Mohon tunggu...
Ronald Anthony
Ronald Anthony Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Hanya seorang pembelajar yang masih terus belajar. Masih aktif berbagi cerita dan inspirasi kepada sahabat dan para mahasiswa. Serta saat ini masih aktif berceloteh ria di podcast Talk With Ronald Anthony on spotify.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Saturday Morning #58 - "Masa Depan Covid"

3 Juli 2021   10:00 Diperbarui: 3 Juli 2021   10:03 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
vaksinasi masa itu  (covid19.go.id)

Minggu lalu, saya menonton sebuah tayangan di youtube live streaming, ada seorang yang saya ikuti kajian atauun sharing-sharingnya bercerita soal virus corona, ia secara jujur mengatakan bahwa pandemi ini akan sulit berakhir dalam waktu dekat, bahkan di awal tahun 2022 saja ia memprediksi kita baru akan mulai belajar hidup normal berdampingan dengan virus-virus tersebut. Dan, singapura sudah mulai akan mencobanya, walaupun belum jelas kapan dimulainya. Dalam sharing iman orang ini juga ia menyampaikan ia melihat virus corona ini akan terus bermutasi-mutasi hingga 5 tahun kedepan dan nantinya di ujung akan menjadi "false error".

Barang ini tentu tidak heran, sampai saya menulis tulisan ini saja, sudah ada lagi muncul virus corona dengan jenis Lambda, Kappa yang menyusul varian delta yang mulai merambah di tanah air. Bosan? itu sudah pasti. Indikatornya apa? Story Instagram dengan tulisah #throwbackliburan, kangen jalan-jalan bermunculan. Ada pula, yang kemudian malah akhirnya jalan-jalan entah keluar kota ataupun masih dalam satu provinsi, ke singkawang misalnya. Padahal aturan masuk kalbar sudah lumayan ketat, Wajib Swab PCR tidak boleh yang lain. Setidaknya itu menurut surat edaran Gubernur Kalbar selaku ketua satgas covid 19 kalbar.

Apakah anda merasa, kita rasanya sudah berbulan-bulan bahkan hampir satu tahun setengah hidup dalam pandemi. Ujungnya masih belum kelihatan jelas, kadang ia parah, kadang juga keliatan membaik.  Meskipun, sedikit demi sedikit mulai muncul optimisme-optimisme. Mulai dari vaksin yang sudah mencapai angka sejuta, yang walaupun masih jauh dari kata cukup, tapi ikhtiar untuk terus mengelorakan vaksinasi tetap terus berlanjut. Tak sedikit pula yang berteriak sudah "hijau," tapi kenyataannya virus ini terasa "semakin dekat" di sekeliling kita. Buka story instagram ada saja kabar duka yang muncul, menimpa orang-orang tak jauh dari kita, bahkan yang sudah kita kenal secara dekat.

Sampai hari ini saja sudah ada beberapa mahasiswa saya yang mengaku sedang isolasi mandiri, entah karena kontak erat ataupun mulai merasa tidak enak dengan badannya. Bahkan tak sedikit pula yang akhirnya harus berakhir dengan kabar duka, termasuk minggu ini dari mahasiswa yang satu keluarganya terjangkit, masuk rumah sakit dan sang ayah kemudian berpulang karena virus ini.

Sekalipun ada vaksin, rasa-rasanya hanya meminimalisir saja, toh ada juga yang tetap kena setelah divaksin. Meskipun demikian, lebih baik kita divaksin ketimbang tidak. Lebih banyak keuntungannya ketimbang kerugiannya. Dapat diskon setelah vaksin misalnya. Wkwkwk. 

Aturan pun rasa-rasanya juga turut berubah-ubah sesuai kondisi. Bahkan aturan 3M saja  dari yang perlu kita lakukan sangat sederhana. Pakai masker, rajin cuci tangan, jaga jarak pun sudah ada lagi yang terbaru yaitu 5M, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjaugi kerumunan, dan membatasi mobilitas. Setidaknya ini cara mudah untuk bisa meminimalisasi penyebaran virus, meminimalisasi korban, menjaga diri sendiri dan orang lain.

Bukan rahasia umum pula, kampanye lima hal sederhana itu ternyata bukan perkara yang mudah. Rasanya masih tidak sedikit orang yang memang tidak akan menurut. Beranggapan konspirasi lah, corona tidak ada, ciptaan pemerintah dan lain sebagainya. Tak sedikit pula ada yang memang tipe tidak peduli. Ada keluarganya barusan meninggal karena virus ini, pergi melayat dan eh, tak sampai beberapa hari kemudian sudah masuk kantor berbaur bersama yang lain.

Ternyata benar, kita memang baru bisa melihat karakter orang yang sebenarnya di tengah masa sulit. 

Karakter itupun rasanya tidak berubah banyak di masa sekarang, dunia tentu pernah mengalami juga masa seperti ini, masa pandemi yang menyulitkan banyak orang. Nyatanya perilaku di masa dulu, tidak banyak berubah di masa sekarang. Saya baru menyelesaikan membaca pdf kiriman teman saya, Judulnya adalah "Yang Terlupakan". Sebuah buku yang bercerita tentang pandemi baik itu influenza maupun flu spanyol yang juga turut mewabah di Indonesia di sekitar 1918-1919.

cover buku yang terlupakan (covid19.go.id)
cover buku yang terlupakan (covid19.go.id)

Rasanya setelah lebih dari 100 tahun, perilaku manusia ternyata masih sama saja. Mau ada internet ataupun tidak, adanya globalisasi atau tidak, tetap tidak merubah karakter orang.

Dalam buku itu, digambarkan betapa pada 1918 dan 1919, berbagai aturan coba dikeluarkan namun masih banyak yang belum berhasil, sekarang kita mengenal isolasi mandiri, masa itu, disebut karantina kesehatan, yang apabila pendatang atau penumpang kapal jika belum memiliki surat bebas influenza ataupun surat izin, dilarang memasuki wilayah hindia belanda. Tidak hanya itu saja, tercatat juga Pemerintah Hindia Belanda, juga turut membagikan masker secara besar-besaran kepada masyarakat sebagai langkah untuk mencegah pandemi terus meluas.

 (covid19.go.id)
 (covid19.go.id)

Bahkan dalam buku itu, pemerintah belanda sempat beberapa kali merevisi aturannya dan akhirnya keluarlah Influenza Ordonantie. Sejarah pun mencatat, estimasi jumlah korban yang ada akibat pandemi ini diperkirakan antara 20-50 juta orang. Walupun jumla ini bisa diperdebatkan dan dipertanyakan hal ini karena kondisi dunia saat itu sedang mengalami Perang Dunia Pertama (1914-1918), menyebabkan program sensus dan pendataan masyarakat tidak berjalan dengan baik. 

Dan kemudian, pada tahun-tahun tersebut jasa pelayanan kesehatan masyarakat belum sebaik saat ini, sehingga data pasien dan penyakit dipastikan tidak akurat. 

orang masa itu yang berjualan obat tradisional menghadapi pandemi (covid19.go.id)
orang masa itu yang berjualan obat tradisional menghadapi pandemi (covid19.go.id)

Kepercayaan orang Indonesia soal hal-hal mistis juga ternyata sudah aja sejak dulu, beberapa pasien bahkan menghubungkannya dengan kepercayaan metafisik. Yang dimaksudkan di sini adalah adanya upaya untuk mengkaitkan wabah penyakit influenza dengan pelanggaran terhadap tempat-tempat atau benda-benda yang dianggap sakral. 

Supaya tidak salah pengutipan saya coba kutip saja dari bukunya langsung :

Mereka yang melanggar pantangan atau aturan adat dianggap sebagai sumber atas terjadinya wabah tersebut. Oleh karena itu langkah yang perlu diambil untuk memulihkan keadaan adalah dengan mendatangi makam-makam suci di tempat terjadinya wabah dan melaksanakan ritual adat. Selain itu, ada juga yang meyakini bahwa penyakit tersebut disebabkan oleh gangguan roh-roh atau hantu penunggu lokasi tertentu. Untuk meredakan kemarahan, menebus pantangan atau mengusir hantu-hantu dan roh-roh tersebut, sejumlah masyarakat yang terkena wabah melaksanakan upacara tradisional dengan menyembelih jenis-jenis hewan tertentu. Harapan mereka adalah dengan darah hewan-hewan tersebut dapat menghilangkan gangguan, semua roh yang mengganggu dalam bentuk pe­nyakit influenza akan puas dan kemudian meninggalkan tempat ini bersama dengan lenyapnya penyakit tersebut. 

Tapi bagian paling penting dan saya paling senangi ada di bagian kesimpulan, rasanya persis seperti kondisi kita sekarang salah satunya adalah pemerintah kolonial yang dianggap tidak sigap dan cepat dalam mengambil tindakan, meskipun mencurahkan perhatian khusus. Peringatan dini yang sudah dikirimkan oleh para pejabat Belanda di Singapura dan Hongkong sudah memberi peringatan namun oleh pemerintah tidak cepat diperhatikan dan diambil tindaklanjutnya. Dan terkesan terlambat langkah hukum formal baru diambil lebih dari dua tahun setelah peringatan pertama diterima. 

vaksinasi masa itu  (covid19.go.id)
vaksinasi masa itu  (covid19.go.id)

Bahkan di buku ini pun mencatat bahwa munculnya Influenza Ordonnantie menunjukkan bahwa di kalangan pemerintah pun tidak siap untuk memberikan perhatian serius terhadap penanganan masalah ini. Tenggang waktu yang lama dalam mengambil keputusan ialah bukti timbulnya kebingungan di kalangan pembuat kebijakan masa itu. Tak jarang perbedaan pendapat mengenai pandemi masa itu juga kerap kali melanda pemerintah dan masyarakat.

Sekarang sudah 100 tahun lebih sejak hal itu terjadi, rasa-rasanya baik karakter maupun tingkah laku sama saja tidak ada bedanya, yang meskipun demikian sejarah tetaplah sejarah, belajar sejarah membuat kita jadi tahu apa yang sudah dilalui bangsa ini, walaupun membosankan setidaknya hal itu yang membuat saya merasa seharusnya kita bisa melalui pandemi ini dengan lebih baik, wong sudah ada catatan sejarahnya, tapi apakah dibuka atau tidak? itu pertanyaanya. Wkwkwk

*)Ronald Anthony 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun