Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Naik Gampang, Turun yang Sulit

4 Agustus 2017   09:15 Diperbarui: 7 Agustus 2017   16:57 1988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kehidupan ada kalanya kita berada di atas dalam artian mampu secara ekonomi. Namun tidak tertutup kemungkinan suatu saat kita berada di bawah. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan kita untuk membiayai gaya hidup.

Gaya hidup kita memang seringkali dipengaruhi oleh trend. Teman atau kenalan di Facebook, pamer foto sedang berlibur di Eropa. Jika kita mampu seringkali kita tidak mau kalah, langsung juga mengatur liburan berikut pergi ke Eropa. Lain waktu, teman bercerita makan di resto kekinian, "Wah enak banget loh, tempatnya juga instagramable" langsung kita pergi ke sana pada akhir minggu berikut.

Apakah perlu mengikuti segala hal yang dianggap kekinian?

Handphone mahal, tas trendy, resto kekinian, sepatu branded dan lainnya. Semua kembali ke diri kita masing-masing. Keputusan di tangan kita, mau ikut atau tidak. Terbelit utang demi trend ataupun tidak. Untuk naik kelas dan menikmati gaya hidup baru sesuai dengan penghasilan kita yang bertambah adalah sangat mudah.

Memiliki gaji besar, sangat mudah untuk mengikuti trend. Kemungkinan untuk jatuh selalu ada walaupun mungkin hanya 0.0001% tetapi tetap ada kemungkinan. Tidak ada yang tahu besok akan bagaimana. Apakah besok kita masih bekerja? Apakah besok kita masih hidup? Tidak ada yang tahu.

Sederhana saya pikir itu salah satu kunci kebahagiaan. Jika terbiasa hidup sederhana, naik turunnya pendapatan tidak akan mempengaruhi kita. Sesekali menikmati resto kekinian bukan berarti tidak boleh, namun saya pribadi juga masih sering makan di pinggir jalan. Malah menurut saya beberapa masakan tradisional, begitu masuk resto mahal rasanya kurang nendang. Misalnya Gudeg, Sop Kaki Kambing, Pecel dan lainnya.

Apakah dengan hidup sederhana mengurangi eksistensi kita?

Terus terang saya tidak peduli, kesukaan saya makan di warteg jika ada yang menilai nggak keren. So What? Toh saya tidak minta dibayari. Warren Buffet salah satu orang terkaya di dunia masih tinggal di rumah yang dibelinya sejak tahun 1958, suatu contoh kesederhanaan saya pikir.

Kesemua ini bukan berarti tidak boleh menikmati hasil kerja kita. Namun kita juga harus  siap jika suatu waktu, kita tidak mampu lagi membiayai gaya hidup kita sekarang.

Sangat mudah untuk meningkatkan gaya hidup, namun sangat sulit untuk turun kembali.

---

Salam,
Hanya sebuah renungan pagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun