Mohon tunggu...
Ronald Anthony
Ronald Anthony Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Hanya seorang pembelajar yang masih terus belajar. Masih aktif berbagi cerita dan inspirasi kepada sahabat dan para mahasiswa. Serta saat ini masih aktif berceloteh ria di podcast Talk With Ronald Anthony on spotify.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Saturday Morning #27 - "Topeng Palsu?"

28 November 2020   09:00 Diperbarui: 28 November 2020   09:04 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saturday Morning, dok. pribadi

Chris Washington, seorang fotografer keturunan Afrika-Amerika yang berkulit hitam sudah berpacaran selama lebih kurang lima bulan dengan kekasihnya Rose Armitage yang berkulit putih. Mereka yang berencana membawa hubungan ini lebih serius bersepakat untuk mengisi akhir pekan ini dengan mengunjungi orang tua rose. Tetapi Chris sendiri punya rasa pesimistis di awal karena tahu kalau pertemuan ini akan menjadi sesuatu yang rumit dan sulit. Hal ini karena Rose belum pernah memberitahu ke orang tuanya Tuan dan Nyonya Jeremy  soal hubungan antar ras yang dijalaninya. Namun, rose meyakinkan chris bahwa orang tuanya tidak seburuk yang ia pikirkan. Buktinya saja Rose bisa mencintai dan menerima diri chris tanpa membedakan ras. 

Dokumen: https://mydirtsheet.com/
Dokumen: https://mydirtsheet.com/

Walaupun masih ada keraguan, akhirnya Chris tetap setuju untuk mengisi akhir pekannya dengan menemui keluarga Rose. Awal perjalanan saja ada kejadian tak terduga terjadi pada mereka, karena rose kemudian menabrak sesuatu yang menyebabkan ada kijang yang meninggal. Chris sendiri punya firasat tak enak soal ini dan seakan menjadi pertanda bagi Chris agar tidak datang ke rumah keluarga Rose. Meskipun demikian, chris tidak mau membuat kecewa Rose, maka Chris akhirnya tetap melanjutkan perjalanan ke sebuah rumah yang letaknya cukup terpencil di tepi danau. 

Setibanya disana, sambutan keluarga rose di awal ternyata membuat chris terkesan, sikap keluarganya yang baik dan pemikirannya yang terbuka menjadikan chris semakin yakin akan perbedaan hubungan antar ras ini. Apalagi ditambah mereka mengadakan pertemuan keluarga besar berupa pesta yang mereka lakukan. Namun, sikap terbuka keluarga besar ini yang kemudian pada akhirnya menimbulkan kekhawatiran pada diri chris. Menjadi orang kulit hitam satu-satunya di pesta itu dan menjadi pusat perhatian membuat chris menjadi canggung dan sedikit paranoid berada di dalam kondisi seperti demikian.

Dokumen: https://mydirtsheet.com/
Dokumen: https://mydirtsheet.com/

Kejadian-kejadian yang chris alami membuatnya semakin merasa tak nyaman. Banyak hal-hal tak terduga terjadi padanya. Awalnya chris merasa ada sesuatu yang disembunyikan Rose dan keluarganya. Namun dengan pandainya, Rose menepis semua anggapa tersebut dan memberi romantisme yang manis kepada Chris, dan lagi-lagi ini membuat chris kembali luluh. Namun, satu ketika ada satu kejadian yang membalikkan semuanya. Rahasia soal keluarga rose dan semua sikap terbuka yang terkesan aneh ditunjukkanya membuat chris merasa ingin cepat-cepat keluar dari rumah keluarga Rose.

Wkwkwk, jangan bingung dulu bagi anda yang mulai bingung dan bertanya. Cerita-cerita di atas adalah penggalan dari sebuah film yang berjudul Get Out (Keluar), yang keluar di bioskop pada 2017 yang lalu. Film cukup menyita perhatian publik bahkan beberapa kritikus memberikan rating 9.5/10 dari film ini. Get Out ini sendiri menampilkan bintang kulit hitam yaitu Daniel Kaluuya dan peran kekasih dalam film tersebut Allison williams.

Apa yang terjadi kemudian pada diri chris dan rose? Saya ingin membuat anda penasaran maka tak ingin menulisnya lebih lanjut. Biar anda nonton saja, Hal ini tentu bukan dikarenakan saya ingin membuat sebuah tulisan bersambung dengan beberapa part ya, tapi karena cerita yang saya ceritakan di atas sudah ada film lengkapnya dengan judul "Get Out" besutan Jordan Pelle.

Sama sebetulnya, film Get Out ini sendiri adalah juga hasil rekomendasi dari seorang teman yang kemarin juga merekomendasikan saya untuk menonton film Downsizing yang minggu lalu saya ulas di Saturday Morning. Semula saya mengira film Get Out ini sendiri bercerita tentang Rasisme yang terjadi di Amerika Serikat karena pacaran berbeda warna kulit. Ternyata, film ini adalah kisah rasisme yang dibalut dengan horor.

Mengikuti kisah si pemeran utama Daniel Kaluuya, saya seperti diajak ke cerita-cerita jaman saya kuliah dulu, walaupun isu rasisme tak sekentara di Amerika, tapi saya pikir cukup berdampak kepada sebagian orang. Saya ingat betul beberapa tahun silam ada stereotip berupa perlakuan yang berbeda yang dilakukan kepada orang-orang yang dalam tanda kutip berbeda ras dan warna kulitnya.

Contoh sederhana saja, "Orang ***** dilarang kost disini" atau "maaf tidak menerima orang *****". Saya tak bermaksud demikian namun beginilah faktanya. Saya termasuk orang cukup keras menentang hal ini bahkan sempat beberapa kali berjumpa dengan teman yang dimaksud diatas mereka selalu menyampaikan "Ya Begitulah, akibat kelakuan orang yang lebih dahulu dari kami, kami terpaksa menanggung imbasnya" Susah Tak Karuan. tuturnya..

Dokumen: https://mydirtsheet.com/
Dokumen: https://mydirtsheet.com/

Saya walaupun tak pernah merasakan secara langsung, tetapi dengan identitas saya sebagai seorang chinese atau tionghoa kerap kali jadi bahan olok-olokan. Saya ingat kalimat "Panggil dulu si cina datang" atau "Mana si mata sipit, lama kali jalannya", adalah dua hal yang pernah saya alami langsung. Bahkan, waktu Pilkada DKI 2017 yang lalu dengan bintang utamanya Pak Ahok, di kampus saja memanggil saya dengan nama "AHOK" tersebut tak terkecuali para dosen. Meskipun, gusar serta kerap kali menggerutu, saya berusaha sabar tapi sambil berkata juga dalam hati "Hmmm, kurang ajar, padahal bukan nama tionghoa saya". Wkwkwkwk, tapi ya sudahlah, daripada heboh lebih baik kalem.

Kisah soal film Get Out dan cerita-cerita soal sahabat-sahabat saya semakin membuka mata kita. Termasuk kejadian George Floyd di Amerika yang viral beberapa bulan kebelakang membuat kita juga menyadari bahwa rasisme baik itu berupa sikap atau omongan, merupakan tindakan yang kejam. Maka, ketika kebanyakan orang Indonesia menggerakkan tagar #blacklivesmatter, pertanyaan yang ingin saya lontarkan hanyalah satu coba kita semua berkaca pada diri kita sendiri, apakah kita juga sama rasisnya dengan mereka?, atau mungkin pertanyaanya dibalik Apakah hak yang kita punya dalam menghina dan mencerca orang berarti bahwa kita lebih baik dari mereka? 

Bisa jadi, kejadian di beberapa waktu yang lalu di kota besar di jawa merupakan puncak kemarahanya, tapi setelah itu lenyap lagi, atau mungkin, di tempat kita tidak ada kejadian yang bikin meletup lagi seperti kemarin. Tetapi, jangan salah hening dan diam bukan berarti baik. Karena bisa jadi ini bom waktu yang siap meledak kapan saja.

Maka daripada itu, penting diantara kita untuk saling memahami satu dengan yang lain utamanya berkaitan dengan membangun kebersamaan. Karena semakin hari semakin kita sadar bahwa memang perkembangan teknologi memberikan banyak kemudahan bagi manusia. Namun, kemudahan-kemudahan yang didapatkan itu malah menimbulkan kecurigaan, dan menjadikan segala sesuatu menjadi mudah untuk viral. Namun, kemudahan untuk viral ini yang kita tak sadari adalah akibat dari dunia maya yang menjelma menjadi sesuatu yang baru. Dan sudah jelas, cepat atau lambat akan terjadi pergeseran perilaku dalam bermedia sosial yang kemudian malah turut mengubah juga perilaku sosial kita dalam kehidupan nyata. 

Coba anda lihat rasanya sekarang mau menceritakan kisah hidupnya atau membagikan aktivitasnya sangat gampang sekali hanya perlu sekejap dengan sentuhan jari saja, maka semua dapat tahu. Nah barang tentu, perlu kedewasaan bagi kita pula untuk bermedia sosial, agar jangan sampai kita menjadi keblenger dan mulai lupa bahwa kita adalah mahluk sosial. Bayangkan saja, semua menjadi mudah dengan media sosial, yang jauh mendekat bahkan bisa jadi yang dekat menjadi jauh. Namun, jangan lupa itu via maya, banyak hal yang tak bisa digantikan atau diperbandingkan antara maya dengan kenyataan yang sesungguhnya.  Dan tak jarang banyak juga di dunia maya yang menunjukkinn kepalsuan, menutupi wajah sedih dengan ikon senyum atau tertawa ataupun mengekspresikan dengan kata-kata. 

So,  pada akhirnya kita sekarang harus sadar untuk berani terbuka pada diri sendiri dan tak membiarkan kepalsuan menghinggapi diri kita, lepaslah segala topeng kepalsuan agar anda bisa bebas berekspresi tanpa ada embel-embel kepalsuan dan tidak sekedar katak dalam tempurung yang hanya keluar aslinya pada saat tertentu saja. Oke Bro/Sis!

*)Ronald Anthony

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun