Akankah waktu berulang?????
Tak kuyakini waktu yang pelit membawaku kembali..
Walau sedetik, tak akan. Waktu, dengan sombong mengangkangi hidupku, berkomplot dengan takdir memojokkanku, memaksakan pilihan yang tak akan ingin kupilih. Ingin kusesali, tapi selalu saja ada beribu alasan untuk tak menyesalinya.... Apakah berontak sekuat tenaga bisa lolos dari kungkungan waktu??? Entahlah... Bukan dosa yang menggelayuti pikiran dan mengikuti dibelakang punggungku. Aku tahu yang kujalani adalah alur rangkaian takdir-NYA. Dia kehendaki aku jalani semua ini.... Tuhan.... Adakah yang salah saat penciptaanku. Sayangnya, TUHAN tetap aku. tak kutemui selain Kau... Bukankah ini kehendak-MU??? Bila tidak, tak mungkin sesuatu terjadi padaku. iya kan?? Jadi, mungkinkah waktu berulang??? Dungunnya aku. Tentu saja sang waktu tak hendak bermurah hati padaku atau siapaun. Sebab kutahu, sekali saja waktu bermurah hati, sejarah bisa kacau.. Seperti buih dilautan.. Itu AKU.. Tak hendak kutuduh takdir kejam. namun senyata-nyatanya aku dipojokkannya. Diperlakukannya aku seperti mahluk tak ber-rasa.kurasakan diriku tak tak berarti, seperti buih-buih itiu, yang dilautan... Berarti buat apa?????? Berarti buat siapa??? Kenyataannya aku memanglah buih, setidaknya ombaknya, terayun-ayun dan akhirnya pecah menghantam karang. Bangkit kembali lalu pecah lagi oleh karang yang sama. Pecah lagi... Pecah lagi... Begitu seterusnya.. Dungunya aku... Dungu??? Apa sekedar menjalani takdir yg sudah diatur-NYA itu dungu??? Salah satu kehidupan adalah gerak. akulah gerak. Tak kuberkendak sendiri untuk mati. Seperti halnya ombak yg tak pernah berkehendak untuk diam meski ia tak tahu pada akhrnya selalu pecah dihadapan karang. Aku cuma mengalir dirangkaian alur takdir-NYA... Dan sekali lagi, takdir-Mu susah kumengerti. Alur permainan-MU terlalu rumit kupahami, terlalu berat kulalaui.. Andai bisa kuberbuat lebih banyak... Begitu banyak masalah yang terjadi dalam hidup ini... Sepertinya tiada lain selain masalah... Begitu banyak duri yg menancap. Satu kucabut, menancap duri lainnya. Sampai kapan Kau tancapkan duri-duri ini... Sampai daging ini membusuk dan bernanah???? Aku ini garis... Kau titik.. Kau awal... Kau akhir... Kepada Kau yg bersemayam dikedalaman rasaku. kepada Kau yg hadir ditiap gerakku. Kau sang Maha cahaya yang nafasnya terhembus lembut menerpa mataku.. Apa gunanya mata ini tanpa kau??? Kau yang lahir batinnya ada dalam hidupku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H