Mohon tunggu...
Ronald Anthony
Ronald Anthony Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Hanya seorang pembelajar yang masih terus belajar. Masih aktif berbagi cerita dan inspirasi kepada sahabat dan para mahasiswa. Serta saat ini masih aktif berceloteh ria di podcast Talk With Ronald Anthony on spotify.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Saturday Morning #51 - "The Eccendentesiast"

22 Mei 2021   13:34 Diperbarui: 22 Mei 2021   13:35 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisah soal badut diatas bisa jadi juga ada dalam diri kita, Tiap manusia pun pasti punya masalah. Bahkan mereka yang nampaknya ceria dan bahagia pun, pasti juga punya sesuatu yang sedang mereka pusingkan. Lantas apakah bisa kita katakan badut yang selalu ceria diatas sebagai sebuah "KEPALSUAN"? 

Karena kerap kali orang mengatakan, ahhh depannya saja bagus kalau di dalam bisa jadi mereka punya banyak maslaah. Menanggapi itu, saya bisa dengan tersenyum saja dan sambil mengatakan, bahwa kisah badut diatas adalah memang tugas dia untuk menghibur orang, Kan tidak mungkin ada badut yang raut wajahnya sedih dan kerjanya cuma melamun saja? Itu mah bukan badut namanya.

Gara-gara ini saya juga teringat kejadian kurang lebih sebulan yang lalu, dan sudah sempat saya ingin tulus, namun sampai sekarang belum ketemu benang merahnya, syukurlah cerita atau kejadian ini bisa saya masukkan disini. Kejadian ini sebetulnya sangat sederhana sekali tapi menurut saya bisa berdampak bagi orang lain. 

Ceritanya hari senin, saya mampir ke pasar untuk beli sayuran, kemudian ketika sibuk membeli sayur kemudian saya mendengar percakapan antara dua orang yang kurang lebih bunyinya seperti ini, "Kamu Ndak Sekolah Kah?" Tidak, ujar penjual sayur yang masih belia itu, "Kenapa ndak sekolah, pasti malas ya, atau tidak punya biaya?" ujar orang itu menimpali.

Saya tidak mau sekolah jak, ndak alasan apa-apa, ujar tukang sayur yang masih belia itu. Lalu jawaban bapak tadi sangat di luar dari nalar saya "Pasti malas kan, maka-nya ndak sekolah, sekolah negeri kan gratis", ujar bapak-bapak itu. 

Ternyata setelah saya liat wajah bapak itu saya akhirnya kenal siapa bapak itu, Seorang yang resek dan pernah menjadi kepala sekolah di yayasan dalam sekolah kami. Yang kemudian berhenti karena tidak tahan dengan idealis yang ia miliki.

Sejenak saya kaget dengan respon itu, seraya kemudian saya melihat raut wajah penjual sayur yang belia itu sedikit muram. Yang awalnya sangat bersemangat menjadi lemah tak berdaya. 

Hmmm ujar saya, biarkan jak kak, bapak itu memang resek biarkan je. Saya kemudian berpikir kok bisa tega-teganya bapak itu mengatakan hal seperti itu. 

Mudah dalam menilai orang lain, tanpa memikirkan perasaan orang itu sendiri. Mungkin setelah kamu mengatakan hal itu kamu bisa berlalu dengan enteng, tetapi ada orang yang menjadi murung akibat perkataan mu itu. 

Idealnya, dalam hidup setiap kebahagiaan maupu kesedihan itu harys diekspresikan dengan apa adanya. Tidak ditutup-tutupi. Klau sedih ya sedih, kalau bahagia ya bahagia simple. 

Pada dasarnya mirip dengan prinsip jika ya, katakan ya, jika tidak maka katakan pula tidak. Tapi, jangan lupa juga bahwa kita hidup di bawah nilai-nilai kepantasan dan kepatutan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun