Pada tahun 1970-an dengan berkembangnya ekonomi di Hong Kong, korupsi merajalela. Tidak hanya para pimpinan tinggi, tapi hampir semua level jabatan melakukan korupsi. Ada cerita untuk minta tambahan selimut di rumah sakit, perawat akan meminta uang. Pemadam kebakaran tidak akan memadamkan api jika tidak disogok "No money No Water", bahkan begitu kreatifnya para pemadam kebakaran di Hong Kong pada masa itu. Mereka juga meminta uang untuk menghentikan air pada saat api sudah dipadamkan, warga yang terkena musibah akan membayar karena takut kerusakan akan bertambah kalau air tidak dihentikan.
Pada tahun 1973, terbongkar suatu kasus korupsi yang dilakukan oleh Peter Godber, seorang polisi Hong Kong asal Inggris yang telah banyak mendapatkan penghargaan karena prestasinya. Godber sempat lari ke Inggris dan menyebabkan rakyat marah. Pemerintah Hong Kong untuk meredakan kemarahan rakyat akhirnya mendirikan "Independent Commision Againts Corruption (ICAC)"Â pada tahun 1974. Ide pendirian ICAC didapatkan setelah melakukan studi banding ke Singapura dan Sri Lanka.
Perjalanan ICAC tidaklah mulus. Banyak upaya pelemahan yang dilakukan terutama oleh polisi, sampai terjadi penyerangan ke gedung ICAC pada tahun 1977. Akhirnya Gubernur Hong Kong pada saat itu membuat suatu aturan yang kontroversial, memberikan amnesti untuk pelaku korupsi kecil yang dilakukan sebelum tahun 1977. Kebijakan ini cukup berhasil dalam melawan pelemahan ICAC.
Setelah 40 tahun apa hasilnya? Menurut penelitian Transparency International " Corruption Perception Index" , pada tahun 2016  Hong Kong  hanya memperoleh rangking 15,  diatas Amerika Serikat (rangking 18) dan Jepang (rangking 20).Â
Singapura memiliki lembaga anti korupsi bernama " Corrupt Practices Investigation Bureau" (CPIB). CPIB didirikan pada masa penjajahan Inggris tahun 1952, untuk menggantikan divisi anti korupsi di Kepolisian. Pada awal berdiri, kemampuan CPIB untuk membongkar dan mencegah korupsi masih sangat lemah. Hal ini dikarenakan lemahnya kemampuan untuk melakukan penyidikan dan tidak adanya undang-undang (UU) yang mengatur tentang korupsi.
Pada tahun 1959, setelah Singapura merdeka. Pemerintahan Singapura, mulai memperkuat peran CPIB  dengan membuat UU pencegahan korupsi pada tahun 1960. UU ini memperkuat hukum anti korupsi dan juga meningkatkan hukuman bagi koruptor. Sebagai contoh, CPIB memperoleh kekuatan hukum untuk menangkap tersangka korupsi tanpa perlu mengajukan bukti atau mungkin lebih tepatnya bisa melakukan penahanan tersangka korupsi tanpa perlu memikirkan aspek legalitas dari penahanan tersebut. Selain itu CPIB juga memiliki wewenang untuk menyidik rekening tersangka  korupsi dan juga melakukan penggeledahan ke tempat tinggal atau kantor tersangka korupsi untuk mendapatkan bukti.
CPIB sempat bertanggung jawab kepada Jaksa Agung Singapura pada tahun 1965-1968 sebelum kembali bertanggung jawab kepada Perdana Menteri pada tahun 1968 sampai sekarang. CPIB adalah sebuah lembaga independen yang tidak terkait dengan Kepolisian Singapura ataupun lembaga lain. Selain memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan tentang kasus korupsi, CPIB juga berwenang untuk melakukan penyelidikan kasus kriminal lain yang dicurigai terkait dengan korupsi.
CPIB telah berusia 65 tahun dan tidak ada tanda-tanda akan dibubarkan. Dengan adanya CPIB, Singapura hanya memperoleh rangking 7 pada  " Corruption Perception Index  2016" atau rangking 2 di kawasan Asia Pasifik.
Indonesia berada di rangking 90 pada " Corruption Perception Index 2016", jauh sekali jika dibandingkan dengan Hong Kong dan Singapura.
Apakah Indonesia sudah sangat bersih dari korupsi, sehingga ada beberapa "Pemimpin Negeri" sebegitu yakin dengan berwacana untuk melemahkan dan membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi?
Sumber bacaan  satu, dua, tiga, empat
Salam anti korupsi
Hanya sekadar berbagi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H