Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Filantropi yang Bukan Hanya Dilakukan oleh Individu

22 November 2018   11:56 Diperbarui: 23 November 2018   08:53 1316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Booth Freeport di FIFEST 2018 (dok Ronald Wan)

Datang ke Filantropi Indonesia Festival (FIFEST) yang berlangsung 15-17 November 2018 yang lalu, membawa sebuah pencerahan baru bagi saya. Filantropi yang menurut KBBI daring berarti cinta kasih (kedermawanan dan sebagainya) kepada sesama, selama ini yang saya tahu adalah kegiatan beberapa orang dermawan yang membantu sesama.

Seperti Bill Gates yang mendirikan Bill and Melinda Gates Foundation yang banyak bergerak untuk memberdayakan masyarakat di negara berkembang antara lain dengan cara meningkatkan kesehatan masyarakat dan membantu pendidikan. Sedangkan di Amerika Serikat organisasi ini membantu dalam memberikan akses pendidikan kepada yang tidak mampu.

Tahun 2017 Bill Gates menyumbangkan sekitar USD 4,6 miliar untuk Bill and Melinda Gates Foundation dalam bentuk saham Microsoft, sebuah sumbangan yang sangat besar dan terbesar sejak tahun 2000 di saat mereka menyumbang senilai USD 5 miliar untuk mendirikan yayasan.

Bill Gates sendiri bersama dengan beberapa orang terkaya di dunia lainnya, seperti Mark Zuckerberg dan Warren Buffett bertekad untuk menyumbangkan sebagian besar hartanya untuk kegiatan sosial.

Mark Zuckerberg dan istrinya Priscilla Chan akan menyumbangkan 99 persen dari saham Facebook yang dimiliki untuk kegiatan sosial selama hidup mereka. Sedangkan Bill Gates hanya akan mewariskan "sedikit" hartanya untuk anaknya.

Warren Buffett hanya akan mewariskan sekitar USD 2 miliar kepada masing-masing anaknya dibandingkan dengan total harta yang mencapai puluhan miliar USD. Pada tahun 1986, Warren Buffett mengatakan kepada Fortune bahwa dia ingin meninggalkan harta yang cukup untuk anaknya berbuat sesuatu. Namun tidak terlalu banyak yang bisa membuat anaknya tidak perlu melakukan apa pun.

Pencerahan Baru

Ternyata selama ini pemahaman saya salah, filantropi tidak hanya berlaku untuk individu. Organisasi yang membantu sesama pun bisa dikatakan melakukan kegiatan filantropi.

Kegiatan perusahaan yang dilakukan dalam rangka memenuhi tanggung jawab sosialnya (CSR) adalah salah satu kegiatan filantropi. Terlihat beberapa perusahaan seperti ADARO, Freeport Indonesia dan Sido Muncul turut serta dalam FIFEST 2018.

Kampung Koran. Terlihat di foto di atas, Kompas Gramedia juga turut serta dalam festival ini. (dok Ronald Wan)
Kampung Koran. Terlihat di foto di atas, Kompas Gramedia juga turut serta dalam festival ini. (dok Ronald Wan)
Freeport Indonesia

Freeport Indonesia (PTFI) sejak tahun 1992-2017 telah menggelontorkan dana senilai USD 1,56 miliar untuk program pengembangan masyarakat. Menurut humas PTFI saat ini Freeport Indonesia mengalokasikan sekitar 1 persen dari pendapatan kotor atau sekitar Rp 1 triliun per tahun untuk program pengembangan masyarakat. Setengah dana tersebut dikelola sendiri oleh PTFI dan sisanya diserahkan kepada beberapa organisasi yang bekerja sama dengan PTFI untuk dikelola.

Dana tersebut antara lain digunakan untuk mendirikan Institut Pertambangan NEMANGKAWI yang telah mendidik sekitar 4000-an siswa magang. Sekitar 70 persennya diperkerjakan oleh PTFI dan kontraktornya.

Sampai akhir 2017 ada sekitar 6.600 kelompok usaha yang telah dibantu oleh PTFI dengan total dana bantuan yang mencapai Rp 233 miliar.

Kopi Amungme

Kopi Amungme (dok Ronald Wan)
Kopi Amungme (dok Ronald Wan)
Kopi yang mungkin boleh dibilang sangat keren. Banyak orang belum pernah naik helikopter namun kopi ini dikirim dari pegunungan dengan menggunakan helikopter. Sehingga jika dihitung harga jual yang sepadan adalah sekitar Rp 800 ribu -- Rp 1,2 juta per 250 gram. Mungkin mengalahkan kopi luwak.

Sayangnya karena produksi yang cukup sulit karena ditanam di pegunungan dengan ketinggian antara 2000-4000 meter dari permukaan laut dan luas lahan yang baru mencapai 10 hektar menyebabkan hasilnya hanya sedikit. Sehingga habis hanya untuk konsumsi PTFI saja dan tidak dijual umum.

Noken

Mama Menggunakan Mesin Tenun (dok Ronald Wan)
Mama Menggunakan Mesin Tenun (dok Ronald Wan)
Gambar di atas memperlihatkan bagaimana Mama-mama mendemonstrasikan penggunaan mesin tenun. Mesin tenun ini digunakan untuk mengolah kulit kayu antara lain kulit kayu melinjo untuk dijadikan benang.

Sebelumnya untuk bisa mengubah kulit kayu menjadi benang, mama Papua menggunakan cara tradisional. Dengan menggulirkan kulit kayu tersebut ke paha mereka, sebuah kegiatan yang cukup berat dan memakan waktu lama serta menyebabkan paha menjadi seperti menghitam.

Noken yang dibuat dengan pewarna alami (dok Ronald Wan)
Noken yang dibuat dengan pewarna alami (dok Ronald Wan)
Noken seperti di atas membutuhkan waktu produksi yang bisa mencapai dua bulan dari kulit kayu sehingga menjadi noken. Noken yang diwarnai dengan pewarna alami seperti daun jati dan suji ini, bisa diproduksi lebih cepat (sekitar satu bulan) dengan penggunaan mesin tenun.

Tujuan awal dari bantuan ini adalah untuk meningkatkan penghasilan mama-mama agar bisa memberikan gizi yang lebih baik untuk anak-anaknya. Cukup berhasil, penghasilan mereka bisa meningkat dari sebelumnya Rp 1 juta menjadi kurang lebih Rp 2 juta.

Topi dan Noken buatan mama Papua (dok Ronald Wan)
Topi dan Noken buatan mama Papua (dok Ronald Wan)
Menurut Lourensius Y. Wijayanto salah seorang instruktur dari Yayasan Niru Daya. Pengembangan mesin tenun ini butuh inovasi mengingat kebanyakan mesin tenun yang ada hanya bisa digunakan untuk bahan yang lebih lembut seperti kapas, sutera dan wool.

Mesin tenun dengan pedal (dok Ronald Wan)
Mesin tenun dengan pedal (dok Ronald Wan)
Melatih mama Papua untuk menggunakan mesin ini juga membutuhkan waktu. Pada awalnya mesin ini menggunakan dua pedal (mirip dengan mesin jahit zaman dulu) untuk menggerakkan roda pemintal. Namun ternyata banyak dari mama yang tidak bisa mengayuh. Akhirnya dikembangkan mesin tenun yang menggunakan listrik. Timbul masalah baru yaitu tidak semua desa di Papua sudah dijangkau listrik.

Sekarang ini fokus Yayasan Niru Daya masih pada bagaimana produksi bisa berjalan dengan baik dan standar kualitas bisa tercapai. Setelah itu barulah pemasaran yang akan menjadi fokus berikutnya dengan harapan usaha ini bisa membantu memberdayakan masyarakat Papua.

 

Referensi : USA Today.com  ; CNBC.com ; 

Materi tertulis PTFI

Salam

Hanya Sekadar Berbagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun