Eksistensialisme dalam pendidikan
Filsafat eksistensialisme, yakni filsafat dengan pemikiran utamanya adalah "eksistensi
mendahului esensi" bahwa manusia eksis/ada terlebih dahulu, kemudian dalam kehidupan
dia memberi makna/esensi atas kehidupannya dengan fokus pada pengalaman individual.
Eksistensialisme memberi individu suatu jalan berpikir mengenai kehidupan, apa
maknanya bagi saya, apa yang benar untuk saya.
Epistomologi eksistensiali menganggap
bahwa individu bertanggung jawab akan pengetahuannya sendiri. Sumber pengetahuan
yang utama adalah pengalaman pribadi.
Guru yang ideal menurut eksistensialis adalah
guru yang memberikan kebebasan ruang dialog bagi siswa untuk menemukan makna
dirinya. Siswa mendapat kesempatan yang luas untuk mempelajari sesuatu yang menjadi
minatnya, sehingga bisa menemukan jatidirinya.
Metode pembelajaran yang tepat menurut eksistensialis adalah dialog, main peran, dan metode lain yang memberi kebebasan bagi siswa untuk bereksplorasi memaknai dirinya. Karena tugas pendidikan yang utama adalah merangsang setiap manusia agar tersadar bahwa dia sendirilah yang memiliki tanggung jawab untuk menciptakan makna dan definisi dirinya sendiri.
Tokoh-tokoh eksistensialisme serta hasil pemikirannya
 A. Kierkegard
Inti pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tapi senantiasa menjadi manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan dari cita-cita menjadi kenyataan hidup saat ini.
 B. Friderich Nietzhch
Nietzsche adalah seorang filsuf jerman. Tujuannya filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan bagaimana caranya menjadi manusia unggul. jawabannya adalah manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian jika bisa merealisasikannya diri secara jujur dan berani.
C. Martin Haidegger