aku hujamkan sembilu itu menembus malam gulitanya menamprat semilir terpongoh aku meniti detak hitungan kala dalam semilir hanya ada bayangan mengajak kalbu menarikan balada diberanda kesenyapan ada teguran lirih aku disapa keraguan: haruskah melati gugur tanpa berita? sayang potretmu menebar senyum terlampau manis dan aku berdiri disisinya entah siluet entah ketegaran entah kiasan entah sejati entah batu entah bayu entah entah diujung koridor menunggu lembaran cerita mentari ufuk tertatih kukejar bayangan itu dengan sumpah setia: bagimu iching* kurangkai simfoni abadi tak luntur oleh waktu tak pudar oleh gulita tak gentar oleh kecewa tak padam oleh khianat aku hujamkan sembilu itu menembus malam semilir gulita tak sanggup berkata (puisi yang aku tulis dari balik jeruji LP manado, pada 24 juli 1999) ICHING – Nama itu yang pernah mampir dan pergi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H