Mohon tunggu...
Ronald Anthony
Ronald Anthony Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Lepas

Hanya seorang pembelajar yang masih terus belajar. Masih aktif berbagi cerita dan inspirasi kepada sahabat dan para mahasiswa. Serta saat ini masih aktif berceloteh ria di podcast Talk With Ronald Anthony on spotify.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Saturday Morning #24 - "Ilmu Kejar-Mengejar"

7 November 2020   09:00 Diperbarui: 7 November 2020   09:09 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya tidak bisa membayangkan, betapa hebohnya pemilihan presiden di Indonesia apabila menggunakan sistem electoral vote ketimbang popular vote seperti di amerika. Tidak sistem electoral vote saja sudah panas, apalagi kalau dibuat seperti itu sistemnya sudah pasti intrik, saling serang, dan juga silang pendapat mengenai hasil akan lebih heboh ketimbang yang kita jalani sekarang. Pada hari ini Sabtu 7 November 2020 saat tulisan ini tayang mungkin sudah ketahuan siapa yang menjadi pemimpin dari negara adidaya tersebut Biden atau Trump?.  Kalau menurut perhitungan terakhir si kemungkinan Biden Memimpin dengan 257 Electoral Vote dan Trump 213 Electoral Vote.

Menyaksikan perhitungan suara pilpres US. Dokpri: kevin aditya
Menyaksikan perhitungan suara pilpres US. Dokpri: kevin aditya

Walaupun, tidak ada hubungan secara langsung antara pilpres di amerika serikat dengan Indonesia. Tapi, hampir setiap malam di ruang keluarga kami berdebat dan menghitung soal hasil dan kemungkinan siapa yang bakal menang dan menduduki jabatan presiden tersebut. Walaupun kadang-kadang perdebatan itu membuat kami lelah dan seringkali diakhiri dengan tanya "Buat apa kita Berdebat?". Kan sudah jelas tidak ada hubungannya dengan Indonesia dan kami secara langsung. Wkwkwk. Saya Biden Garis Keras dan Ayah serta Ibu Saya Trump Garis Keras, Wkwkwk. Meskipun begitu, seru saja rasanya ruang-ruang keluarga kami beberapa hari terakhir diisi dengan yang berfaedah ketimbang menyaksikan tayangan lain.

Yaps, ketika tulisan ini dibuat, saya sedang menerka-nerka apa maksud dari setiap twitter yang disampaikan oleh Trump dan Keluarganya mulai meminta penghentian perhitungan suara sampai yang terbaru adalah ajakan perang. Sebetulnya apa sih yang dikejar? terkesan ngotot sekali tampaknya baik biden maupun trump. Apakah semuanya itu murni kekuasaan yang dikejar? atau ada hal yang lain? biarlah ini masih jadi pertanyaan yang tentunya menarik untuk ditunggu dan dibahas.

Perhitungan suara pilpres US 2020. Dokpri
Perhitungan suara pilpres US 2020. Dokpri

Ngomong-ngomong soal kejar mengejar, saya adalah salah satu orang yang percaya bahwa dalam setiap hidup ataupun dalam setiap kita lakukan selalu ada tujuan atau motivasi yang kita kejar. Motivasi serta tujuan tersebut yang mendorong kita atau dengan kata lain memaksa untuk mengejar sesuatu. Dalam hidup ini saya percaya orang pasti berjalan dengan sebuah motivasi yang mereka kejar. Yang kalau saya kategorikan berdasarkan pandangan pribadi bisa kita bagi menjadi beberapa jenis seperti Uang, Kehormatan, Populer, dan juga kenyamanan serta kesenangan. Apakah bagian di atas juga menjadi alasan anda dalam mengejar hal-hal tersebut?

Kalau saya mau tarik dalam lingkup yang kecil saya mau berikan sebuah contoh terkait dengan kejar-mengejar yang secara spesifik berkaitan dengan soal uang. Menurut anda kalau orang bekerja dengan keras, mencari sambilan sana dan sini tujuannya sudah jelas yaitu adalah untuk mendapatkan uang. Sehingga, tak jarang orang lebih mementingkan untuk mendapatkan uang dengan berbagai cara entah itu halal ataupun tidak. Pertanyaanya adalah sampai kapan? atau mau sebanyak apa? Apakah akan puas?. Akan timbul lagi banyak pertanyaan-pertanyaan jika ukuran puas itu ditanyakan.

Cerita soal puas atau tidak puas saya pikir seringkali ukurannya sangat subjektif. Saya mau ambil contoh dari diri saya saja. "Kalau dulu saya selalu berpikir punya gaji 4,5-5 juta rupiah itu enak ya, bisa beli ini, bisa beli itu". Tapi setelah dijalani dan mencapai seperti itu dan lihat teman-teman lain yang gajinya lebih tinggi kok rasanya pengen sampai ke angka itu ya.

Ukuran kepuasan yang dibuat seketika berganti ketika melihat yang lebih menggiurkan. Pertanyaanya apakah salah? saya selalu menjawab tidak, dalam hidup kan ada perubahan sana dan sini. Ukuran hari ini belum tentu sama dengan ukuran besok. Cuma kita harus tahu kapan kita perlu "BERHENTI". 

Kenapa saya katakan kita harus tahu kapan kita perlu "BERHENTI", karena mencari hal itu tak akan pernah ada habis dan puasnya, selalu mau lebih, lebih, dan lebih. Diatas langit masih ada langit, kalau kepalamu diukurkan dengan dongak ke atas terus menerus maka sampai kapanpun anda tidak pernah akan menemukan kata "PUAS". Jadi pertanyaanya sekarang saya balik, jadi sebetulnya apa yang anda kejar? jangan sampai sibuk mengejar terus sampai lupa anda menikmatinya. 

Masih terkait kepuasan, saya sempat mengenal dengan beberapa teman saya yang sudah jadi boss atau direktur hukum di suatu perusahaan, Kerja kerasnya patut diacungi jempol, prinsip hidupnya juga oke. Namun sayang, harus mati muda, kenapa mati muda? Sudah pasti yang pertama dan terutama adalah Jalan dan Takdir Tuhan. Namun, dibalik jalan dan takdir tersebut tersingkap fakta bahwa teman saya yang meninggal tersebut memang sangat ulet dan pekerja keras. Ini tentu dapat dibuktikan karena dia sangat sibuk bekerja bahkan hingga lembur dan seringkali dia tidak menghiraukan soal kesehatannya. Akhirnya mati muda.

Seperti yang tadi sampaikan, hidup dan mati adalah sudah diatur oleh Tuhan dan setiap kepercayaan apapun pasti mengatakan bahwa suatu saat kita akan meninggal, waktunya saja yang belum pasti. Tergantung Suratan yang jelas.

Konsep kejar dan mengejar ini sebetulnya adalah konsep yang kurang tepat, kenapa kurang tapat? saya ingat betul, waktu pertemuan terakhir semasa kuliah kode etik notaris sewaktu menempuh S2 Kenotariatan ada salah seorang notaris namanya pak basuki, beliau menyampaikan sekarang banyak orang yang salah dalam memaknai konsep rejeki, beliau menyampaikan bahwa konsep rejeki ketika bekerja adalah bukan Kejar Rezeki tetapi Menjemput Rezeki.

Beda kalimat Kejar dan Jemput saja merupakan dua pemaknaan yang berbeda, karena kalau diistilahkan konsep kejar kesannya adalah buru-buru, seperti kalau anda telat menjemput anak anda di sekolah, jika memakai konsep kejar maka lampu merah dan segala peraturan lalu lintas akan diterabas atau disikat. Tapi kalau diistilahkan dengan kata "JEMPUT", cepat atau lambat segala yang memang peruntukkannya untuk anda maka akan tetap kembali ke anda.

Namun sayangnya, kehidupan modern sekarang konsep jemput menjadi jarang digunakan, yang banyak adalah konsep kejar-mengejar. Hidup modern sekarang sudah terbiasa dengan kata "Mengejar" serta "Meraih" sehingga seringkali hanya duniawi yang dipikirkan.

Gara-gara tulisan ini saya ingat dengan salah satu quotes dari Ridwan Kamil (Kang Emil) dalam bukunya #Tetot, "Hidup adalah Berbagi, Karena Ilmu dan Rejeki Tidak Dibawa Mati". Jadi kalau ada diantara anda yang sampai sekarang masih berusaha mengejar saya hanya menyampaikan pesan santai dan pelan saja Bro dan Sis ikuti saja alurnya "Kamu tidak lah terlambat dari teman-temanmu yang terlebih dahulu berhasil, Jangan merasa tertinggal karena masih banyak kesempatan di depanmu, hanya waktu itu belum datang saja"

Akhirnya, menutup tulisan Saturday Morning ini saya mau memberikan sebuah pertanyaan pemicu "Bahwa apakah menurut anda yang sekarang ada, sedang, atau akan dikejar oleh anda adalah sebuah pilihan yang Worth It setelah kamu mempertimbangkan Ilmu Kejar-Mengejar tadi? " atau jangan-jangan ada diantara anda malah lebih cenderung untuk mencoba memakai alternatif kata yaitu "JEMPUT".  "Selamat Mencoba"

Salam Sehat

*) Ronald Anthony

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun