Mohon tunggu...
Ronald Anthony
Ronald Anthony Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Hanya seorang pembelajar yang masih terus belajar. Masih aktif berbagi cerita dan inspirasi kepada sahabat dan para mahasiswa. Serta saat ini masih aktif berceloteh ria di podcast Talk With Ronald Anthony on spotify.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Saturday Morning #34 - "Tombol Reset"

16 Januari 2021   09:00 Diperbarui: 16 Januari 2021   09:41 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua minggu awal januari 2021 ini benar-benar sedikit memilukan, tentu tak usah saya sampaikan anda sudah tahu mulai dari kecelakaan, tanah longsor, meninggalnya seorang ulama, hingga yang terbaru gempa bumi 6,2 skala richter. Kalau dipikir-pikir awal tahun ini benar-benar rasanya seperti roller coaster. Belum lagi isu-isu ini dikaitkan dengan berbagai ramalan-ramalan dari beberapa tokoh paranormal. Bahkan, tak sedikit pula yang berusaha mengaitkan kecelakaan tersebut dengan angka-angka yang ada di pesawat. Apakah Kebetulan?

Mari tinggalkan ramalan-ramalan tersebut sejenak, walaupun sebenarnya ya saya termasuk orang yang semi-semi saja, maksud semi-semi ini adalah terkadang percaya namun ada kalanya saya tidak percaya. Jadi ya biasa-biasa saja. Saya ingin bergeser sedikit, tentu anda sudah tahu kecelakaan yang terjadi di sabtu minggu lalu. Kejadian tersebut sungguh membuat hati pilu, boleh jadi pilu ini muncul karena sebagian besar adalah warga kalimantan barat serta pesawat yang sejatinya terbang tersebut adalah pesawat yang membawa penumpang tersebut menuju Pontianak, Ibukota Kalimantan Barat, tempat saya berdomisili sekarang. Pilu ini juga dirasa manakala melihat story instagram, tiktok atau broadcast mengenai korban dan status-status terakhirnya sbeelum kejadian naas itu terjadi. 

Namun pilu ini ketika menyaksikan tayangan televisi belum usai, ketika tiba-tiba mama saya setengah berteriak dan berkata sambil menunjukkan foto-foto para korban yang beredar di pesan grup "ala, ini anaknya huang ie" ie ie nelly dan cek-cek akhiong(ie ie: sebuan tante, cek-cek:sebutan paman). Sontak setengah berteriak itu membuat kami segera mendekat dan seakan berubah dari pilu menjadi sebuah kabar dukacita manakala untuk memastikan hal tersebut kami melihat manifest nama penumpang dari pesan yang beredar ternyata benar sepupu mama saya kemudian menjadi salah dua dari korban penerbangan naas tersebut. Suami istri pula yang jadi korban. 

Nenek saya atau yang kami biasa sapa dengan sebutan "ama" bergegas menuju toko anaknya di ketapang. Paling hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumah nenek saya. Kesedihan sudah pasti tak bisa disembunyikan, bahkan anaknya ini saja masih memikirkan cara untuk memberitahu neneknya mengenai kabar ini, dan pada akhirnya diputuskan bahwa sang nenek anak ini yang notabene adalah ibu si korban diberitahu kabar ini besok pagi saja. Selain takut membuat shock di malam hari, kondisi si nenek yang sudah berusia 80an tahun juga menjadi faktor utama menunda kabar ini disampakan malam itu.

Kabar ini pun diiringi kisah bahwa ie ie dan cek cek harusnya pulang ke Pontianak menggunakan pesawat jam 07.30 dengan maskapai Nam Air. Namun diganti ke penerbangan pukul 13.25. Dan dengan penerbangan itulah peristiwa itu kemudian terjadi. Saya sejujurnya tidak bisa berkata-kata, dan kalau dirunut-runut rasanya ini sesuai dengan tulisan saturday morning edisi 33 yang saya tulis di sabtu pagi harinya minggu lalu, (baca :Saturday Morning#33 : "Versi Terbaik"). 

Dokpri
Dokpri

Saya-pun agak sedikit merinding mengingat kesamaan itu. Di edisi 33 saya tuliskan bahwa ada sebuah poster yang pernah saya baca bertuliskan "Life Is Fragile", hidup kita ini sangatlah rapuh,  maka tak heran setiap saat ataupun setiap waktu bahaya selalu mengintai hidup kita. Setiap yang terjadi menyadarkan kita, bahwa setiap kejadian yang terjadi bisa menjauhkan atau mendekatkan diri kita dengan maut.

Toh semua sudah terjadi, mungkin memang sudah jalannya dipanggil pulang dengan cara begitu. Itulah Rahasia Illahi. Berbagai analisis dari pilot, pengamat dan sebagainya menjadi tidak menarik untuk saya saksikan. Seperti tak ingin ketinggalan malahan, dunia media sosial seperti dipenuhi serangkaian cerita-cerita mulai dari pilot, pramugari, dan bahkan unggahan-unggahan terakhir dari penumpang di media sosial milik mereka.  

Lantas apa kaitannya dengan tombol "RESET"?.  Mari saya ajak nana mulai dari yang sederhana, reset sendiri kalau kita artikan adalah mengatur ulang atau set up ulang. Nah pertanyaan yang paling dasar muncul adalah apakah hidup kita bisa direset layaknya video game atau komputer?. Kalau seandainya bisa, hal apa yang ingin anda reset? Pengandaian ini muncul secara spontan saja dari otak saya yang kadang kala pernah mengalami rasa sesal atas kejadian atau suatu keadaan yang pernah saya alami. Penyesalan selalu datang terlambat, apalagi kalau penyesalan itu muncul akibat salah dalam mengambil keputusan.

Tak jarang bahkan sering kali kita menyalahkan diri kita atas sebuah sikap atau keputusan yang telah kita ambil. Tentu minggu lalu dalam tulisan juga saya telah share kepada anda hasil eneaagram test saya dimana kadang kala saya termasuk orang yang kadang takut apabila salah dalam melangkah atau mengambil keputusan. Walaupun sebenarnya, penyesalan yang muncul apabila salah mengambil keputusan lebih disebabkan karena saya tahu bahwa waktu tidak dapat diulangi lagi.  Kisah soal kejadian diatas, juga sedikit banyak menyadarkan nenek saya yang tampaknya lekat dengan hal penyesalan itu , "menyesal, seandainya waktu bisa diulang pasti bisa lebih banyak saling sharing dengan ie ie serta cek-cek dan sebagainya"

Namun, mendengar penyesalan-penyesalan yang selalu munculnya di belakang itu, saya juga semakin menyadari, bahwa dari penyesalan-penyesalan tersebut justru kita bisa banyak belajar, dan boleh jadi menjadikan kita yakin untuk tidak buru-buru dalam menekan tombol reset. Karena pada dasarnya saya percaya, dari setiap kejadian kita bisa belajar. Dari kejadian ini pun bisa ada hikmah yang diambil, bahwa waktu itu sebentar, manfaatkan waktu sebaik-baiknya selagi anda masih punya kesempatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun