Cerita soal-soal gelombang protes ini makin menyadarkan saya, kerap kali dalam hidup perlu banyak untuk merenung apalagi dalam memutuskan sesuatu agar tak ada gelombang protes berdatangan. Itu pandangan semu saya saja karena dari semester ke semester hal itu lazim saya lakukan, dan tak pernah ada masalah, hanya semester ini saja ada yang protes.
Meskipun belum tentu sepenuhnya betul, kesimpulan dini yang bisa saya tarik sementara, adalah bahwa saya tidak boleh bersandar dari kebiasaan yang selama ini dilakukan.Â
Yang artinya setiap semester mesti dengan matang diproses serta mesti lebih banyak dipikirkan plus minusnya agar gelombang protes tak terus menerus datang. Tapi ngomong-ngomong soal gelombang protes, protes itu kan muncul sebagai suatu reaksi atas suatu keadaan. Dan reaksi itu lagi-lagi bisa ditunjukkan berupa hal yang positif maupun negatif.
Cerita lagi soal reaksi, maka memori beberapa tahun kebelakang rasanya kembali terputar,  saya ingat betul jaman saya menempuh kuliah di Atmajaya Jogja, kami para mahasiswa paling senang kalau mendapatkan UAS yang sifatnya adalah project jadi tidak perlu  lagi bolak balik untuk belajar termasuk menghapal.Â
Apalagi kalau ujiannya sifatnya adalah wawancara atau paper, itu mah biasanya disambil dengan kegiatan yang lain. Belum lagi kalau pada saat persiapan project atau seusai menerima pengumuman bahwa ujian nya adalah project, maka biasanya pulang kampus mampir dulu makan ayam geprek bu rum langganan karena lega, tahu bahwa project biasanya tidak seberat tertulis. Tapi, bisa jadi mungkin terjadi pergeseran makna soal ujian, makanya orang sekarang lebih senang untuk tertulis ketimbang project.Â
Deadline yang banyak sudah barang tentu  pasti menghantui setiap perkuliahan mahasiswa, apalagi kalau mepet-mepet biasanya stress akan sangat meningkat. Terutama saat pengerjaan deadline tersebut. Saya pribadi, biasanya tidak terlalu khawatir deadline menumpuk, karena bisa kita cicil kan.Â
Yang buat saya lebih pusing jikalau ujiannya double atau triple, itu rasanya ahhhjimmm bangettt. Wkwkwk. Namun, tak dapat dipungkiri semakin tua semesternya maka mata kuliah yang dipilih pun semakin menumpuk. Apalagi kalau cerita berebut dosen. Maka biasanya, yang terjadi adalah ujian yang menumpuk, tak cuma sekali bisa beberapa kali saya mengalami itu ketika berkuliah.Â
Mungkin yang dirasakan mahasiswa yang protes kepada saya itu, juga pernah saya alami, bedanya dulu saat saya mengalami itu ujiannya yang double bukan tugas atau project. Hmmmm, mengingat itu sungguh membuat pusing dan eneg.Â
Teringat kala itu saya, ada sebuah ujian yang saya ingat persis tanggalnya berlangsung 12 April 2016, UAS Hukum Acara Pidana di sesi pertama dan disambung UAS Hukum Kekerabatan di sesi kedua.
 Ujian Double ini bukanlah tanpa alasan mengapa saya mengeluh, ini disebabkan materinya yang banyak, tak terkejar waktu belajarnya dan juga terlalu banyak studi kasus yang mau dipelajari.
 Rasanya waktu itu saya begitu ingin menyerah, rasanya pengen tidur saja tak ingin belajar, otak pun mau pecah. Tapi ada sebuah flyer renungan anak muda terbaca di hadapan saya, judulnya "AKU BISA". Kemarin pulang ke Jogja saya mencari flyer itu, nyatanya sudah tidak ada lagi tapi syukurlah ada versi digital yang saya ketemu di Internet.