Mohon tunggu...
Ronsen Pasaribu
Ronsen Pasaribu Mohon Tunggu... PNS -

Dalam hal mengabdi demi ibu pertiwi, tak pernah berpikir untuk berhenti.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Rumah Pancasila untuk Rakyat Indonesia

12 Maret 2016   02:07 Diperbarui: 12 Maret 2016   02:29 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Foto Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende Pulau Flores Nusa Tenggara Timur (Kompas.com/Fitri Prawitasari"] [/caption]Perjalanan ke Propinsi Nusa Tenggara Timur awal Maret 2016 ini, sebenarnya hendak melihat secara langsung Padang Penggembalaan yang terkenal sejak jaman dahulu di Wilayah NTT khususnya Sumba baik Sumba Timur, Sumba Barat Daya dan sekaligus melihat Lokasi Reforma Agraria dengan potensi Garam nomor wahid di Indonesia. Entah kenapa dua sektor itu masih saja belum termanfaatkan karena sesuatu hal. Penternakan dengan angon sapi tetap saja menjanjikan karena padang yang luas dan belum ada tanaman yang dikonversi menjadi Sawit misalnya seperti di Padang Lawas, tetapi masih tetap seperti dahulu kala. Jadi, peluangnya tetap terbuka hanya saja harus dimulai dari mana?

Soal pakan, soal air, soal bibit dan soal pemasaran, soal sumber daya manusia, soal status tanah, dan lainnya, merupakan elemen yang harus dikelola dengan baik, khususnya proses bisnisnya yang berbasis lahan dan masyarakat. Biar bagaimanapun tehnologi dan kemampuan masyarakat harus dipadukan, dirajut kembali, agar bibit untuk penggemukan, peranakan dan produksi susu dan lainnya akan membawa perubahan mental dan perubahan nasib para petani ke pada petani yang mandiri dan sejahtera. Sebab, daging sudah menjadi program prioritas pemerintahan Jokowi. Kebetulan, kehadiran kami di Waingapu, Bapak Bupati Sumba Timur dan DPRD serta Sumba Barat Daya, menerima kehadiran kami dengan sangat ramah ditandai dengan memberikan Ulos adat setempat kepada saya dan rombongan.

Sama halnya dengan Lokasi Reforma Agraria di Kabupaten Nagikeo, Flores, dengan pintu masuk Kabupaten Ende, dimana perjalanan berkelok-kelok seperti di Bukit Barisan Sumatera Utara memakan waktu hampir dua jam, dari Ende ke Nagikeo. Ternyata regulasi Pemerintah, belum dapat dilaksanakan karena kuatnya tarik menarik antara hukum adat dan hukum Nasional. Solusi yang saya bawa adalah jalan tengah dengan mengkombinasi hukum Nasional dan Hukum komunal. Dengan begitu, rakyat akan diberikan ruang untuk memiliki tanah dan bagi tanah adat komunal akan diakui. Pemanfaatan dan penggunaan tanah untuk produksi Garam, dilakukan dengan perjanjian kerjasama yang menguntungkan, dimana tehnologi dan modal dilaksanakan oleh pihak ketiga, sementara pemilik tanah tetap tanpa beralih haknya. Inilah model yang perlu dikembangkan, menurut saya dan Bupati juga senang. Tinggal mensosialisasikan ini butuh kepiawaian agar masyarakat dapat menerimanya dengan baik.

Rumah Pancasila

Kota kecil Ende, tempat pengasingan Bung Karno tahun 1934-1938, sudah pernah kita dengar. Tidak saya sisa-siakan, kesempatan menginap di Kota Ende, melihat dengan mata kepala sendiri, rumah dengan segala cerita yang ada didalamnya. Begitu juga Taman Permenungan dimana Patung Bung Karno dibangun disana, persis disebelah Pohon Sukun simbol rumah alam menghadap ke laut. Dibawah itulah Bung Karno sering menghabiskan waktu duduk bersemedi, memikirkan bentuk Negara kita yang saat itu dijajah.

Kesan pertama, memang penjajah sudah berhasil mengasingkan Bung Karno di Kota Kecil nun jauh. Kupang-ende naik pesawat saja 1 jam. Beliau dilarang berhubungan dengan pihak luar negeri, hanya bisa berhubungan dengan masyarakat sekitarnya.

Memahami rumah pancasila, upaya kita kembali ke jati diri bangsa indonesia. Sebagai sebuah kebijaksanaan hidup, sebagai jiwa, kepribadian, pandangan hidup dan dasar negara. Pancasila sebagai kebijaksanaan hidup. Filsafat sering diartikan cinta akan kebijaksanaan, yang artinya hasrat yang besar sungguh-sungguh untuk mengetahui bahkan memiliki kebenaran sejati.

Pandangan hidup bagi suatu bangsa, sebagai bangsa yang merdeka, otonom, berdiri kokoh dan memiliki arah sertua tujuan yang jelas sangat memerlukan pandangan hidup sendiri. Melalui, pandangan inilah bangsa kita memandang persoalan dan menentukan arah serta cara bagaimana bangsa memecahkan persoalan-persoalan itu.

Pohon Sukun Simbol Rumah Alam

 Pohon Sukun dijadikan Sukarno, sebagai rumah meditasi untuk memikir dan merenungkan filosofi kehidupan bangsa Indonesia. Dalam perjalanan waktu, hasil permenungan Sukarno dibawah pohon sukun ini telah membawa berkah bagi Bangsa Indonesia dengan lahirnya Pancasila.

Menelusururi rekam jejak Sukarno selama 4 Tahun masa pengasingan di Ende-Flores-NTT tahun1934-1938, terlihat sangat nampak dekat dengan alam, manusia, dunia seni, buku sertia sikap petualangannya. Kali Wolowona; Danau Kelimutu (sempat saya foto dari udara); Kali Ae Tua, Perpustakaan Pastoran St.Yosep, Gedung Fatimah tempat Sukarno mementaskan karya seninya “Pohon Sukun” yang terletak di tengah kota tua Ende.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun