Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pak Jokowi, Jangan Lupakan Substitusi Impor

28 Oktober 2019   06:00 Diperbarui: 28 Oktober 2019   06:12 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kabinet termasuk dengan wakil menteri sudah semua dilantik. Sekarang waktunya untuk bekerja, bukan lagi ribut terus. Presiden Jokowi selalu mencoba mendorong peningkatan ekspor. Tapi Pak Jokowi, jangan lupakan substitusi impor.

Ekonomi Dunia 

Akibat perang dagang yang dimulai oleh Donald Trump terhadap China dan negara lain yang sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Baca " Perang Dagang A la Donald Trump"

Sekarang ini prospek pertumbuhan ekonomi dunia menurun. Bank dunia per Oktober 2019 memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia akan lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan Juni 2019 yang mencapai 2,6 persen di 2019.

IMF yang telah berkali-kali menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2019. Oktober ini kembali menurunkan proyeksinya menjadi 3 persen, lebih rendah dibandingkan proyeksi Juni 2019 yang mencapai 3,2 persen.

Menurut IMF selain perang dagang, ketegangan geopolitik dan Brexit juga membuat pertumbuhan ekonomi dunia paling buruk sejak krisis keuangan global 2008.

Ekspor

Ketika dunia terutama China dan Amerika Serikat (dua ekonomi terbesar) mengalami pelambatan. Suka atau tidak suka semua negara akan mengalami pelambatan, terkecuali negara yang sangat minimal terhubung dengan ekonomi dunia seperti Korea Utara.

Ekonomi mengalami pelambatan maka konsumsi akan melemah. Sehingga sulit bagi Indonesia untuk bisa meningkatkan ekspor karena permintaan berkurang.

Belum lagi secara nilai juga menurun karena komoditas akan mengalami penurunan harga paling mendalam ketika permintaan melemah.

Usaha untuk membuka pasar baru (negara tujuan ekspor baru) tidaklah salah. Walau saya pesimis akan bisa meningkatkan ekspor secara signifikan. Sekali lagi karena ekspor Indonesia masih lebih berat ke komoditas dibanding hasil manufaktur.

Tetapi usaha ini tetap perlu dijalankan, karena diharapkan ketika ekonomi dunia membaik, minimal Indonesia sudah memahami kebutuhan pasar atau malah sudah berhasil membuka pasar di negara tujuan ekspor baru.

Neraca Dagang

Neraca dagang Indonesia di tahun 2019 ini sampai dengan September masih defisit USD 1,95 miliar. Walaupun lebih rendah jika dibandingkan dengan defisit Januari-September 2018 yang mencapai USD 3,78 miliar.

Rumus neraca dagang adalah ekspor minus impor. Sehingga ketika ekspor lebih rendah dibanding impor maka akan terjadi defisit. Defisit neraca dagang yang akan juga menambah defisit neraca transaksi berjalan.

Ketika ekspor sulit ditingkatkan karena pasar dunia melemah, untuk mengurangi defisit bisa dilakukan dengan mengurangi impor.

Katadata.co.id
Katadata.co.id

Substitusi Impor

Terlihat dari grafik di atas kontribusi impor bahan baku dan penolong cukup tinggi terhadap total impor Indonesia. Mulai meningkat pesat pada tahun 2007.

Menurut Kemenkes 90 persen bahan baku obat masih impor. Industri tekstil masih impor 70 persen kebutuhan bahan baku. Sedangkan menurut Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia, 80 persen bahan baku kosmetik juga diimpor. Termasuk juga olahan sawit yang akhirnya diimpor kembali setelah diekspor dalam bentuk bahan mentah.

Melihat data di atas kesempatan untuk mengurangi impor masih sangat besar. Selain untuk mengurangi kebutuhan devisa, dengan adanya pabrik di Indonesia bisa meningkatkan lapangan kerja dan pasti ada pengaruh ke ekonomi nasional.

Dengan pasar yang besar seharusnya Indonesia bisa memaksa produsen bahan baku obat misalnya untuk mendirikan pabrik di Indonesia.

Pemaksaan seperti ini sudah ada yang terbukti berhasil. Sebuah perusahaan pemintalan dan tekstil asal China berhasil dipaksa oleh pembeli besar di Indonesia untuk memindahkan pabriknya ke sini, seperti yang disampaikan oleh ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat.

Melemahnya permintaan dunia, bagi Indonesia yang memiliki pasar yang besar adalah keuntungan. Karena dengan pasar besar seharusnya kita memiliki daya tawar yang kuat untuk bisa meminta perusahaan asing yang ekspor ke Indonesia untuk memindahkan pabrik ke Indonesia jika ingin menjual ke pasar Indonesia.

Terlebih pertumbuhan ekonomi Indonesia masih cukup stabil di kisaran 5 persen.

Jika memang sulit untuk meningkatkan ekspor. Kepada Pak Jokowi, jangan lupakan substitusi impor.

 

Salam

Hanya Sekadar Berbagi

Ronald Wan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun