Jadi saat ini, ada dua alur penyediaan BBM di Indonesia :
Pengolahan melalui kilang pertamina dengan bahan baku produksi dalam negeri dan impor minyak mentah mengikuti harga minyak dunia (ICP) Impor BBM yang jadi tanpa perlu mengolahnya lagi. Pertamina menanggung biaya pendistribusian sampai ke titik penjualan. Harga beli BBM jadi ini mengikuti MOPS (Mean of Platts Singapore).Ini adalah harga transaksi rata-rata minyak RON 95 yang dijualbelikan melalui Singapore
Di situs ESDM sendiri http://www.esdm.go.id/berita/40-migas/5593-penjelasan-perhitungan-subsidi-bbm-1.html , negara menjelaskan bahwa biaya LRT (Lifting, Refinery and Transportation) adalah US$24.1 per barrel atau setara dengan Rp.1.819 per liter dengan kurs sekarang. Angka tersebut berasal dari biaya pengolahan sebesar US$12.8 per barrel dan biaya transportasi/distribusi sebesar US$ 11.3 per barel. Dengan harga minyak sebesar US$ 80 per barrel (setara Rp. 6.038 per liter), berarti biaya produksi nya sekitar : Rp. 7.857 per liter. Ditambah dengan pajak sekitar 15%, harga jual ke konsumen tanpa subsidi sekitar Rp. 9.035 per liter.
Perhitungan kedua yang menggunakan MOPS, dengan formula dasar : Harga BBM = MOPS + Ongkos/Margin Produksi + 15% pajak. Harga MOPS di bulan Oktober 2014 adalah masih relatif tinggi, sekitar US$ 97 per barrel. Dengan kurs rupiah Rp 12.000 per 1 US$, harga MOPS adalah Rp. 7.320 per liter. Ongkos/Margin produksi PertaminaRp. 734.2 per liter. Jadi harga jual ke konsumen tanpa subsidi adalah 115% x (Rp. 7.320 + Rp. 734.2) = Rp. 9.262 per liter.
Kesimpulannya, harga jual BBM RON 95 tanpa subsidi sewajarnya sekarang sekitar Rp. 9.000 – Rp. 9.300 per liter. Saat ini US menjual sekitar US$ 3 per galon (turun dari sebelumnya US$ 3.5 per galon) atau Rp. 9.500 per liter. Sangat aneh memang kalau pemerintah menyatakan bahwa harga normal (tanpa subsidi) BBM premium Rp. 10.000 per liter yang notabene kualitas yang lebih rendah dari RON 95. Apakah sekarang biaya pengolahan menjadi lebih mahal lagi karena kilang semakin tidak efisien? Apakah rakyat Indonesia harus membayar ketidakefisienan Pertamina dalam mengolah, menyalurkan BBM dengan tingginya harga BBM premium? Lebih parah lagi kalau tingginya harga BBM di Indonesia juga dikarenakan adanya “Mafia Migas” yang belakangan ini sering disebut. Rizal Ramli, mantan Menko Perekonomian jaman Gusdur menyatakan bahwa ongkos pengolahan dan pendistribusion minyak di Indonesia lebih tinggi 20% karena adanya Mafia Migas. Dia juga menyatakan bahwa setiap kali impor BBM, ada ‘komisi’ yang harus dibayar.
Penjelasan yang lebih transparan dari pemerintah akan sangat membantu untuk mengklarifikasi masalah ini. Tulisan singkat di atas tidak melihat perlunya BBM dinaikkan sekarang dan harga BBM Premium dirasa kurang wajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H