mengejar harta untuk melakukan perubahan, mengerjar harta untuk memberikan kepada sesama yang membutuhkan, mengejar harta untuk mencari kebermaknaan dalam hidup, bukan hanya untuk memuaskan nafsu pribadi.Yang pasti, kita harus sadar bahwa dunia bukan satu-satunya alam yang akan kita tinggali, masih ada alam-alam berikutnya yang menanti diri ini. Sebagai seseorang yang bertuhan sudah sewajarnya kita tancapkan ingatan kita dan jaga komitmen ini menjadi sebuah prinsip kehidupan kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari bahwa dunia adalah jalan bukan sebagai sebuah tujuan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun