Mohon tunggu...
Roni Patihan
Roni Patihan Mohon Tunggu... Guru - Alumni LIPIA Jakarta, pimpinan Insan Cendekia Boarding School (ICBS) Payakumbuh, Sumatera Barat

Menyukai membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Peran Santri dalam Kemerdekaan Indonesia

22 Oktober 2023   14:05 Diperbarui: 27 Oktober 2023   07:51 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Para pejuang bangsa, para pahlawan, tokoh - tokoh hebat bangsa adalah orang - orang yang sangat berjasa atas tercapainya kemerdekaan Indonesia. Bersama rakyat, mereka terus menggemakan perjuangan dan perlawanan atas penjajah. Sebagian mereka bahkan menemui ajal sebelum misi ini tercapai.


Sebagian lagi menua dipenjara bertahun - tahun lamanya, jauh dari keluarga dan kampung halaman tercinta. Beberapa diantaranya masih hidup untuk menyaksikan nikmat kemerdekaan itu akhirnya berhasil diraih.


Dan para ulama, kiyai dan santri adalah diantara yang telah berjasa dalam melawan penjajah dan memperjuangkan tercapainya kemerdekaan Indonesia. Tidak peduli berapa banyak santri, kiyai dan ulama yang syahid di jalan ini. Berapa banyak pengorbanan telah dicurahkan. Berapa banyak darah telah tertumpah.


Peran mereka terekam rapi dalam catatan sejarah.


Bukalah kembali sejarah perang Sabil di Aceh yang dikobarkan pertama kali oleh Sultan Muhammad Daud Syah dan Panglima Polim. Ketika Sultan Kerajaan Aceh ditangkap Belanda, perlawanan rakyak Aceh terus berkobar di bawah komando Tengku Umar, dan ketika Teuku Umar wafat, perjuangan diteruskan istrinya Cut Nyak Din.


Sejarah mencatat tidak ada satu suku bangsapun yang begitu gagah berani dan fanatik dalam peperangan melawan kolonial Belanda, selain bangsa Aceh. Wanita -- wanitanya pun mempunyai keberanian dan kerelaan berkorban jauh melebihi wanita -- wanita lain.
Bacalah juga kembali perang Padri di Minang Kabau, perang Diponegoro di Jawa, perlawanan kesultanan Demak mengusir penjajah, kesultanan Ternate dan Tidore, perlawanan kerajaan Melayu di Deli, Riau dan lainnya.


Begitu banyak ulama, sultan dan rakyat bahu membahu, rela berkorban demi tercapainya sebuah bangsa yang merdeka. Ini perlu kita ingat, agar peran mereka, jasa dan pengorbanan mereka tetap kita kenang. Agar nilai - nilai perjuangan mereka dapat kita resapi, hayati dan warisi.


Sebagian mereka menyumbangkan ide dan masukan yang sangat penting bagi pondasi dan dasar -dasar bernegara.


Ir. Soekarno, saat kekuasan kolonial Belanda hampir berakhir di permulaan tahun 1942, dengan kedatangan tentara Jepang yang secara cepat dan mengejutkan menduduki beberapa negara Asia Timur dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sempat berdiskusi dengan Syaikh Abbas Abdullah tentang dasar - dasar negara Indonesia, jika nanti Indonesia Merdeka.


Syaikh Abbas menyampaikan bahwa dasar negara Indonesia mestilah Ketuhanan yang Maha Esa. Usulan Syaikh Abbas inilah, salah satunya, yang nanti akan dirumuskan Soekarna dalam pidatonya di sidang BPUPKI yang pertama tentang dasar - dasar negara Indonesia.


Ada lima dasar negara yang disebutkan Soekarno dalam pidato itu. Salah satunya adalah Sila Ketuhanan yang Maha Esa. Banyak pihak menyakini bahwa sila itu terinspirasi dari usulan Syaikh Abbas Abdullah dari Padang Japang, Sumatera Barat.


Syaikh Abbas Abdullah adalah salah satu ulama Minang Kabau yang dihormati pada masanya. Beliau adalah salah satu murid Syaikh Ahmad Khatib Al Minang Kabawi, yang bertahun - tahun lamanya belajar di Masjidil Haram, lalu juga belajar di Al Azhar Mesir.
Beliau mendirikan pesantren yang dinisbatkan kepada namanya, Darul Funun El Abasyiah di Padang Japang Lima Puluh Kota, yang masih berdiri hingga kini. Dari nama pesantrennya, dapat terlihat bahwa Syaikh Abbas begitu terkesan dengan model pendidikan di Turki Utsmani.


Itu karena nama Darul Funun merupakan lembaga pendidikan yang dibentuk pertama kali oleh Sultan Muhammad Al Fatih tak lama setelah menaklukkan kota Konstantinopel (hari ini Istanbul) di Turki.


Tapi peran dan jasa Syaikh Abbas Abdullah bukan hanya sekedar ide besar bernegara saja, perannya lebih dari itu. Di tahun 1945, di saat Indonesia baru saja merdeka, Belanda ternyata masih berkeinginan menjajah Indonesia. Maka terjadilah Revolusi bersenjata di seluruh Nusantara.


Syaikh Abbas menggerakkan murid -- muridnya untuk berjihad fi sabillah. Beliau sendiri diangkat menjadi Imam Jihad oleh Majlis Islam Tinggi (MIT) yang berpusat di Bukittinggi. Pesantrennya juga pernah dijadikan salah satu pusat pertahanan Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dimana Mr. Teuku Mohammad Hasan, wakil ketua PDRI, menjadikannya sebagai markas perjuangan.


Begitu juga perjuangan dan perlawanan para santri, kiyai, ulama bersama rakyat di daerah lainnya melawan penjajah.
Pada tanggal 22 Oktober 1945 seorang ulama kharismatik Jawa Timur, pendiri Nahdhatul Ulama (NU), organisasi massa terbesar di Indonesia, KH. Hasyim Asy'ari mengobarkan Resolusi Jihad untuk menentang penjajah.


Resolusi Jihad itu berisi perintah kepada seluruh umat muslim di Indonesia untuk berperang melawan sekutu yang ingin menjajah kembali wilayah Indonesia pasca Proklamasi Kemerdekaan. KH. Hasyim Asy'ari juga turut menggerakkan santri, pemuda, dan masyarakat untuk sama-sama berjuang melawan pasukan kolonial yang berupaya merusak keutuhan NKRI.


Tanggal dibacakannya Resolusi Jihad itu kemudian ditetapkan pemerintah pada tahun 2015 sebagai hari Santri Nasional. Itu karena ulama dan santri pondok pesantren dianggap memiliki peran besar dalam perjuangan merebut kemerdekaan Republik Indonesia, mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta mengisi kemerdekaan.


Pada saat yang sama juga agar kita dapat mengenang, meneladani, dan melanjutkan peran ulama dan santri dalam membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia serta berkontribusi dalam pembangunan bangsa.

Dokpri
Dokpri
Selamat Dirgahayu Kemerdekaan RI ke 78. Selamat hari Santri Nasional 22 Oktober. Semoga semangat perjuangan dan pengorbanan para tokoh bangsa, ulama kita dapat kita warisi dan teladani. Amin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun