Sepertinya negeri ini memang sudah tidak berpihak kepada rakyat miskin. Pendidikan Indonesia kian hari kian memburuk. Bukan dari segi prestasi namun dari segi siapa penikmat pendidikan itu sendiri. Saat ini pendidikan indonesia seolah menggambarkan kasta masyarakat indonesia. Siapa punya uang, dialah yang dapat mengecam pendidikan berkualitas. Janji pendidikan gratis hanya pemanis bibir di saat awal kampanye. Tapi bukti dalam perjalanannya rakyat kembali dibohongi.
Setiap awal tahun pelajaran sekolah orang tua yang memiliki anak di penghujung ajaran harus pusing memutar otak untuk melanjutkan pendidikan anaknya. Mungkin ini tidak berlaku untuk orang tua yang berduit, namun untuk golongan menengah ke bawah ini pasti terjadi. Lihat saja pendidikan kita sekarang sudah dibagi-bagi dalam kasta. Dalam rangka pembinaan, pemerintah membagi  empat klasifikasi sekolah, yaitu sekolah rintisan, sekolah Potensial, sekolah standar nasional, dan rintisan sekolah bertaraf internasional. Sekolah rintisan adalah sekolah yang belum memenuhi standar nasional pendidikan (SNP). Sekolah potensial adalah sekolah yang sudah mendekati pemenuhan SNP, dan Sekolah standar nasional adalah sekolah yang sudah memenuhi SNP. Kemudian Rintisan sekolah bertaraf internasional ( RSBI ) adalah sekolah yang sudah memenuhi SNP + X. (sumber: http://www.smpn3majenang.sch.id).
Pembagian klasifikasi sekolah berdampak pada kualitas sekolah itu sendiri. Semakin bagus sekolah, semakin mahal biayanya. Sebut saja salah satu SMA di jakarta dalam satu tahun ajaran bisa mencapai 24 juta rupiah. Untuk uang masuk saja harus membayar Rp. 10-13 juta, untuk buku, mereka harus mengeluarkan dana setidaknya Rp 300.000-500.000 per bukunya. Sementara itu, menurut beberapa siswa lainnya yang sedang menjalani masa orientasi siswa (MOS), buku-buku tersebut mereka beli satu paket dengan seragam. Untuk kelas internasional, menurutnya, wali siswa dikenakan biaya Rp 20 juta per tahun.
Betapa mahalnya pendidikan kita. Ini yang saya sebut bukanlah sekolah swasta yang notabene mencari keuntungan. Ini adalah sekolah negeri, sekolah pemerintah, yang seharusnya bukan dijadikan sebagai ladang bisnis, namun kembali ke pembukaan UUD 1945 alenia ke empat yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H