Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Peer To Peer Lending", Sebuah Tren di Dunia Fintech

11 Desember 2017   10:39 Diperbarui: 11 Desember 2017   10:51 2372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Minjam duit dong, mungkin perkataan ini sering kita dengar atau kita sendiri juga sering mengatakannya. Saya pribadi pernah juga mengalami situasi di saat benar-benar membutuhkan mengucapkan hal yang sama. Namun sebisa mungkin saya hindari.

Akhir-akhir ini semakin sering terdengar istilah Financial Technology (Fintech). Di era digital dunia keuangan pun mau tidak mau harus masuk juga ke teknologi digital. Teknologi digital sebenarnya sudah cukup lama berkembang di bidang keuangan.

Maraknya mobile banking, internet banking dan lainnya adalah hasil dari perkembangan teknologi. Dan menurut saya termasuk dalam fintech.

Pinjam uang ke bank membutuhkan banyak sekali persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan yang terkadang bagi usaha kecil sulit untuk dipenuhi seperti jaminan. Akhirnya yang terjadi banyak usaha kecil yang lari ke lintah darat. Para lintah darat mudah memberikan pinjaman tapi dengan bunga yang mencekik leher.

Bagi usaha kecil yang sudah tergabung dengan koperasi mungkin masih lebih baik. Mereka bisa meminjam kepada koperasi .

Adrian Gunadi (dok Ronald Wan)
Adrian Gunadi (dok Ronald Wan)
Fenomena ini dibaca oleh para pendiri Investree yang salah satunya adalah Adrian Gunadi. Dalam acara entrepreneurshare Danamon, Adrian yang merupakan  CEO Investree ( Peraih Best Fintech Danamon Entrepreneur Award 2017) bercerita tentang model bisnis mereka.

Investree adalah sebuah perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan sebuah pasar dimana peminjam dan pemberi pinjaman dapat bertemu serta bertransaksi (peer to peer lending market place).

Untuk memitigasi risiko Investree hanya menyeleksi para peminjam dalam beberapa kategori. Salah satu kategorinya adalah para peminjam memiliki tagihan ke perusahaan terbuka (Tbk), BUMN dan perusahaan multinasional yang belum terbayarkan.

Tetapi mereka membutuhkan modal kerja untuk dapat melanjutkan produksi. Hal ini menurut saya akan menurunkan risiko gagal bayar karena biasanya jarang sekali perusahaan dengan kategori di atas tidak membayar tagihan.

Kategori kedua adalah dengan bekerja sama dengan pasar online seperti Lazada, Tokopedia dan Buka lapak untuk memberikan pinjaman kepada para penjual yang berada di dalam pasar online tersebut. Sebuah terobosan saya pikir karena pada umumnya semua pembayaran transaksi di pasar online akan masuk ke penyelenggara pasar. Sehingga dengan mudah Investree akan bisa meminta penyelenggara untuk memotong tagihan penjual untuk membayar pinjaman yang diberikan.

Selain juga bisa menilai dengan lebih akurat berapa pinjaman yang pantas diberikan dengan melihat data penjualan mereka.

Investree terdaftar di OJK, bekerja sama dengan Pefindo untuk melakukan analisa credit rating serta mengasuransikan pinjaman yang diberikan ke Perum Jamkrindo.

Mengapa tulisan ini fokus ke peminjam?

Bagi pemberi pinjaman penting untuk bisa mengerti dan menilai risiko yang harus ditanggung sebelum membenamkan uang mereka. Bagi peminjam, gampang sekali pinjam uang, nagihnya yang susah

Peer to peer lending (P2P) menurut saya adalah sebuah solusi terutama bagi para pengusaha kecil untuk bisa mendapatkan pinjaman dengan bunga yang relatif wajar. Sehingga usaha mereka bisa berkembang.

Masih banyak penduduk Indonesia yang belum memiliki rekening bank. Selain karena tidak ada uang, alasan utama lainnya adalah geografi Indonesia yang begitu luas sehingga akan sangat mahal bagi bank dan institusi keuangan untuk dapat membuka cabang di seluruh pelosok nusantara.

Hal ini sudah dicoba dijembatani oleh Bank Indonesia dan OJK dengan program laku pandai. Semacam perwakilan bank yang bisa melayani pembukaan rekening, menabung dan pengambilan uang. Namun sejauh pengetahuan saya belum bisa melayani pinjaman.

P2P yang bisa menjadi solusi.

P2P berbasis teknologi perkembangannya sangat cepat (29% dari perusahaan Fintech di Indonesia). Bola salju sudah bergulir, kekhawatiran saya adalah kesadaran tentang risiko di sisi pemberi pinjaman.

Jangan sampai bola salju terus membesar namun pemberi pinjaman tidak tahu bahwa ada risiko yang harus dihadapi dengan memberikan pinjaman melalui P2P market place. Kalau sampai terjadi, ketika terjadi gagal bayar maka hancurlah bisnis ini sebelum menjadi dewasa.

Karena begitu pemberi pinjaman tidak percaya. Maka semakin sedikit orang yang mau memberikan pinjaman atau hanya dengan bunga yang sangat besar baru orang mau memberikan pinjaman.

UKM adalah salah satu motor penggerak ekonomi Indonesia. P2P memberikan solusi keuangan yang semoga bisa membantu UKM untuk lebih berkembang.  Kegagalan perusahaan P2P untuk memberikan edukasi tentang risiko bisa menyebabkan solusi ini tidak lagi tersedia bagi UKM.

OJK sudah membuat aturan main dan melakukan pengawasan. Bank Indonesia juga sudah mengeluarkan aturan tentang Fintech.

Semoga peer to peer lending bisa berkembang dengan sehat dan memberikan manfaat bagi negara Indonesia.

Salam

Hanya Sekadar Berbagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun