Dokter terkadang hanya berhasil melihat gejala namun belum tentu penyakitnya. Menurut Profesor Dani Rodrik dari Harvard dalam pertemuan tingkat tinggi di Singapura, Trump hanya gejala bukan penyebab perang dagang.
Prof Rodrik juga mengatakan bahwa meningkatnya tensi dagang antara China dengan Amerika Serikat kemungkinan juga bisa terjadi walaupun Donald Trump tidak menjadi presiden.
"Meskipun cara gila Trump memperburuk keadaan. Trump hanya gejala dari kemajuan global yang meningkatkan tensi dagang bukan sumber masalah." lanjut Prof Rodrik.
"Janganlah kita membesar-besarkan pentingnya Trump. Masalah utama ada pada struktur ekonomi dunia disertai dengan kompetisi dalam ekonomi dan politik. Trump memiliki insting tetapi tidak memiliki strategi jangka panjang" kata Profesor Rodrik.
Saya cenderung sepakat dengan apa yang dikatakan oleh Prof Rodrik. Bahwa memang defisit perdagangan harus diperbaiki oleh pemerintah AS. Namun bukan dengan cara memulai perang dagang dengan seluruh dunia.
Sehingga menyebabkan munculnya ketidakpastian yang menyebabkan proyeksi peningkatan ekonomi global bisa menurun. Jika ini terjadi bukan hanya negara di luar AS yang akan mengalami, AS juga akan mengalaminya.
Saat ini ekonomi dunia sudah saling terhubung sedemikian rupa. Jika terjadi sesuatu hal di suatu negara. Terlebih negara tersebut adalah negara dengan ekonomi terbesar di dunia maka efeknya akan terasa ke seluruh dunia.
Krisis yang terjadi di Argentina dan Turki yang masuk dalam 20 negara dengan ekonomi terbesar. Sudah membuat pelaku pasar khawatir dan menyebabkan tekanan ke negara berkembang termasuk Indonesia. Baca" Mengapa Ekonomi Argentina ambruk?"
Trump sebenarnya bisa lebih taktis dengan menggalang sekutu AS untuk bergabung dalam memberikan tekanan kepada China untuk lebih membuka pasarnya. Sehingga China mungkin akan bisa lebih menerima dibandingkan dengan pengenaan tarif disertai komentar-komentar Trump yang berkesan menantang China.
Perlu disadari bahwa China sekarang ini adalah negara dengan nilai ekonomi nomor dua di dunia dan pemegang terbanyak surat utang AS. Disertai dengan kekuatan militer yang tidak lemah. Baca"China Mengandalkan Serangan Sayap dalam menghadapi Trump"
Xi Jinping juga telah berhasil mengkonsolidasi kekuatan politik sehingga bisa dianggap sebagai presiden seumur hidup.
Ancaman dan tekanan Trump pastilah akan dihadapi dengan kepala tegak. Beda jika Trump melakukan negosiasi terlebih dahulu dan didukung oleh Uni Eropa, Jepang dan sekutu lainnya. Kemungkinan hasilnya akan berbeda.
Tetapi nasi sudah menjadi bubur, penerapan tarif sudah terjadi. Roberto Azevedo Director General WTO mengatakan bahwa dengan amunisi AS dan China yang begitu besar tensi dagang akan bisa meningkat.
Hal ini menguatkan pernyataan Jack Ma yang memprediksi perang dagang bisa berlangsung selama 20 tahun. Namun WTO tetap akan berusaha untuk bisa meningkatkan dialog antar kedua negara.
Artikel ini pernah ditayangkan di situs pribadi penulis
Salam
Hanya Sekadar Berbagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H