Untuk tahun 2019 diperkirakan The Fed tidak akan seagresif tahun ini. Perkiraan peningkatan suku bunga akan menurun dari tiga kali menjadi dua kali. Semoga bisa sedikit mengurangi tekanan terhadap ekonomi dan mata uang negara berkembang.
Harga Minyak Bumi
Harga minyak bumi yang tinggi akan menguntungkan bagi negara pengekspor minyak, Arab Saudi salah satunya. Harga minyak yang rendah menyebabkan Arab Saudi harus mengeluarkan surat utang dan menerapkan PPN.
Namun di sisi lain negara net importir minyak bumi, seperti Indonesia dan India mengalami kesulitan. Dolar AS yang tinggi dan harga minyak yang juga meningkat tajam meningkatkan defisit perdagangan Indonesia.
Akhir tahun ini harga minyak sudah mulai melandai, harga minyak WTI berada di kisaran USD 45 dan Brent berada di kisaran USD 50an. Hal ini disebabkan oleh menurunnya proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia dan juga meningkatnya produksi minyak AS selain itu adalah penangguhan terhadap larangan impor minyak Iran kepada beberapa negara juga membantu.
Beberapa persoalan yang dihadapi produsen minyak AS tahun 2018 akan bisa diselesaikan pada tahun 2019. Sehingga saya berharap harga minyak akan kembali stabil dan tidak meningkat tinggi seperti tahun ini.
Baca "Apakah Shale Oil bisa Menahan Harga Minyak 2019?"
Selama harga minyak WTI bisa berada di kisaran USD 40 -- USD 50an maka pertumbuhan produksi minyak AS akan terus berkembang. Pengurangan produksi OPEC plus Rusia akan bisa tergantikan.
Donald Trump
Saya merasa bahwa turbulensi ekonomi dunia selama tahun 2018 salah satu penyebab utamanya adalah Donald Trump. Sebagai presiden satu-satunya negara adi daya di dunia setiap tindakan Trump akan berpengaruh baik sedikit ataupun banyak terhadap negara lain.
Perang dagang yang dikobarkan oleh Donald Trump langsung membuat limbung ekonomi. Walaupun ada ahli yang mengatakan Trump hanya gejala bukan penyebab perang dagang. Namun yang jelas pelaku ekonomi tidak menyukai ketidakpastian sedangkan Trump bagaikan petasan yang meledak-ledak.