Mohon tunggu...
Roni Sitepu
Roni Sitepu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Hukum

Seorang Mahasiswa magister ilmu hukum yang fokus terhadap nilai-nilai norma sebagai instuisi dalam menjalankan hukum. Memiliki ketertarikan terhadap dinamisme perkembangan hukum tindak pidana korupsi.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Keberhasilan Lembaga Anti Korupsi Singapura Dalam Mengatasi TIPIKOR, Perlukah KPK Melakukan Pembaharuan Sistem Hukum Pidana?

11 Oktober 2023   09:49 Diperbarui: 11 Oktober 2023   09:59 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang besar serta mengancam prinsip-prinsip demokrasi Indonesia, yaitu stabilitas, tranparansi, akuntabilitas, dan integritas sehingga berimbas pada kesejahteraan rakyat. Korupsi bukan hanya terjadi di lingkungan ekonomi, tetapi sudah mengakar ke sektor politik dan budaya. Korupsi seakan menjadi budaya dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia.

Indonesia dalam majalah Asian Intelligence dalam satuan Grade 1-10 menempatkan Indonesia dalam posisi dua negara dengan tingkat persepsi korupsi tertinggi dibawah Vietnam. Indonesia mendapatkan nilai 8,09 sedangkan Vietnam 8,24. Peringkat pertama sebagai negara terbersih dari korupsi adalah Singapura dengan grade 1,33. survei tersebut dianggap wajar ketika melihat data kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.

Banyak penyebab yang mempengaruhi terjadinya tingkat korupsi yang ada di Indonesia, Dalam teori Robert Klitgaard, korupsi terjadi akibat dari dorongan monopoli kekuatan oleh pimpinan (monopoly of power) ditambah dengan besarnya kekuasaan yang dimiliki (discretion of official) dan tanpa adanya pengawasan yang memadai (minus accountability). Teori tersebut dapat dilihat bahwa garis besar penyebab terjadinya korupsi adalah penegakan hukum.

Khusus dalam penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi di Indonesia, terdapat berbagai lembaga yang mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tersebut. Lembaga-lembaga tersebut diantaranya lembaga kepolisian, kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut KPK).

Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KPK diberi amanat melakukan pemberantasan korupsi secara profesional, intensif, dan berkesinambungan. KPK yang harusnya merupakan lembaga negara yang bersifat independen, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun, namun sudah menjadi lembaga pemerintahan yang indepedensinya dipertanyakan. Dibentuknya KPK sangat membantu penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi, namun survei yang dilakukan Tranparency International menyebutkan Indonesia masih berada di peringkat 90 dari 176 negara dengan skor 37, hal tersebut berbanding terbalik dengan negara Singapura yang berada pada posisi 7 dengan skor 84. Padahal secara umum kedua negara sama-sama memiliki lembaga anti korupsi.  

Ada banyak sistem yang sangat kontras antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan CPIB (Corrupt Practices Investigation Bureau). KPK yang memiliki peran KORSUPGAH (koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi) dalam mengurusi korupsi. Sebelas instrumen perundang-undangan KPK tidak memberi jaminan utuh terhadap wewenang penyidikan. Sedangkan CPIB memiliki empat peraturan perundang-undangan dan memberikan wewenang utuh seperti penyidikan tanpa surat perintah, khususnya pada tahap penangkapan sesuai Pasal 15 PCA (Undang-Undang Pencegahan Korupsi/Prevention Corruption Act) , sementara itu KPK harus membuat surat perintah penangkapan yang didasari Pasal 21 Ayat (2) KUHAP. Hal lainnya Terdapat penyetaraan pangkat antara penyidik CPIB dengan perwira kepolisian. Pasal 122 KUHAP Singapura menyatakan penyidik CPIB dapat menjalankan seluruh kekuasaan penyidikan oleh kepolisian tanpa perintah jaksa. Sedangkan Pasal 39 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 menjelaskan penyidik yang menjadi pegawai KPK harus diberhentikan sementara dari kepolisian atau kejaksaan. 

Keistimewaan lain dari CPIB adalah Penyidik CPIB dapat membuka rekening tersangka tanpa koordinasi dengan pihak lain, tidak seperti yang dilakukan KPK yang harus melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia berdasarkan Nota Kesepahaman Nomor 8/1/BI/DHK/NK/ dan Nomor 031/KPK-BI/XII/2006 tentang kerja sama dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Sebagai bentuk pangakuan posisi CPIB, dalam pembebasan berdasarkan jaminan/obligasi yang pembebasan yang dilakukan oleh polisi dibawah pangkat sersan, maka harus melampirkan nama direktur atau penyidik CPIB. Wewenang CPIB luas mengurus segala kasus korupsi bahkan diluar kasus korupsi seperti penyalahgunaan wewenang dalam lingkup swasta. Sementara proses penegakan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia berdasarkan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 hanya mencakup penyelenggaraan negara. Keistimewan penyidikan CPIB dapat dilihat dari "zero toleransi" terhadap korupsi, tidak ada minimum nominal uang terhadap pemidanaan, berbeda dengan Indonesia, korupsi yang dibawah Rp.10.000.000,00 harus dibuktikan oleh penuntut umum.

Kompleksitas kondisi permasalahan korupsi di Indonesia meliputi faktor ekonomi, politik dan hukum. Singapura melalui banyak sektor pemerintahan memiliki pondasi berupa Politic Will yang memperkuat motivasi untuk enggan berbuat dan terlibat dalam korupsi. Poltical Will yang dimaksud merupakan konsep yang kompleks yang berfokus kepada tiga aspek: distribusi preferensi; reformasi otoritas, kepastian, legitimasi; dan komitmen. Indikator yang paling penting dari kemauan politik adalah anggaran yang harus dikeluarkan dan dialokasikan ke CPIB. Jika dilihat dari jumlah pengeluaran perkapita singapura adalah USD 13,40 dan Indonesia USD 0,18. Akibatnya tidak mengherankan bahwa Singapura telah berhasilkan mengendalikan korupsi karena kemauan politik yang kuat termanifestasi dalam pengeluaran perkapita mereka yang tinggi. Alasan Kedua keunggulan Kemauan Politik yang dilakukan Singapura adalah pemerintah memberikan sumber daya dan operasional yang memadai sehingga tingkat untuk keberpihakkan CPIB kepada pelaku korupsi rendah. Alasan ketiga adalah kuatnya identifikasi penyebab korupsi yang dilakukan pemerintah Singapura. Pemerintah bisa merekomendasikan langkah-langkah yang tepat untuk menangani penyebab korupsi dengan periode panjang yang berkelanjutan. Selain itu kemauan poltik dapat dihasilkan dari pemerintah ke masyarakat, atau masyarakat ke pemerintah. Artinya ada sinergi kemauan politik secara top-down atau down-top.  

Singapura juga fokus terhadap korupsi pada sektor publik dan menekan jumlah angka korupsi dan berdampak pada perkembangan ekonomi. Sedangkan Indonesia masih bermasalah pada sektor publik-politik dengan bukti ditemukan banyak elit politik terlibat korupsi. Hal ini juga di sebabkan oleh KPK yang kekurangan jumlah pegawai akibat perluasan cakupan geografis. 

Peran ikut serta masyarakat dalam menekan angka korupsi di Indonesia masih rendah khususnya pada pelaporan. Dibandingankan dengan peran pelaporan yang dilakukan masyarakat di Singapura telah mencapai 85% khususnya pelaporan sektor swasta. Peran masyarakat dalam melakukan pelaporan atau pengaduan dimaksudkan untuk mewujudkan hak dan tanggung jawab sebagai penyelenggara negara yang bebas dan bersih dari tindak pidana korupsi serta sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan yang diwujudkan dalam bentuk mencari, memperoleh, memberikan data, atau informasi tentang tindak pidana korupsi dan hak menyampaikan saran dan pendapat serta bertangung jawab terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun