Media sosial sudah merupakan makanan sehari-hari kita. Facebook, Twitter, Instagram dan lain sebagainya. Banyak orang yang berlomba untuk dapat menjadi yang paling top di lingkaran sosial mereka.
Banyak juga yang hanya jago membagikan konten yang tidak berguna, kalau tidak boleh dikatakan busuk sehingga dapat mengganggu kenyamanan. Semua itu adalah pilihan masing-masing.
Pembuat berita palsu, teroris dan pengujar kebencian juga tidak mau kalah dalam memanfaatkan media sosial ini. Motivasinya memang berbeda-beda politik, uang bahkan sampai menyebarkan ideologi yang bisa menghasilkan teroris baru. ISIS contohnya
Jerman adalah sebuah negara yang telah sangat maju jika dibandingkan dengan Indonesia. Kekalahan di perang dunia II, tidak menyebabkan Jerman menjadi negara miskin. Bahkan boleh dibilang Jerman adalah motor penggerak Uni Eropa.
Perkembangan media sosial yang negatif, tidak hanya melanda Indonesia atau negara berkembang yang masih rendah literasinya. Namun hal yang sama juga terjadi di negara maju seperti Jerman.
Hal ini mungkin dilihat pemerintah Jerman sebagai hal yang tidak baik bagi perkembangan sebuah negara. Terlebih lagi paham Nazi, kemungkinan besar masih memiliki pengikut di Jerman.
Pada Juni 2017, pemerintah Jerman telah mengesahkan sebuah aturan baru yang disebut "The Network Enforcement Act" atau lebih dikenal dengan nama Undang-undang (UU) Facebook. UU ini mulai berlaku Oktober 2017.
UU yang mengatur tentang konten ilegal sesuai dengan hukum Jerman, yang salah satunya adalah ujaran kebencian. Jika pengelola media sosial tidak menghapus sebuah konten ilegal dalam waktu 24 jam maka akan didenda. Media sosial yang termasuk di dalamnya Facebook dan Twitter
Dendanya mulai dari 5 Juta Euro (sekitar Rp 8 Miliar, kurs Rp 16.000,-) yang bisa bertambah sampai ke angka 50 Juta Euro. Untuk kasus yang masih belum jelas hukumnya, pengelola bisa memiliki waktu sampai dengan satu minggu, sebelum memutuskan.
UU Facebook tentu saja mendapat tentangan dari beberapa pihak. Dikatakan bahwa UU ini mengekang kebebasan mengutarakan pendapat di era demokrasi.
Indonesia saat ini saya melihat adanya kecenderungan peningkatan berita palsu dan juga ujaran kebencian. Hal yang dapat memecah belah Indonesia yang memiliki banyak suku, ras dan agama. Mungkin sudah saatnya pemerintah dan DPR mulai memikirkan tentang tanggung jawab pengelola media sosial dalam penyebaran hal yang negatif.
Memang Facebook dan Google telah mulai membuat kecerdasan buatan untuk menangkal berita palsu. Tetapi demi persatuan Indonesia dan peningkatan tanggung jawab pengelola media sosial, UU Facebook perlu juga diterapkan di Indonesia.
Referensi : The Verge
Salam
Hanya Sekadar Berbagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H