Mohon tunggu...
Roni Toxid
Roni Toxid Mohon Tunggu... pegawai negeri -

me myself and my alter ego called art

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sebuah Kotak, Sebuah Tanya, dan Sebuah Rasa Percaya

2 Januari 2011   07:12 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:02 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

‘apa isi kotak itu mas?’ Akhirnya setelah 5 tahun mereka menikah, pertanyaan yang selama ini dia tahan kuat – kuat dalam benaknya, terlontar juga. Sang suami mengalihkan pandangan dari majalah yang sedari tadi dia baca. Sejenak menatap wajah sang istri yang tak bisa menyembunyikan keingintahuannya, kemudian mengalihkan pandangannya ke sebuah kotak coklat di samping lemari baju, dibawah meja. Kotak itu telah ada sebelum mereka menikah. Kotak kayu berwarna coklat yang tak terlalu besar, mungkin sedikit lebih besar sebuah kotak sepatu orang dewasa. Tidak ada gembok yang terpasang, apalagi kombinasi nomor pin untuk membukanya. Penutupnya hanya sebuah besi bengkok yang dikaitkan untuk mengunci. Artinya siapapun bisa dengan mudah membuka kotak itu. ‘mas.. kok malah diem’ tanya sang istri lagi Sang suami tersenyum ‘kenapa akhirnya kamu menanyakan hal itu?’ ‘karena aku istrimu mas.. aku pikir aku wajib tahu semua hal tentang dirimu, bahkan jika berkaitan dengan masa lalumu sekalipun. Aku pikir aku punya hak untuk tahu itu semua…’ jawab sang istri. ‘tapi bukankah dari pertama kali kita menikah, aku telah memintamu untuk berjanji tidak akan menanyakan tentang isi kotak itu selamanya, karena memang tak ada yang berharga di dalamnya. Dan kau menyetujuinya…’ Sang istri terdiam, seakan sedang memilih kalimat yang tepat untuk menjawabnya. ‘Iya, tapi selamanya ternyata bukanlah sebentar. Setiap hari keingintahuanku semakin bertambah dan bertambah…aku hanya ingin tau, itu saja. Aku berjanji tidak akan marah apapun isi kotak itu…’ ‘Aku tau, tapi janji adalah janji, dan kali ini aku hanya ingin kau percaya padaku.. percaya pada cinta yang telah 5 tahun kita pertahankan…’ Jawab sang suami, sambil menutup majalahnya dan pergi berlalu. Sang istri terdiam, pikirannya berkecamuk. Suaminya meminta untuk mempercayainya, tetapi kenapa dia juga tidak berusaha mempercayakan isi kotak itu pada istrinya sendiri. Rasa penasaran itu semakin dalam Sang istri masih juga duduk dan terdiam. Dua bulan setelah kejadian itu, semua nya berlangsung seperti biasa. Sang istri tak lagi meminta suaminya untuk membuka isi kotak coklat itu, walaupun keingintahuan itu semakin menyala dalam dirinya. Sampai pada suatu pagi, ketika suaminya mendapat tugas keluar kota, pikiran itu mengganggunya lagi. Dia menuju kamar tidur dan menatap lekat2 kotak coklat dibawah meja itu. Hanya butuh satu kali tarikan, maka semua pertanyaan dan rasa penasarannya selama ini akan terjawabkan. Kotak coklat itu seakan telah menjelma menjadi orang ketiga dalam rumah tangganya. Sesuatu yang tak layak dicemburui, tapi membuatnya merasakan rasa yang lebih dari cemburu. Aku hanya ingin tahu… ‘klik’ Kotak itu pun terbuka. Seperti membuka kotak pandora yang telah matang dan menyebarkan spora2 yang berterbangan kemudian tumbuh dan berkembang dalam benak sang istri membunuh rasa ingin tahu yang rapat dipendamnya selama ini. Hampir kosong isi kotak itu, tidak ada isinya selain secarik kertas yang terlipat rapi. Dia mulai membacanya untuk istriku… Ketika kau akhrinya membuka kotak ini, ketika itu pula kau telah membuka sebuah pintu ketidakpercayaan atas dirimu sendiri… Kau telah berjanji untuk tidak membukanya, dan lebih dari itu, kau telah berjanji untuk mempercayaiku bahwa isi kotak ini tidaklah berharga… Tapi saat ini kau telah membukanya… Dan seperti kau tahu, tak ada apapun didalamnya kecuali surat ini. Surat yang aku tulis tepat di malam sebelum kita menikah, disaat ketakutan akan sebuah kepercayaan dan bagaimana mempercayai pasangan begitu menakutkanku. Besok aku akan menikahimu, dan kita akan berjanji saling mencintai sepanjang hidup kita. Tapi sepanjang hidup tidaklah mudah dilewati tanpa kepercayaan. Karena itu aku membuat kotak ini untukmu. Iya, untukmu… bukan untukku Untuk seberapa besar kepercayaan yang kau berikan padaku…. Kamu mungkin bisa menutup kotak ini kembali, dan berpura-pura tak pernah membukanya sedikit pun. Aku akan percaya. Aku akan percaya, dan aku tidak akan pernah bertanya. Tapi akankah hatimu percaya pada dirimu sendiri? Kotak ini adalah sebuah ujian untuk dirimu sendiri. Dan orang yang mampu menilainya adalah dirimu sendiri. Bukan orang lain. Bukan aku. Kejujuran adalah detak jantungmu, serapat apapun kau menyimpannya, kau akan tetap tahu bahwa dia tersimpan rapi dalam dirimu. Kita tak harus melihat untuk percaya Aku mencintaimu, bahkan terlalu mencintaimu… dan aku hanya ingin kau percaya dengan hatimu… Dariku, Suamimu satu dua titik air mengalir dari ujung matanya. Dia tahu, dia telah mengacaukan semuanya dan merusak sendiri kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Kepercayaan untuk menjaga kotak ini agar tidak terbuka, sama halnya menjaga kepercayaan atas dirinya sendiri. KLIK! Malam itu begitu hening. Bulan hanya separuh menyinari, ditemani angin dingin yang berhembus pelan menimbulkan suara desau daun di pekarangan. Pasangan itu duduk di halaman belakang. Meringkuk. ‘mas… aku mau bilang sesuatu….’ Sang istri menghela nafas, memberi jeda pada kejujuran yang ternyata tak mudah diucapkan ‘aku minta maaf… karena aku telah mem..’ ‘ssh.. sudahlah, aku tau. Aku juga yg terlalu egois dengan konsepku tentang sebuah kepercayaan. Aku harap kau mengerti. Aku hanya takut kehilangan kepercayaan itu darimu. Kepercayaan bahwa aku mencintaimu dalam kata yang mungkin tak pernah terucapkan… terima kasih telah berkata jujur… ' Dia merengkuh sang belahan jiwa ke dalam pelukannya, dalam hangat cinta yang mengalahkan dingin angin malam itu. Satu lagi pasangan dari milyaran pasangan yang pernah ada di dunia, tengah belajar tentang arti memahami, mempercayai, mencintai, dan dicintai rntxd 26102009

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun