Program penyelamatan Terumbu Karang kembali digelar. Atas prakarsa Balai Taman Nasional Bunaken dan Coral Triangle Initiative mengadakan Workshop Segitiga Terumbu Karang, di Hotel Aston, Selasa 11/4/12. Bekerja sama dengan Kementrian Kelautan RI, Univ. Sam Ratulangi, Conservation Internasional (CI), World Wildlife Fund (WWF) dan Wildlife Conservation Society (WCS) bersama-sama melakukan upaya penyelamatan Terumbu Karang Global. Dibuka oleh Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Ir.Darori, MM acara ini dipadatai oleh peserta yang sebagian besar berasal dari Departemen Kehutanan Suluwesi Utara, Polisian Hutan Sulawesi Utara, LSM dan awak media. Dalam kesempatan ini juga Dirjen PHKA melalui Kasubdit. Lahan Basah, Ir.Cherryta Yunia, MM memberikan panel presentasi tentang kebijakan pengelolaan terumbu karang di kawasan konservasi yang berkolaborasi dengan program-program pemerintah diantaranya pendekatan ekosistem berbasis perikanan dan sumber daya laut. Cherryta menyayangkan kurangnya perhatian pemerintah dalam masalah pelestarian kawasan alam. "Fungsi control dari pemerintah sekarang ini harus dibentuk. Jika memang tidak ada kemajuan selama periode komitmen, lebih baik dihentikan saja." kata Cherryta. Memang betul bahwa ada beberapa LSM yang memiliki tugas dalam pelestarian kawasan laut, tetapi perangkat-perangkat pemerintah hendaknya selalu dilibatkan. Seperti masalah sampah yang selalu menjadi musuh terumbu karang, tidak ada salahnya meminta bantuan ke Dinas Kebersihan untuk membantu. Disamping itu, Indonesia sebagai sekretariat CTI-CFF yang beranggota 6 Negara Asia dan Pasifik harus memprioritaskan kesehatan Terumbu Karang. "Sulawesi Utara yang berada dalam Garis Wallace merupakan wilayah The Coral Triangle yang meliputi Filipina, Malaysia, Papua New Guinea, Brunei Darussalam, Kep.Solomon dan Timor Leste. Wilayah ini diakui dunia sebagai global epicenter of marine biodiversity atau pusat keanekaragaman dunia dan merupakan wilayah yang paling banyak memiliki spesies ikan dan terumbu karang di planet bumi." terang Ir. Ari Rondonuwu, Msc perwakilan dari Uneversitas Sam Ratulangi. "Keadaan Terumbu Karang di seluruh Indonesia dalam keadaan sakit. Berdasarkan data dari LIPI tahun 2008, pemantauan yang dilakukan di 77 daerah yang terdiri dari 908 stasiun tersebar dari Sabang hingga Kep. Padaido dan Kep. Raja Ampat menunjukkan kondisi 5,51% dalam keadaan sangat baik, 25,11% dalam keadaan baik, 37,33% kondisi sedang dan 32,05% dalam kondisi buruk." jelas Rondonuwu. Wilayah Coral Triangle ini mencakup luas 76% dari seluruh spesies Terumbu Karang yang ada di dunia. Jadi jika kondisi ini dibiarkan terus menerus, kekayaan Terumbu Karang di dunia akan mengalami kepunahan. Seperti informasi yang pernah dimuat media beberapa waktu silam, dari Laporan Lembaga Sumber Daya Dunia (WRI) di Washington dan 25 Organisasi lainnya yang meramalkan bila kondisi itu tidak mengalami perubahan, maka di tahun 2050 mendatang Terumbu Karang Dunia akan punah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H