Kedua peristiwa itulah yang melatarbelakangi anak saya yang nomor dua itu mengungkapkan isi hatinya lewat kedua surat itu.
Caranya memberikan surat itupun cukup unik.
Surat yang pertama dia berikan saat saya dan anak saya itu, kami berdua, selesai mencuci mobil kami yang kelihatan sangat kotor setelah saya bawa untuk kegiatan outdoor bersama kawan - kawan pengajian. Sebenarnya kami, saya dan anak saya yang nomor dua itu, cukup sering menghabiskan waktu bersama berdua untuk mencuci mobil di halaman rumah kami.
Sayapun sengaja memilih mencuci mobil bersama keluarga daripada menyerahkannya ke tempat cucian mobil yang tempatnya dekat dan banyak terdapat di daerah kami tinggal. Itu karena, disamping saya ingin selalu memastikan mobil terlihat bersih setiap akan digunakan, saya ingin menghabiskan banyak waktu bersama keluarga di rumah.
"Yah, Nadia mau mandi dulu ya." Ujar anak saya itu, saat pekerjaan mencuci mobil hampir selesai di bagian luarnya, menyisakan pembersihan untuk bagian dalamnya saja lagi.
Dan saya kaget, saat mulai membersihkan dashboard, persis di depan setir mobil, saya menemukan sehelai surat, yang dilipat dengan cukup rapi. Sayapun membukanya, terus membacanya.
Surat itu bercerita tentang komplain anak saya itu, dimana saya banyak menghabiskan waktu di luar sana, sehari sebelumnya bersama kawan - kawan saya, dan seolah melupakan keluarga. Saya disebutnya tidak lagi mencintai keluarga. Itu dia tambahkan dengan gambar hati berwarna merah terbelah, yang setahu saya itu perlambangan untuk orang yang sedang gundah gulana diputus cinta.
Saya geleng - geleng kepala dibuatnya, saat saya baca surat itu langsung di dalam mobil yang belum sepenuhnya selesai saya cuci dan bersihkan.
Saya takjub dengan caranya mengungkap perasaannya. Padahal kami beberapa saat sebelumnya menghabiskan waktu bersama mulai dari menyiramkan air ke mobil, mencucinya dengan busa melimpah, membersihkan semua bagian dalamnya, sampai menanggalkan bagian dasar karpetnya dan membersihkan semua kotoran yang menempel di karpet itu.
Tapi tak satupun kata - kata menyerupai komplain yang keluar dari mulutnya. Semua seolah terjadi seperti biasa saja. Kami berbincang terkait beberapa hal, seperti yang biasa kami lakukan setiap mengadakan aktifitas mencuci mobil bersama.
Itulah surat cintanya yang pertama kepada saya. Surat cintanya kedua, pun juga tak kalah menariknya. Baik caranya menyampaikan surat itu, maupun kata dan kalimat yang disusunnya. Semuanya menarik.