Mohon tunggu...
Roni Kurniawan
Roni Kurniawan Mohon Tunggu... -

menyukai sebuah senyuman

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Politik Ekonomi Pangan

8 Januari 2015   00:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:36 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1420625291122731901

Terlepas dari itu, berbagai penelitian mutakhir menunjukkan bahwa beras merupakan komoditas yang menduduki posisi strategis dalam proses pembangunan pertanian , karena beras telah menjadi komoditas politik dan menguasai hajat hidup rakyat indonesia. Masyarakat telah mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok sehingga beras menjelma menjadi sektor ekonomi strategis bagi perekonomian dan ketahanan pangan nasional.

Ada yang meramalkan Indonesia diprediksi akan mengalami krisis pangan pada tahun 2017 dengan mengacu dari sejumlah kasus, seperti kelangkaan kedelai pada awal 2008 atau impor beras, gula, dan komoditas pangan lain (daging sapi).

Faktanya hingga kini Indonesia masih mengimpor pangan untuk menjaga ketahanan pangan pada tingkat yang dianggap aman. Dalam konteks itu, tidaklah aneh jika sejumlah kalangan termasuk anggota DPR RI mengingatkan pemerintah agar selalu mewaspadai potensi krisis pangan nasional. Memang wajar ketika ketersediaan pangan semakin tipis atau masyarakat tidak mampu menjangkau harga pangan yang terus naik, stakeholders pangan menekan pemerintah agar mengatasi persoalan itu. Salah satu cara klasik yang ditempuh pemerintah adalah dengan mendorong petani menggenjot produksi pangan baik dengan pola intensifikasi maupun ekstensifikasi pertanian.

Dilema produksi dan diversifikasi pangan

Hingga tahun 2012 masalah ketanahan pangan khususnya beras menjadi persoalan besar bangsa Indonesia. Angka kuota impor beras rata-rata masih diatas angka jutaan ton. Pada tahun 2011, impornya 1,6 juta ton dan diperkirakan pada tahun 2012  tidak akan jauh bergeser. Besarnya angka impor dimaksudkan untuk menjaga ketahanan pangan agar pasokan dan harga pangan tetap terjangkau dan stabil. Sebagai negara yang berpenduduk banyak dan dengan tingkat konsumsi terhadap beras yang juga tinggi, besar kecilnya impor beras yang dilakukan Indonesia seara langsung memiliki pengaruh signifikan pada harga beras dunia. Dengan membeli 1,5 juta ton sampai 2 juta ton beras dari 8  juta ton beras yang ada di pasaran dunia, angka itu sangat mungkin akan memicu kenaikan harga beras dunia.

Keadaaannya akan beda jika tingkat konsumsi beras Indonesia diturunkan dengan cara diversifikasi konsumsi pangan. Pola konsumsi yang dominan beras menjadikan kebutuhan beras begitu besar, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. Berbagai sumber menunjukkan bahwa pola konsumsi beras masyarakat Indonesia mencapai dua kali lipat dibandingkan konsumsi beras masyarakat negara-negara tetangga, bahkan tertinggi di dunia. Konsumsi beras indonesia saat ini adalah 139 kg per kapita/tahun. Padahal konsumsi beras Thailand dan Malaysia hanya berkisar 65-70 kg per kapita/tahun.

Jika pola konsumsi beras masyarakat bisa ditekan dan diganti dengan jenis pangan yang lain (jagung, umbi-umbian atau gandum), persoalan ketahanan pangan Indonesia akan lebih kuat karena sejumlah pangan Indonesia akan bekembang. Jagung, atau umbi-umbian (ubi jalar, singkong, uwi, suweg, gembili, talas dan ganyong) sejak lama telah menjadi makanan alternatif bagi penduduk Indonensia. Untuk itu, diversifikasi pangan adalah bagian dari upaya memperkuat ketahanan pangan meskipun tidak langsung. Dengan kata lain, semua jenis pangan baik yang berasal dari tanaman, ternak, maupun ikan, menjadi hal yang penting dalam sistem ketahanan pangan. Ketergantungan masyarakat pada jenis pangan tertentu perlu ditekan dengan menawarkan jenis pangan alternatif. Edukasi publik yang intensif diperlukan agar masyarakat mau beralih dari beras.

Memang produksi pangan kini semakin mengkhawatirkan, sejumlah ahli memperkirakan untuk periode 2000-2015 laju peningkatan produksi pangan akan turun menjadi rata-rata 1,6% per tahun. Namun angka itu masih lebih tinggi jika dibandingkan laju pertumbuhan penduduk dunia yang diprediksi 1,2% per tahun. Untuk periode 2015-2030, laju pertumbuhan produksi pangan diprediksikan akan lebih rendah lagi yakni 1,3% per tahun dan itu masih lebih tinggi daripada pertumbuhan penduduk dunia sebesar 0,8% per tahun. FAO pun memprediksi, bahwa produksi biji-bijian dunia akan meningkat sebesar 1 miliar ton selama 30 tahun ke depan dari 1,84 miliar ton tahun 2000 menjadi 2,84 miliar ton tahun 2030.

Pangan Milik Kita Bersama

Dalam beberapa dasarwarsa terakhir, dimensi politik dan ekonomi pangan terasa semakin krusial dan mengkhawatirkan. Fakta bahwa semakin sulit negara mencukupi kebutuhan pangan rakyatnya sekalipun secara agregat produksi pangan dunia masih mencukupi. Rendahnya daya beli seiring dengan meningkatnya harga pangan menjadi persoalan yang mengancan ketahanan pangan sebuah negara dan kelompok masyarakat tertentu. Di sejumlah tempat, isu pangan menjadi sesuatu yang sangat sensitif dan sering dijadikan komoditas politik untuk mencapai tujuan politik. Dari perspektif ekonomi juga demikian, misalnya ketika terjadi kelangkaan pasokan, banyak pihak yang dirugikan, tetapi tidak sedikit yang menangguk keuntungan besar. Sejumlah sektor industri dan jasa yang terkait dengan pangan juga terpengaruh sehingga mengganggu stabilitas ekonomi sebagai tercermin dari tingkat inflasi yang disumbangkan sektor pangan jika ada masalah seperti kenaikan harga akibat kelangkaan pasokan atau sebab lain.

Tidak diragukan lagi bahwa pangan adalah komoditas politik dan ekonomi yang sangat strategis. Keberadaannya sangat menentukan kepentingan dan hajat hidup orang banyak sehingga tidak ada pilihan lain kecuali negara harus campur tangan terhadapnya. Negara atau pemerintah harus dapat memastikan bahwa barang strategis itu bukan hanya tersedia pasokannya dalam jumlah cukup, terjangkau dan berkualitas, tetapi harus bisa berujung pada kesejahteraan rakyat sebagaimana yang diamanatkan konstitusi. Indonesia memiliki potensi untuk mencukupi kebutuhan pangan rakyatnya jika kekayaan alam berupa tanah dan air yang ada dapat dikelola secara efektif dan efisien dengan senantiasa menjaga kelestariannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun