Mohon tunggu...
Roni Resky Pauji
Roni Resky Pauji Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Alumni Program Vokasi-Akuntansi Universitas Indonesia (UI) 2016. Volunteer at WikiDPR.org, Owner Online Shop ronskyone.goodstore.id Tulisan ku sederhana, hanya ingin berbagi cinta dalam sederet kata.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Pelajaran dari Jakarta Pos, dalam Jurnalistik tidak boleh Menghina Agama

8 Juli 2014   03:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:05 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:http://politik.kompasiana.com/2014/04/05/ketika-jurnalisme-partisan-semakin-merajalela-646725.html

[caption id="" align="alignnone" width="945" caption="Sumber:http://politik.kompasiana.com/2014/04/05/ketika-jurnalisme-partisan-semakin-merajalela-646725.html"][/caption]


Hari ini setelah baca berita di beberapa situs berita Online seperti kompas.com dan republika.co.id dan beberapa situs lainnya ada hal yang sangat disayangkan bagi saya sebagai pembaca dan sekaligus wartawan kampus. Hari ini saya membacaberita yang bersumber dari Republika bahwa Koran ternama Jakarta Pos menampilkan gambar/karikatur dalam editorialnya tentang ISIS yang menghina islam. Dalam karikatur tersebut terdapat bendera berlafaz 'laa ilaha illallah' dengan logo tengkorak yang terpasang di bendera. Dan juga terdapat lafaz tahlil tersebut dipadukan dengan bendera tengkorak khas bajak laut. Kemudian, tepat di tengah tengkorak, tertera tulisan 'Allah, Rasul, Muhammad'.

Ini sungguh sangat disayangkan kepada koran sekelas Jakarta Pos yang baru-baru ini menjadi media partisan dengan ikut mendukung Jokowi-JK sebaga calon presiden dalam beberapa hari terakhir. Meskipun telah meminta maaf namun umat islam tetap kecewa dengan hal ini. Jakarta Pos terlanjur mengidentifikasi kelompok islam dengansegerombolan teroris melalui karikatur yang dimuat di edisi Kamis, 3 Juli 2014.

[caption id="attachment_332484" align="aligncenter" width="465" caption="Karikatur Yang Di Muat Dalam Harian Jakarta Pos"]

14047369171024890269
14047369171024890269
[/caption]

Jakarta Pos memuat karikatur dalam beberapa adegan. Adegan pertama menampilkan lima orang dalam posisi berlutut dengan mata tertutup kain dalam posisi berlutut di tanah dan tangannya terikat di belakang dalam posisi ditodong senjata. Di belakang ke lima orang itu berdiri seorang pria berjenggot serta bersorban sambil mengacungkan senjata laras panjang ke arah mereka, seolah-olah siap melakukan eksekusi. Gambar lainnya menunjukkan dari jarak dekat, terlihat mobil pikap merek Totoya,yang ditumpangi tiga orang dengan senjata berat, seperti peluncur roket dan antiserangan udara sedang siaga.

Banyak pihak yang menganggap bahwa Jakarta Pos bersifat Tendensius dan Sinis terhadap islam seperti pernyataan Bendahara umum PP Muhammadiyah, Anwar Abbas menyatakan, karikatur yang dimuat Jakarta Post sangat tendensius dan sinis terhadap Islam. "Media Jakarta Post, telah bermain-main dengan isu SARA dan pelecehan terhadap agama,"

Karikatur yang dimuat oleh Jakarta Pos telah melanggar kode etik jurnalis yang menyangkut isu SARA dan juga dapat melanggar Undang-undang tentang penodaan Agama.


Dalam karikatur yang dimuat Jakarta Pos ini melanggar  pasal dari Kode Etik Jurnalistik antara lain :

Pasal 8 : "Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit,

Saat ini banyak media yang tidak memahami lagi apa itu kode etik jurnalistik, media hanya dibuat untuk tujuan tertentu saja bukan lagi sebagai penyampai berita kepada masyarakat yang benar-benar jujur sesuai fakta dan tidak ada unsur-unsur yang menyangkut SARA.

Kode Etik Jurnalis dalam hal ini hanya sebagai aturan yang senantiasa dilanggar oleh media-media jurnalistik terutama media yang partisan. Media partisan ini bukan lagi menyampaikan berita yang memihak kebenaran namun memihak kepentingan. Media partisan ini kini bukan lagi memiliki esensi untuk masyarakat tapi hanya sekedar media bertampilan jurnalistik yang tidak kompeten. Media partisan ini mungkin saja digunakan sebagai alat untuk mencapai sesuatu yang tidak pada kegunaannya.

Inilah akibat dari sebuah kebebasan Pers namun cacat dan miskin etika jurnalistik, ini tidak akan berakhir sebelum etika dalam media jurnalisk di tegakkan.



Untuk penyimpangan kode etik jurnalistik yang dilakukan Media jurnalistik baik cetak maupun Online, kita tidak boleh tinggal diam. Seharusnya kita dapat mengkritisi hal tersebut mengapa bisa terjadi. Kenyataannya sekarang memang sudah benar-benar tidak diherankan lagi apabila kode etik ini. Jakarta Pos seharusnya mampu menjunjung aturan tersebut dengan penyadaran terhadap diri sendiri dan mengaplikasikannya dalam kegiatan jurnalistik. Dengan demikian, kecil kemungkinan untuk melakukan pelanggaran tersebut. Karena sebenarnya kode etik jurnalistik dibuat bukan untuk main-main, akan tetapi dengan penuh kesungguhan demi kelancaran wartawan dalam melaksanakan kerjanya sebagai jurnalis.

Salam,

@Roni_Rezky

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun