Mohon tunggu...
Ronald Anthony
Ronald Anthony Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Hanya seorang pembelajar yang masih terus belajar. Masih aktif berbagi cerita dan inspirasi kepada sahabat dan para mahasiswa. Serta saat ini masih aktif berceloteh ria di podcast Talk With Ronald Anthony on spotify.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Saturday Morning #45 - "Hidup Move Forward?"

10 April 2021   09:00 Diperbarui: 10 April 2021   09:04 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kuman di Ujung Lautan Tampak, Sementara Gajah di Pelupuk Mata tidak tampak", lagi-lagi hampir miss menulis karena koordinasi sana sini menjelang kegiatan kami minggu esok, Wkwkwk. Jeneng e ingin konsisten, mudah-mudahan tetap bisa dilakukan. Sebetulnya tulisan ini sudah ada draftnya beberapa minggu yang lalu, cuma ketika ingin menuliskannya saya selalu ragu, mau dibawa kemana arahnya. Tapi setelah serentetan kejadian minggu-minggu ini saya tahu ingin dibawa kemana tulisan ini.

Mari kita mulai dengan cerita-cerita sederhana, nah diawal kurang lebih bulan depan tepatnya 68 tahun yang lalu Dunia pernah mencatat bahwa pada tanggal 29 Mei 1953, Sebuah sejarah telah diukir. Lho kok bersejarah? Bersejarah itu karena tepat 68 tahun yang lalu pertama kalinya sepanjang sejarah, sebuah puncak tertinggi di dunia ditaklukkan oleh para pendaki. Buku-buku  Sejarah pun tentu sudah mencatat bahwasanya ada dua orang yang pertama kali sampai ke Puncak Mount Everest yakni Edmund Hillary serta satu lagi adalah, Tanzing Norgay.

Di antara keduanya yang berhasil menaklukkan Mount Everest, kemudian timbul pertanyaan, siapa sih yang sebenarnya duluan menapakkan kakinya di puncak? Sebagian Orang-orang menduga dan bertanya pada Tanzing Norgay, bahwa pastilah ia sebagai pemandunya yang sampai ke puncak duluan.

Ternyata, Tanzing mengurai fakta yang berbeda.

Tanzing Norgay itu mengatakan bahwa ia tahu diri. Pada saat menjelang sampai ke puncak, ia kemudian mempersilahkan Edmund Hillary untuk berjalan terlebih dahulu dan sampai ke puncaknya. Lalu sebagian penasaran, lalu  menanyakan alasan mengapa ia tidak berusaha untuk sampai ke puncak duluan, dengan sederhana ia berkata, "Saya mempersilakan Edmund Hillary sampai dulu karena tugas saya adalah menghantar dia ke puncak. Itulah impiannya. Impian saya adalah menjadi pemandu yang berhasil."

Maka dunia mencatat Edmund Hillary sebagai yang pertama sampai ke puncak, meskipun demikaian, dunia tidak akan pernah akan lupa dengan Tanzing Norgay. Toh, pada akhirnya ia tetap dihargai dan dikenang selamanya sebagai manusia yang pertama yang turut "menyertai" orang yang pertama kali sampai ke Puncak tertinggi di dunia yaitu Mt Everest.

Bahkan, kalau mau menelisik sejarah lebih dalam di belakang nama besar mereka berdua ada seorang yang bernama Kolonel John Hunt, si pemimpin ekspedisi yang mengiklaskan timnya untuk mendapat penghargaan sebagai orang yang pertama kali sampai ke Puncak. Padahal, John Hunt sendiri sebenarnya bisa ngotot agar dirinya yang harus sampai ke puncak. Tapi, karena support, jasa-jasanya serta pengorbanannya, maka John Hunt pun diberikan gelar kebangsawanan atas kepemimpinannya di tim ekspedisi bersejarah ini.

Itu tadi soal pendakian, di dunia pendidikan sendiri saya baru saja membaca kisah soal guru terbaik di dunia versi UNESCO Ranjitsinh Disale, seoorang guru di India ini dapat penghargaan Desember 2020 yang lalu karena kegigihannya dan juga inovasinya terhadap pembelajaran. Ranjit adalah merupakan seorang guru di SD Zilla Parishad, di negara bagian Maharashtra, India Barat. Ranjith terpilih setelah bersaing menyingkirkan lebih dari 12.000 nominasi dari 140 negara yang ada di seluruh dunia.

Salah satu poin plus mengapa ia bisa menang setalah baca lebih lanjut, adalah karena Ranjitsinh giat untuk memepelajari bahasa lokal desa dan menerjemahkan buku teks kelas ke dalam bahasa ibu murid-muridnya. Bahkan, lebih 'sehe' lagi (sehe:bahasa pontianak yang berarti niat), Ia juga membuat Qr Code di buku teks untuk memberi akses siswa ke puisi audio, video ceramah, cerita ataupun tugas yang harus dikerjakan.

The Global Teacher Prize tentu terkesan dan kemudian hal ini dibuktikan dengan meningkatkan kehadiran siswa di sekolah. Tetapi poinnya bukan disitu saja, setelah memenangkan lomba tersebut dan memenangkan uang ratusan miliar Ranjitsinh memilih untuk nenbagikan uanganya kepada para finalis lain agar program pendidikan yang mereka buat bisa menjangkau orang banyak.

Sebetulnya kisah-kisah seperti mungkin kita temukan dalam kehidupan sehari-hari, pertanyaannya sekarang, kalau anda menjadi Tanzing Norgay atau Ranjitsinh apakah anda akan melakukan yang sama? memberikan karpet merah untuk orang lain? Pada dasarnya setiap manusia pasti mempunyai egoisme dengan level-level yang berbeda tapi justru ini yang coba untuk digarisbawahi yaitu soal "Mengutamakan Orang Duluan". Mungkin bisa jadi ada rasa egois di diri kita lebih besar dibandingkan semua yang ada, itulah 'serakah?'.

Soal memberi karpet merah kepada orang lain rasanya di sebagian manusia dan mungkin saya salah staunya sulit dilakukan, melawan rasa ego itu .  juga tak mudah perasaan untuk 'menang sendiri' kerap kali lebih besar. Sampai sekarang saya masih mencoba hal itu walaupun dengan skala-skala yang kecil, kalau anda sudah sampai tahap itu, berarti anda orang yang hebat, karena sudah mampu mengalahkan ego dalam diri anda dan mengutamakan kepentingan orang lain ketimbang kepentingan dirinya sendiri. 

Tapi saya pernah menyampaikan ini kepada mahasiswa, di dalam hukum itu dikenal sebagai "Homo Homini Lopus" yang artinya manusia menjadi serigala bagi manusia lain, manusia pada dasarnya akan selalu memangsa manusia lainnya apa lagi kalau dalam kondisi yang kepepet. Maka sesungguhnnya ketika awal pandemi kita melihat terjadi kelangkaan masker dan hand sanitizer yang nyatanya kemudian ditimbun, contoh seperti ini saja sudah menunjukkan dengan jelas bagaimana manusia mencoba memangsa manusia lainnya.

Belajarlah, dengan belajar hidup anda akan lebih baik, maka daripada itu saya mencoba mencatat dan membaca beberapa literatur bahwa suatu perbuatan akan menjadikan kebiasaan apabila dilakukan secara berulang-ulang atau simultan. Maka poinnya adalah agar dapat menjadikan hidup kita bisa melakukan perbuatan mengutamakan orang lain tersebut lakukanlah secara simultan, niscaya itu akan kebiasaan. Saya pun tentu masih belajar soal itu, Jadi sudah siap Hidup Move Forward? Gaskeeunn!!

*)Ronald Anthony

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun