Mohon tunggu...
RONY SINAGULA
RONY SINAGULA Mohon Tunggu... -

mahasiswa sekolah tinggi filsafat Driyarkara

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Ketika Aku Menulis tentangmu

26 Februari 2011   07:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:15 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini aku tidak pernah memperoleh kesulitan dalam menuliskan cerita. Namun cerita Lelaki Tua Dengan Kail dan Cangkul sungguh menyiksaku. Aku benar-benar mengalami kesulitan yang besar dalam menemukan abjad pertama untuk kisahnya. Pernah kutemukan abjad pertama dan berkembang menjadi lima paragraph tetapi akhirnya aku menemukan kesulitan untuk melanjutkannya.  Apakah aku telah ditinggalkan oleh roh dari abjad?

Aku menemukan kesulitan yang sangat besar untuk memulai kisah tentang Lelaki Tua Dengan Kail dan Cangkul. Dimana aku tidak  menemukan abjad pertama untuk membuka kisah ini. Aku merasakan ketidakmampuan layaknya seorang penulis pemula yang hendak menuliskan cerita pertamanya. Aku mencoba untuk menghentikan aktifitas untuk memikirkan kisah ini sambil mendengarkan lagu Bintang Hidupku yang dinyanyikan oleh Ipank, berharap agar syairnya memberikan inspirasi  namun abjad pertama juga belum muncul dalam nalarku. Aku juga membaca buku Stephen King On The Writter, keyakinan terbesarku bahwa kisah-kisah yang terdapat di dalam novel tersebut dapat melahirkan abjad pertama untuk ceritakutetapi tetap saja abjad itu belum juga menampakan wujudnya. Cukup lama aku bergelut dengan kisah ini sampai-sampai kisah-kisah lain yang telah tertulis dan tersimpan dalam laptop ini tidak terurus dengan baik. Sesekali terdengar rintihan dari kisah-kisah tersebut. Mereka menangisi kesendirian, meludahi ketidakmampuanku sebagai seorang penulis dalam mengatasi permasalahan mengenai kepenulisan. Karena kisah ini keseharianku dipenuhi pemikiran untuk menemukan abjad pertama, sudah pasti bahwa tidak ada topic lain yang berjalan bersamanya dalam nalarku.

Aku terus berusaha untuk dapat menemukan abjad pertama sehingga aku membaca kembali Ishmael yang ditulis oleh Daniel Quinn. Pikirku; mungkin saja beberapa teori yang terdapat di dalamnya memampukan aku untuk menuliskan kisah mengenai Lelaki Tua Dengan Kail Dan Cangkul. Aku sangat mengingat beberapa teori yang dijabarkannya meskipun Daniel Quinn tidak mengatakan bahwa teori-teori tersebut ditujukan untuk kegiatan menulis. Setelah menyelesaikan bacaan itu, aku memiliki keyakinan untuk memulai ceritaku. Aku juga menemukan abjad pertamanya yang akhirnya berkembang menjadi lima paragraph. Sampai pada tahap ini beberapa kisah yang telah tersimpan dalam laptop mulai menampakan kegembiraan, tidak lagi terlihat wajah sendu dan rintihanpun tidak lagi terdengar. Kekusutan dan kesenduan yang selama ini menudungi wajahku, akhirnya dengan malu-malu merapikan semua perlengkapannya dan meninggalkan wajahku tanpa mengucapkan salam perpisahan.

Suatu kebahagian yang sulit untuk dicerna oleh ke-26 abjad, sehingga tidak ada rangkaikan kata dan kalimat yang dengan segera mengikutinya. Munculnya kebahagian menunjukan juga bahwa kelima paragraph yang telah tertera di layar monitor laptopku akan beranak-pinak. Ide-ide mengenai cerita tadibermunculan dengan cepat, membanjiri setiap ruang kosong dalam nalar. Aku dibuat kewalahan dalam mengatur ide-ide tersebut. Inikah yang disebut penjelmaan roh(cerita) yang hendak memanifestasikan dirinya? Apapun itu; aku sekarang sudah mempunyai kemampuan untuk menuliskan cerita tentang Lelaki Tua Dengan Kail Dan Cangkul. Yakinku bahwa sebentar lagi kelima paragraph tersebut akan menggendong dan meneteki anak-anaknya. Aku sangat berterima kasih kepada Ishmael yang telah memberikan efek positif kepada kegiatan menulisku.

Setelah kelima paragraph terpampang di depan monitor laptop, aku memutuskan untuk beristirahat. Dimana aku dapat membersihkan diri dan mengisi kekosongan dalam lambungku. Sangat tidak mungkin untuk menelantarkan kebutuhan-kebutuhan alamiah. Bisa saja kelima paragraph tersebut akan menemukan kebuntuan karena kebutuhan alamiah mengadakan pemberontakan. Dengan segera ku-save kelima paragraph dan menyimpannya di salah satu bagian dalam laptopku. Selesai mematikan laptop, aku mengambil perlengkapan mandi yang terletak di pojok kamar dan bergegas ke kamar mandi. Kegiatan membersihkan diri tidak berlangsung lebih dari tiga puluh menit. Meskipun sibuk dengan kegiatan membersihkan diri, aku tetap memberikan tempat di nalar untuk memikirkan kelanjutan dari kelima paragraph yang telah terlahir.

Dalam perjalanan menuju ke warung makanan aku tetap memikirkannya, nalar semakin berkembang ketika aku menyaksikan seorang lelaki tua yang sedang memungut botol-botol plastic yang berserakan di jalanan. Pada tahap ini aku menghubungkan tokoh dalam ceritaku dengan lelaki tua tersebut. Dimana mereka memiliki kesamaan dari segi usia, sifat yang cekatan dalam mengumpulkan sesuatu. Tetapi tokoh dalam kisahku,tentu tidak mengumpulkan botol-botol plastic yang berada di jalanan. Namun memikirkan hal ini menyebabkan aku kurang menikmati makanan, acara makanpun berlangsung dengan cepat sampai aku lupa untuk meminum segelas air.

Kuputuskan untuk beristirahat sambil menikmati segelas kopi dan beberapa batang rokok Marlboro Lights. Acara ini diiringi dengan lagu-lagu dari Ipank. Disini aku tidak memikirkan kelanjutan dari kelima paragraph. Aku tidak menghendaki kegiatan menikmati kopi dan rokok terasa sama dengan kedua kegiatan terdahulu. Kira-kira satu jam aku melakukan kegiatan ini. Setelah meneguk habis kopi  yang tanpa ampasnya, maka kuhidupkan laptop. Tujuan utamanya adalah melanjutkan cerita tadi, tetapi aku tidak langsung membuka file yang menyimpannya. Malahan aku membuka file yang berisi sebuah novel yang belum selesai dituliskan. Aku membacanya sambil memberikan penambahan dan pengurangan pada beberapa bagian. Pikiran yang sedari tadi berpusat pada cerita Lelaki Tua Dengan Kail Dan Cangkul, kini telah berpindah kepada novel ini. Ide-ide yang tadinya membanjiri nalar kini telah menghilang tanpa meninggalkan bekas sedikitpun. Aku sangat terlarut dalam menuliskan kelanjutan dari novelku. Tidak lagi terpikirkan untuk mengakhiri tarian jemari di atas keyboard laptop. Sepertinya ada kekuatan yang memaksaku untuk tetap menuliskan kelanjutan kisah dalam novelku. Sepertinya juga aku dikejar deadline dari penerbit karena besok novel ini harus diserahkan kepada para editor.

Pada pukul 00.00 aku menghentikan tarian jemari di atas keyboard dan merebahkan diri di tempat tidur. Aku tidak menyempatkan waktu untuk membuka file yang menyimpan cerita Lelaki Tua Dengan Kail Dan Cangkul, sebab kepenatan sangat menguasai tubuh.Tidurku  sangat pulas. Baru kali ini aku merasakan kepulasan dalam tidur, sehinga tidak menyediakan sedikit waktu bagi nalar agar mengatur kembali alur dari cerita di atas. Biarkanlah alur yang sempat membanjiri nalar mengisi kembali diriku ketika tubuh tidak lagi menemukan kesadarannya. Aku membuka diri untuk disinggahi oleh alur tersebut, dan memperkenankan topic mimpiku dipenuhi oleh alur tersebut.

Pagi belum benar-benar menyelesaikan persiapan dalam menyambut kehadiranku. Ketika ku memberikan sapaan, pagi sangat terkejut. Wajahnya merah merona, di wajahnya mulai tergambar dua aliran air yang muncul dari kedua bola matanya.

“Mengapa engkau meneteskan air mata untuk sesuatu yang sangat lumrah?”

“Aku tidak menangisi kehadiranmu, air mata yang tampak di wajahku ditujukan untuk sesuatu yang akan segera engkau ketahui”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun