Mohon tunggu...
Roni Okto Junaedi M
Roni Okto Junaedi M Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Akuntansi

NIM 55523110046 | Program Studi Magister Akuntansi | Fakultas Ekonomi dan Bisnis | Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si., Ak.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Diskursus Persamaan Math pada Controlled Foreign Company

3 Desember 2024   22:42 Diperbarui: 3 Desember 2024   22:45 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persamaan pajak Dividen PT Petruk (Sumber: dokumen pribadi)

Persamaan pajak Dividen PT Bagong (Sumber: dokumen pribadi)
Persamaan pajak Dividen PT Bagong (Sumber: dokumen pribadi)

Persamaan pajak Dividen PT Gareng (Sumber: dokumen pribadi)
Persamaan pajak Dividen PT Gareng (Sumber: dokumen pribadi)

Persamaan pajak Bunga PT Cawe Cawe (Sumber: dokumen pribadi)
Persamaan pajak Bunga PT Cawe Cawe (Sumber: dokumen pribadi)

Persamaan pajak Capital Gain PT Bawang Brebes (Sumber: dokumen pribadi)
Persamaan pajak Capital Gain PT Bawang Brebes (Sumber: dokumen pribadi)

Perkembangan ekonomi global telah membuka peluang bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi bisnis lintas negara. Namun, hal ini juga menghadirkan tantangan dalam hal pengelolaan pajak, terutama terkait praktik penghindaran pajak (tax avoidance). Salah satu cara perusahaan menghindari pajak adalah dengan mendirikan anak perusahaan di negara-negara dengan tarif pajak rendah (tax haven country), yang sering disebut Controlled Foreign Corporation (CFC).

Di Indonesia, untuk menghadapi praktik tersebut, pasal 18 ayat (2) Undang-undang tentang Pajak Penghasilan telah memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek, dengan ketentuan sebagai berikut:

  • besarnya penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor; atau
  • secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya memiliki penyertaan modal paling rendah 50% (lima puluh persen) dari jumlah saham yang disetor.

Sebagai pelaksanaan kewenangan tersebut, Menteri Keuangan Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.03/2017 tentang Penetapan Saat Diperolehnya Dividen dan Dasar Penghitungannya oleh Wajib Pajak Dalam Negeri atas Penyertaan Modal pada Badan Usaha di Luar Negeri Selain Badan Usaha yang Menjual Sahamnya di Bursa Efek, yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.03/2019. Dalam Peraturan Menteri Keuangan yang baru ini, terdapat perbedaan mendasar yaitu perubahan terkait penghasilan yang dikenakan pajak di Indonesia (dianggap sebagai dividen), sebelumnya adalah laba setelah pajak CFC (artinya tidak membedakan active income dan passive income), menjadi penghasilan CFC yang terbatas pada penghasilan berupa bunga, dividen, sewa, royalti, dan keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta saja (passive income). Perubahan mendasar ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia hanya menargetkan kepada jenis penghasilan yang memang umumnya dikelola oleh CFC yang sengaja memarkir dana dan penghasilannya di luar negeri untuk menghindari pajak di Indonesia yang menganut sistem worldwide income.

Peraturan ini juga mencegah adanya pemajakan berganda atas penghasilan aktif yang dilakukan oleh perusahaan terkendali (CFC) di luar negeri. Dengan kata lain, peraturan baru ini jauh lebih menyasar target dan memiliki spirit untuk secara tepat menyasar ke pencegahan penghindaran pajak melalui skema CFC, dan telah sesuai rekomendasi dari BEPS Action 3 serta sudah menjadi international best practices

PMK ini memberikan dasar hukum pengenaan pajak atas penghasilan tertentu dari CFC, baik yang telah dibagikan kepada pemegang saham maupun yang dianggap dibagikan (deemed dividend). Artikel ini akan membahas secara komprehensif pengaturan, implikasi, dan tantangan dari kebijakan ini.

Controlled Foreign Corporation (CFC): Konsep Dasar

CFC adalah perusahaan asing yang sahamnya mayoritas (minimal 50%) dimiliki oleh wajib pajak dalam negeri. Dalam konteks perpajakan, perusahaan ini sering dimanfaatkan untuk mengalihkan laba dari negara asal pemilik saham ke negara yang memiliki tarif pajak lebih rendah atau bahkan tidak memiliki pajak sama sekali.

PMK No. 93/PMK.03/2019 mendefinisikan penghasilan pasif yang diperoleh oleh CFC sebagai objek pajak di Indonesia. Ini meliputi:

  • Dividen.
  • Bunga.
  • Royalti.
  • Sewa.
  • Capital gain dari penjualan aset.

Pengaturan ini bertujuan untuk mencegah praktik penghindaran pajak dengan cara menahan laba di CFC tanpa mendistribusikannya kepada pemegang saham.

Ketentuan Pokok dalam PMK No. 93/PMK.03/2019

Pokok-pokok yang diatur dalam CFC rules di Indonesia yaitu PMK 93/PMK.03/2019 antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Deemed Dividend Penghasilan dari CFC yang belum dibagikan sebagai dividen tetap dianggap sebagai dividen yang diterima oleh pemegang saham dalam negeri. Kebijakan ini bertujuan untuk mencegah penundaan pembayaran pajak yang sering dilakukan dengan cara menahan laba di luar negeri.
  2. Kewajiban Pelaporan Wajib pajak yang memiliki kepemilikan saham di CFC diwajibkan melaporkan penghasilan dari CFC dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Hal ini meningkatkan transparansi dan akuntabilitas wajib pajak.
  3. Kriteria Penghasilan Kena Pajak PMK ini menekankan penghasilan pasif sebagai objek pajak utama, yang sering kali menjadi fokus penghindaran pajak. Misalnya, bunga dan royalti adalah jenis penghasilan yang sering dialihkan ke CFC karena perlakuan pajak yang lebih menguntungkan di negara tertentu.
  4. Penerapan Tarif Pajak Penghasilan dari CFC dikenakan tarif pajak sesuai dengan tarif pajak penghasilan badan atau pribadi yang berlaku di Indonesia. Hal ini memastikan bahwa penghasilan lintas negara tetap dikenai pajak secara adil.

pada dasarnya pengaturan tentang CFC di berbagai negara memiliki tujuan yang hampir sama yaitu:

  • Mencegah Penghindaran Pajak

Peraturan ini dirancang untuk menutup celah penghindaran pajak dengan mengatur penghasilan yang ditahan di luar negeri melalui CFC.

  • Meningkatkan Penerimaan Pajak 

Dengan mengenakan pajak pada deemed dividend, negara dapat memperoleh penerimaan pajak yang sebelumnya sulit dipungut karena sifat lintas negara dari penghasilan tersebut.

  • Harmonisasi dengan Standar Internasional 

Peraturan ini selaras dengan rekomendasi OECD dalam kerangka Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), khususnya pada Action 3 yang mengatur tentang kontrol atas CFC.

Manfaat Penerapan CFC Rules bagi Indonesia

  • Meningkatkan transparansi pajak. Dengan kewajiban pelaporan yang lebih ketat, wajib pajak diharapkan tidak dapat menyembunyikan penghasilan pasif mereka di CFC lagi. Transparansi ini pada akhirnya akan meningkatkan kredibilitas sistem perpajakan Indonesia di mata investor internasional
  • Mencegah perencanaan pajak yang agresif. Perusahaan multinasional sering memanfaatkan CFC untuk meminimalkan pajak yang dibayarkan. Kebijakan ini mencegah praktik tersebut dengan mengenakan pajak atas penghasilan yang belum diterima secara langsung.
  • Penyelarasan dengan ketentuan global. Dengan menerapkan aturan ini, Indonesia menyesuaikan kebijakan pajaknya dengan standar internasional, sehingga mengurangi risiko pencoretan dari daftar negara yang dianggap tidak kooperatif dalam hal perpajakan internasional.

Meskipun memiliki manfaat, penerapan CFC rules juga menghadapi tantangan dalam implementasinya, khususnya terkait akses informasi. Pelaporan penghasilan dari CFC membutuhkan informasi keuangan yang rinci dan akurat. Tantangan muncul jika negara tempat CFC beroperasi memiliki regulasi privasi yang ketat, sehingga sulit untuk mendapatkan data yang diperlukan. Selain itu, Kewajiban melaporkan penghasilan dari CFC menambah beban administrasi bagi wajib pajak. Mereka harus menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan standar domestik, meskipun perusahaan beroperasi di luar negeri. Kewajiban melaporkan penghasilan dari CFC menambah beban administrasi bagi wajib pajak. Mereka harus menyusun laporan keuangan yang sesuai dengan standar domestik, meskipun perusahaan beroperasi di luar negeri.

Untuk lebih memahami penerapan PMK Nomor 93/PMK.03/2019, mari kita telaah beberapa contoh praktis yang menggambarkan kompleksitas Controlled Foreign Company.

Contoh Kasus 1: Perusahaan Teknologi

PT Digital Inovasi, sebuah perusahaan teknologi Indonesia, memiliki anak perusahaan di Singapura bernama Digital Solutions Pte Ltd. Perusahaan Singapura ini dibentuk dengan kepemilikan 70% oleh PT Digital Inovasi. Digital Solutions Pte Ltd beroperasi di bidang konsultasi teknologi dan memperoleh penghasilan dari jasa konsultasi internasional.

Dalam skenario ini, Digital Solutions Pte Ltd memenuhi kriteria CFC karena:

  • Lebih dari 50% saham dimiliki oleh perusahaan Indonesia
  • Memiliki penghasilan dari aktivitas jasa lintas negara
  • Beroperasi di negara dengan rezim pajak yang berbeda

Contoh Kasus 2: Investasi Keuangan

PT Investama, perusahaan investasi Jakarta, mendirikan sebuah perusahaan di Kepulauan Cayman dengan kepemilikan 100%. Perusahaan ini fokus pada investasi portofolio global, menghasilkan pendapatan mayoritas dari bunga deposito, dividen, dan keuntungan perdagangan sekuritas.

Karakteristik CFC dalam kasus ini meliputi:

  • Kepemilikan penuh oleh perusahaan Indonesia
  • Penghasilan didominasi oleh sumber pasif
  • Lokasi di yurisdiksi dengan tarif pajak rendah

PMK No. 93/PMK.03/2019 adalah langkah progresif dalam sistem perpajakan Indonesia yang bertujuan untuk mencegah penghindaran pajak melalui CFC. Kebijakan ini mencerminkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan transparansi fiskal dan keselarasan dengan standar internasional.

Namun, tantangan dalam implementasi, seperti kompleksitas administrasi dan potensi pajak berganda, harus diatasi untuk memastikan kebijakan ini memberikan manfaat optimal tanpa mengurangi daya saing ekonomi Indonesia. Dengan pendekatan yang tepat, PMK ini dapat menjadi fondasi yang kuat untuk sistem perpajakan yang lebih adil dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun