Dengan tingkat pendidikan angkatan kerja yang masih didominasi SMP ke bawah, bonus demografi akan lewat begitu saja jika tidak mulai ditingkatkan dari sekarang. Lebih tepatnya dari kemarin, karena sudah sangat urgent.
Industri
Sampai saat ini Indonesia masih tergantung pada komoditas untuk ekspornya. Baik migas maupun non migas seperti kelapa sawit.
Pernah saya baca 70% dari bahan baku kebutuhan industri manufaktur masih diimpor. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh banyaknya impor yang dilakukan secara "borongan", yang artinya impor yang dilakukan dengan tidak membayar penuh bea masuk yang seharusnya dibayarkan.
Akibatnya pengusaha Indonesia malas untuk membuat pabrik, lebih enak menjadi pedagang. Karena harga impor bisa lebih murah dibanding dengan produksi di Indonesia.
Pemerintah sudah melakukan pengetatan atas aturan impor, sehingga impor "borongan" sehingga sekarang ini, sudah semakin sulit dilakukan. Harga barang impor kembali "normal" artinya tidak lagi jauh lebih murah dibanding produksi di Indonesia.
Pengusaha dan pemerintah seharusnya sudah mulai menyiapkan industri pengganti bahan baku impor, sehingga bisa terjadi penghematan devisa dan meningkatkan kekuatan industri Indonesia.
Untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, mungkin pemerintah juga bisa memberikan insentif terhadap industri padat karya sesuai dengan jumlah tenaga kerja yang diserap.
Manufaktur adalah salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi dengan harga yang lebih stabil dibandingkan dengan komoditas.
Pengusaha Indonesia juga jangan terlalu cengeng dan sedikit -sedikit meminta insentif dan menyalahkan kondisi yang tidak kondusif. Retail yang katanya lesu darah, tetapi mengapa Miniso (retail jepang) berani menargetkan pembukaan 110 toko di 2018.
Kelesuan bisa menjadi kesempatan, pada saat orang lain tiarap kita ekspansif. Sehingga pada saat gairah kembali, kita sudah siap. Orang lain baru mulai.