Kita masih tidak tahu seperseribu dari satu persen dari apa yang alam telah singkapkan kepada kita. Albert Einstein
Masih cukup tingginya curah hujan sampai bulan Juli ini menimbulkan beragam pertanyaan. Keadaan ini dianggap telah tak bersesuaian dengan pola yang terbentuk selama puluhan tahun. BMKG menyebut bahwa telah terjadi anomali suhu permukaan laut di wilayah perairan Indonesia yang memunculkan tekanan rendah dan menyebabkan penumpukan masa uap air sehingga curah hujan meningkat. Melihat fenomena ini, bukan tidak mungkin alam tengah menuju kearah keseimbangan baru, suatu keseimbangan ekologi dimana pengaruh aktivitas manusia menjadi salah satu komponen dominannya.
Plato menyebut bahwa perilaku manusia mengalir dari tiga sumber utama, yaitu keinginan, emosi, dan pengetahuan. Adalah keinginan dan nafsu manusia untuk terus menumpuk kekayaan, sehingga melakukan segala cara termasuk pembalakan hutan yang merusak ekosistem. Saat ini, eksistensi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2004 yang biasa digunakan menjerat pembalak pun seakan kurang berarti lagi. Menurut data departemen Kehutanan, laju deforestasi hutan adalah 0,5 juta hektar per tahun pada periode 2009-2011. Begitu juga seiring pesatnya perkembangan pengetahuan, revolusi industri pada abad ke-18 pun dimulai. Penggunaan mesin-mesin yang digerakan bahan bakar fosil untuk memproduksi barang-barang kebutuhan manusia, yang dampak negatifnya antara lain emisi gas buang yang terus meningkat pun tak bisa dihindari. Hutan maupun tumbuhan-tumbuhan diluar area hutan adalah salah satu harapan primer untuk tetap menjaga keseimbangan ekologi. Melalui hutanlah, bumi berusaha “menyembuhkan” dirinya sendiri, menetralisir berbagai kontaminan dan menyimpan bagian besar dari gas rumah kaca yang ada sembari menghadiahkan oksigen bagi kita.
Menurut penelitian Betts RA, yang dimuat dalam jurnal Agricultural Forest Meteorology bahwa hutan tropis mempengaruhi curah hujan dan dapat memiliki efek pendinginan pada suatu daerah melalui peningkatan penguapan. Dalam hal inilah, suatu korelasi simultan antara ejeksi gas rumah kaca ke atmosfer, hutan dan perubahan iklim. Sudah menjadi hal lumrah, apabila kita sebagai mahluk berakal dituntut untuk menghormati mekanisme alam ini dalam rangka menjaga keseimbangannya. Seperti halnya rohani umat islam yang ditempa saat Ramadhan untuk menghilangkan kotoran batin. Begitulah hutan menghilangkan beban-beban pengotor ekologi sambil terus melindungi tanah dan mempertahankan keanekaragaman hayati.
Jangan dilupakan pula fungsi hutan sebagai pengatur debit air sungai, karena cadangan-cadangan air yang disimpan dibawahnya menjadi reservoar alami. Suatu contoh nyata bahwa kawasan Puncak, Bogor dimana pepohonan berganti ditumbuhi vila-vila dan bangunan, maka sungai Ciliwung meluap dimusim hujan dan menyebabkan banjir di hilir sungai. Fenomena ini juga banyak terjadi, terutama didaerah di luar Jawa, dimana frekuensi banjir semakin meningkat di hilir sungai yang merupakan wilayah padat pemukimam.
Sebenarnya program-program yang dijalakan pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat disekitar hutan sudah sangat bagus, akan tetapi berkurangnya hutan karena pembalakan, alih fungsi lahan terutama ke perkebunan skala besar serta kebakaran hutan menyebabkan terus melajunya deforestasi. Sehingga tidak berlebihan jika Perserikatan Bangsa-Bangsa menempatkan kelestarian lingkungan sebagai salah satu Millennium Development Goals2015 dimana goal utamanya adalah menghilangkan kemiskinan dan kelaparan. PBB menyatakan hutan merupakan jaring pengaman bagi kaum miskin, tetapi terus menghilang pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Begitulah kita berada dalam suatu sistem yang saling mempengaruhi antara alam dan kehidupan manusia dan dituntut untuk saling menjaga dan menghargai. Marshall McLuhan, seorang filsuf Kanada mengatakan bahwa tidak ada penumpang di pesawat ruang angkasa bumi, kita semua adalah kru.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H