Mohon tunggu...
R_82
R_82 Mohon Tunggu... Wiraswasta - Adalah seseorang yang hidup, menghidupi dan di hidupkan OlehNya. Begitupun dengan kematian dan semua diantaranya. tanpa terkecuali.

Bukan sesiapa yang mencari apa dibalik mengapa dan bagaimana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ketika Orang Gila Membicarakan Pesawat Kepresidenan

1 Februari 2012   18:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:11 1076
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

[caption id="" align="aligncenter" width="604" caption="http://x-banzai.blogspot.com"][/caption]

Suatu ketika, di depan layar televisi terdapat dua orang yang duduk bersampingan. Mereka duduk diatas kursi sofa sambil menonton tayangan berita di televisi. Mereka dengan serius menonton tayangan berita . Tidak ada yang bicara, hanya terlihat gerakan kepala saja.

Kedua orang yang menonton tayangan berita tersebut berpakaian  bersih dan rapih, sepertinya yang sebelah kanan adalah seorang pejabat dengan jabatan yang tak mungkin rendahan. Dasi dan jas yang dikenakan pria di sebelah kanan mempertegas kesan penampilannya sebagai orang penting yang selalu memperhatikan penampilan.

Sementara itu, disampingnya duduk seorang pria tengah baya dengan pakaian yang tidak jauh berbeda. Hanya saja dia terlihat menenteng sebuah tas kecil berwarna hitam. Entah laptop atau dokumen rahasia apa yang ada di dalamnya, karena dia terlihat begitu cemas jika seseorang memperhatikan tasnya tersebut.

Tiba-tiba, pria di sebelah kanan bergumam. Dengan wajah menahan amarah dia mengeluarkan kekesalan setelah menonton tayangan berita di hadapannya. Dia terlihat sangat tidak setuju dengan eksperinya yang menggeleng  kepala dengan kerutan di dahi yang tidak bisa disembunyikan lagi.

"Hmmm, keterlaluan dengan presiden kita ini. Masa di tengah rakyat mengalami kemiskinan, bencana dan musibah seperti ini, malahan membeli pesawat mewah"

Tanpa di duga, orang yang ada di sebelah kiri langsung menoleh dan berkata dengan tegas. Sepertinya mereka tidak saling mengenal, namun karena ekspresi dan gumaman orang di sebelahnya itu sangat menggangu dia. Sehingga dengan cepat dia bereaksi pada saat itu.

"Lho! Anda ini kenapa bicara demikian? Toh itu sudah menjadi hak presiden untuk mendapatkan kelayakan mobilitas kan? Dan itu bukan untuk kepemilikan pribadi, karena jika pada saatnya nanti pergantian presiden. Sarana itu akan dikembalikan kepada negara, bukan menjadi milik presiden atau pihak pribadi siapapun"

Pria yang bergumam tidupun langsung menatap tajam ke arah orang yang ada di sampingnya. Dia lebih mengerutkan lagi dahinya sambil  mengarahkan posisi duduknya untuk menghadap ke sebelah kiri. Diapun bersiap berkata dengan nada yang masih kesal.

"Bagaimana tidak? lihat dong keadaan rakyat pada saat ini? Kok bisa ya tega presiden membeli pesawat mewah di tengah Kelaparan, kekurangan rakyatnya? Apa dia buta atau memang sudah membutakan mata hati dan nuraninya, lagian...."

Belum sempat pria di sebelah kanan itu bicara, kemudian pria yang di sebelah kiri memotong pembicaraannya. Rupanya keduanya sudah langsung masuk kedalam sebuah perdebatan yang panas. Walaupun sepertinya mereka belum pernah mengenal antara satu dengan yang lainnya.

"Oooh tidak bisa dihubungakan dengan itu dong? Masalah kenegaraan tidak bisa disangkut pautkan antara fasilitas kenegaraan dengan keberadaan rakyat yang bukan merupakan mayoritas. Negara sekelas Amerika saja masih ada rakyatnya yang berada di garis kemiskinan. Gembel, gelandangan, masih dan akan tetap ada dimanapun. Jadi kapan waktunya pemerintah mendapatkan kelayakan fasilitas, tidak diukur dari keberadaan rakyat yang bukan merupakan gambaran mayoritas dari seluruh rakyat sebuah negara. Anda faham itu?"

Setelah berkata itu, pria yang berada di sebelah kiri membuka tas berwarna hitam yang disimpan di dekat kakinya. Kemudian dia memberikan isyarat kepada orang yang berada di sebelahnya tersebut. Dengan segera pria yang berada di sebelah kanan memperhatikan sesuatu dari dalam  tas hitam itu. Dia dengan serius mengamati semua yang di tunjukkan oleh pria di sebelah kirinya itu.

"Ini adalah data lengkapnya. Coba saja amati semuanya secara detail. Sehingga anda tidak hanya asal bicara saja. Perhatikan dari awal hingga keputusan itu telah disepakati bersama"

Setelah beberapa menit mereka memperhatikan sesuatu yang ada di dalam tas tersebut, pria yang berada disebelah kanan itu kemudian berkata dengan sedikit perlahan. Tidak seperti sebelumnya yang terlihat kesal dan geram, karena berita  tentang pesawat yang akan didatangkan tahun 2013 ke Indonesia.

"Meski demikian, saya masih tidak setuju. Karena penghematan yang diusung tak lebih dari pemborosan saja. Coba saja analisa sederhananya APBN tahun 2009 dan 2012. Justru peningkatan jumlah anggaran yang mencapat  tiga kali lipat. Jika sebelumnya menyewa Pesawat komersial seharga satu milyar untuk satu penerbangan, kemudian dikalkulasikan menjadi 500 milyar pertahun. Tentu tidak sebanding dengan pembelian seharga 496 Milyar Pesawat ini. Karena, biaya operasional yang diperkirakan mencapai 30 juta perjam. Coba anda kalkulasikan saja, berapa total operasional pesawat ini untuk satu tahun. Ini adalah pemborosan besar besaran namanya"

Beberapa saat mereka terdiam setelah perkataan pria di sebelah kanan tersebut. Kemudian dengan nada yang mantap pria di sebelah kiri berkata.

"Anda tidak bisa membandingkan seperti itu. Kenapa demikian? Karena tingkat perekonomian itu naik setiap tahunnya. Begitupun dengan pendapatan negara dan pengeluaran APBN. Jadi jika tahun 2009  seratus milyar misalnya, adalah sebuah kemunduran jika tahun 2010 kembali menggunakan seratus milyar. Itu namanya tidak ada perkembangan, tapi justru sebuah kemunduran Negara. jadi...."

"Sudah...sudah... jangan berdebat lagi. Ayo sekarang sudah saatnya makan siang, ya, " seorang perempuan berpakaian putih terlihat menegur mereka untuk berhenti berdebat.

"Ah! Jangan perdulikan dia, rapat ini belum selesai. Kita harus selesaikan hingga mendapat kesepakatan. Betul tidak?"

Pria itu berkata sambil mengangkat alis sebelah kirinya kepada pria di sebelah kirinya. Sementara itu, pria yang diajak bicara terlihat sibuk mengeluarkan semua barang yang ada dalam tas yang berada di pangkuannya. Dia membuka beberapa lembar kertas sambil bersiap untuk berkata kepada perempuan yang menegurnya tadi.

"Bu, lihatlah! Kami sedang sibuk saat ini. Kami sedang tidak bisa dinganggu" Pria di sebelah kiri itu berkata dengan memperlihatkan beberapa lembar kertas dan spidol berwarna hitam.

"Iya, ibu tau kalian sedang sibuk. Tapi kalian tidak bisa melanggar peraturan yang sudah ada ya. Ingat kalian sudah beberapa kali melanggar peraturan, jadi untuk kali ini tidak bisa lagi melakukan pelanggaran. Hukumannya kan semakin berat lho. kalian mau di hukum yang lebih berat dari kemarin?"

Dengan segera, perempuan berbaju putih itu meraih tangan pri di sebelah kiri. Dia menariknya perlahan, namum pria itu terlihat menolak dan meronta untuk meplaskan pegangan. Dua kali perempuan itu mencoba meraih tangan pria itu, hingga akhirnya dia mulai merasa kesal.

"Ayooo! Jangan bikin ibu marah kali ini ya. Ayo makan dulu, karena setelah itu akan ada pengarahan dari ibu kepala ya. Nah nanti sore kalian boleh rapat lagi disini."

Dengan sedikit memaksa, perempuan itu meraih tangan dan menarik pria di sebelah kiri itu. beberapa lembar kertas yang di pegangnya terjatuh saat dia dipaksa berdiri untuk mengikuti perempuan tersebut. Sementara pria di sebelah kanan yang sudah dari tadi berdiri, bersiap mengikuti perempuan yang hampir kewalahan memabawa pria disebelah kiri itu.

"Bu, pliiiis dokumen saya, jangan sampai hilang lagi. Itu dokumen kenegaraan yang penting Bu."

Pria itu dengan terpaksa mengikuti perempuan berbaju putih, tangannya di tarik dengan tanpa ragu ragu lagi. Sedangkan tas berwarna hitam yang masih berada di kursi itu di bawa pria di sebelah kanan tadi. Pria itu mengambilnya sambil mengedipkan mata kepada pria di sebelah kiri tadi.

Sebelum mengikuti pria yang ditarik perempuan berbaju putih itu, Pria itu memasukan beberapa majalah bekas yang tadi sempat terjatuh dari tas berwarna hitam milik temannya. Diapun bergegas mengikuti dengan tas yang di bawa di tangan kanannya.

Mereka berjalan menelusuri lorong yang panjang. Disana terdengar beberapa teriakan, tangis dan tawa yang nyaris bersamaan. Sesekali mereka terhenti karena ada beberapa orang di depan mereka mendadak berhenti, yang berhenti itu terlihat berbicara kepada tembok berwarna krem di sampingnya.

Di rumah sakit jiwa itu sedang menunjukkan jam 12 siang. Pada saat itu, memang akan diadakan makan siang bersama kepala rumah sakit. Sehingga para pasien yang dengan kondisi bisa di bawa keluar diikut sertakan untuk makan siang bersama.

Konon katanya, di rumah sakit itu banyak sekali yang mantan politisi dan pejabat. Pernah terdapat isu juga bahwa mereka berpura pura sakit untuk terhindar dari jeratan hukuman di penjara. Mereka lebih senang tinggal disana dan lebih bebas untuk sesekali keluar rumah sakit.

***

Terinspirasi dari pembelian pesawat Kepresidenan dengan utang selama 3 tahun untuk 58 US$

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun