Mohon tunggu...
Ronny Adolof Buol
Ronny Adolof Buol Mohon Tunggu... Fotografer -

Suka membaca dan hobby motret.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

May Day: Setelah Berdemo, Yuk... Pikirkan Pendidikan

1 Mei 2012   11:30 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:53 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti biasa, 1 Mei memaksa ribuan polisi harus bersiaga. Turun ke jalan mengantisipasi hal yang tak diinginkan dalam aksi unjuk rasa peringatan Hari Buruh. Mereka harus menjaga puluhan ribu massa yang mengelar demo menuntut hak kaum buruh. Beberapa media nasional melaporkan, puluhan ribu buruh membanjiri jalan-jalan utama kota-kota besar di Indonesia pada Peringatan Hari Buruh, Selasa 1 Mei 2012. Serikat pekerja dan organisasi buruh di Manado pun tak mau ketinggalan. Walau tidak sebesar di Jakarta dan Surabaya, long march yang dilakukan massa pendemo berhasil menarik perhatian warga kota. Peningkatan upah minimum dan penghapusan praktek outsourching kali ini menjadi tuntutan utama. Abad20 ditandai dengan perubahan di segala aspek kehidupan. Politik, kemajuan sains dan teknologi, internasionalisasi ekonomi dan deregulasinya. Globalisasi dalam investasi serta perubahan mendasar dalam struktur sosial juga sangat terasa. Globalisasi ekonomi diberbagai belahan dunia berlangsung begitu pesat. Dampaknya dirasakan pula dalam sektor ketenagakerjaan yang meliputi, kondisi tempat kerja, upah, hingga serikat buruh. Dalam globalisasi, perdagangan manusia telah menjadi isu utama. Buruh migran termasuk didalamnya. Tak bisa dipungkiri buruh migran menjadi salah satu komoditi untuk memperkaya devisa negara. Devisi dari tenaga buruh konon menduduki urutan nomor dua setelah gas dan minyak bumi. Namun walau menduduki urutan nomor dua, nasib para buruh migran baik yang dikirim ke luar negeri maupun yang berada di tanah air tetap memiriskan. Tak heran mereka selalu saja turun ke jalan. Minimnya pendidikan yang mereka terima mungkin menjadi salah satu penyebab. Ditambah lagi dengan sistem ketenagakerjaan yang kurang beres. Pola pendidikan di tanah air kurang merespon kebutuhan masyarakat di daerah, terutama di desa yang notabene menjadi penyumbang terbesar ketersediaan buruh. Globalisasi menyebabkan ruang ketenagakerjaan diisi oleh mesin. Alhasil perindustrian modern mempersempit kesempatan tenaga kerja manusia. Banyak orang terpaksa menganggur. Jalan termudah mencari kerja adalah merantau ke kota dan menjadi buruh. Dalam keminiman pendidikan, keterampilan yang terbatas, pengalaman yang pas-pasan, kaum buruh terjebak dalam sistem penyalur tenaga kerja. Pengguna jasa menuntut mereka  mengeluarkan tenaga dan pikiran untuk bekerja. Sementara kaum buruh menuntut hak dan upah, dalam posisi tawar yang rendah. Dalam kondisi itulah, kaum buruh selalu saja diperlakukan tidak semestinya (terdiskriminasi). Maka jangan heran mereka pun berontak. Sudah waktunya untuk memperjuangkan kebutuhan akan pendidikan bagi kaum buruh. Agar mereka tidak sekedar menjual tenaga. Pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas kaum buruh. Pendidikan bagi kaum buruh hendaknya dipandang luas yang berfungsi sebagai bagian dari pemeliharaan kehidupan suatu masyarakat. Dengan mengedepankan isu pendidikan bagi kaum buruh, diharapkan mereka bisa lebih maju, memiliki kualitas kerja yang bagus, wawasan serta pengalaman bertambah, baik secara intelektual, finansial maupun spritual. Kaum buruh memang memiliki ruang terbatas. Tetapi proses belajar hendaklah dipandang sebagai sebuah proses perubahan tingkah laku yang berlangsung terus menerus. Akhir yang ideal bagi sebuah pendidikan adalah kemandirian. Dengan terus belajar, diharapkan suatu saat kaum buruh tidak lagi menjadi bagian akhir dari sebuah struktur hierarki birokrasi industri, tetapi menjadi penentu utama dalam industri itu sendiri. Sehingga kaum buruh bisa menemukan identitasnya sendiri dan tidak lagi menjadi kaum yang termarginalkan. Semestinya memang demikian. Jadi setelah demo hari ini selesai, yuk….kita pikirkan pendidikan pada esok hari. Semangat Ki Hajar Dewantara menanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun