Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Subsidi Listrik dan BBM, Lebih Baik Memberi Ikan atau Kail?

23 Mei 2017   07:57 Diperbarui: 24 Mei 2017   06:24 2131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (http://www.canstockphoto.com)

Pemerintahan Jokowi, pada 100 hari pertama sudah membuat heboh dengan mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) padahal saat itu harga minyak bumi cenderung turun. Awal tahun 2017,  subsidi untuk pelanggan 900 VA yang dianggap mampu juga dicabut.

Apakah ini sebuah kebijakan yang tepat?

Subsidi BBM

Masyarakat Indonesia menikmati subsidi BBM sudah sejak zaman orde baru. Dengan melimpahnya produksi minyak mentah dan masih sedikitnya konsumsi BBM hal ini tidak sulit untuk dilakukan, apalagi harga minyak yang mempunyai kecenderungan naik.

Pada saat ini, kemampuan produksi minyak mentah Indonesia hanya berkisar pada 800 ribu barrel per hari (BPH), Sedangkan konsumsi BBM sudah mencapai sekitar 1,6 juta BPH. Angka produksi itu bukan semuanya milik Indonesia, di dalamnya masih ada unsur bagi hasil dengan operator tambang.

Menurut pendapat saya, ini adalah salah satu alasan bahwa subsidi BBM sudah harus dikurangi. Kita secara netto sudah menjadi negara pengimpor minyak

Selain alasan ini, tingginya konsumsi BBM bersubsidi bukan dinikmati oleh masyarakat menengah bawah. Mobil pribadi yang sekarang ini harga barunya mencapai minimal sekitar 100 juta rupiah lebih banyak membeli premium.  

Pantaskah jika seorang yang mampu membeli mobil seharga 100 juta rupiah, meminta subsidi?

Sempat juga heboh beberapa tahun yang lalu Alphard yang berharga lebih dari 0,5 Miliar rupiah juga ternyata menngkonsumsi premium.

Pada saat BBM masih disubsidi secara masif, jika muncul wacana akan naiknya harga. Maka semua harga barang akan naik mendahului dengan nilai yang biasanya jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai kenaikan BBM. Pada masa pemerintahan SBY, suatu ketika muncul wacana kenaikan BBM. Tetapi karena demo mahasiswa dibatalkan, padahal harga barang sudah terlanjur naik. Apakah pembatalan itu, menurunkan harga barang? Tidak. Apakah pada saat harga BBM turun, harga barang turun? Tidak. Ini adalah alasan ketiga mengapa sebaiknya subsidi BBM dihilangkan, karena seringkali menimbulkan spekulasi.

Beberapa tahun lalu muncul berita tentang premium ,  ternyata hampir tidak ada kilang BBM di dunia yang masih memproduksi BBM dengan nilai oktan 88.  Hanya kilang di Indonesia yang masih memproduksinya. Pemerintah membeli BBM sekelas Pertamax (oktan 90) dan diolah kembali agar bisa menjadi premium (oktan 88), hal yang tidak masuk akal untuk dilakukan.

Indonesia akhirnya membayar lebih mahal demi memenuhi kebutuhan subsidi, menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan siapakah yang mendapat keuntungan dari bisnis ini? Yang pasti bukan rakyat

Saat ini setelah hampir 3 tahun BBM tidak lagi disubsidi kecuali solar. Konsumsi premium mulai menurun, bahkan di pulau Jawa konsumsi premium sudah di bawah 40% dibandingkan dengan konsumsi BBM lainnya.

Subsidi Listrik 900 VA

Awal tahun 2017, pemerintah mencabut subsidi listrik bagi masyarakat pengguna daya 900 VA yang dianggap mampu. Sempat menimbulkan inflasi yang tinggi di bulan Januari dan Februari 2017.

Saya mengamati adanya beberapa fenomena yang menyebabkan saya setuju dengan pencabutan subsidi bagi pelanggan 900 VA yang dianggap mampu. Rumah kos di Jakarta banyak saya perhatikan sekarang trendnya adalah memasang meteran listrik per masing-masing kamar, dengan penggunaan AC seharusnya mereka minimal memasang daya 900 VA. Konsumsi listrik AC yang kecil (1/2 PK) adalah sekitar 350-450 watt, jika dipasang hanya daya 450 VA ditambah dengan penggunaan listrik lain seharusnya tidak cukup. Dengan harga sewa kost yang minimal Rp 1,5 juta sebulan memang pantas jika subsidi untuk mereka dicabut.

Bayangkan jika ada 1000 kos dengan masing-masing  berkapasitas 20 kamar berarti ada 20.000 subsidi yang tidak tepat sasaran. Ditambah lagi saya menemukan beberapa rumah menggunakan 2 meteran listrik, tapi saya tidak tahu berapa daya terpasang masing-masing meteran. Jika menggunakan daya 900 VA berarti bertambah lagi subsidi yang tidak tepat sasaran, rumah dengan 3 AC kok masih disubsidi

Harus diakui bahwa banyak pengguna daya 900 VA adalah masyarakat tidak mampu dan mungkin terkena pencabutan subsidi. Sebenarnya mereka bisa melapor ke Kementrian ESDM agar subsidi mereka dikembalikan. Namun sosialisasi cara melapor  yang saya lihat masih kurang.

Jika sosialisasi cara melapor digalakkan dan Lurah sebagai garda terdepan pemerintah berperan aktif untuk mendata rakyatnya yang tidak mampu. Saya pikir seharusnya data masyarakat yang masih harus menerima subsidi listrik bisa diperbaiki.

Saya ingin menyarankan agar pemerintah memperbaiki data terlebih dahulu sebelum mencabut subsidi listrik 450 VA. Karena seharusnya pengguna listrik 450 VA adalah masyarakat yang benar-benar tidak mampu, kecuali jika  terjadi juga fenomena kost dan dobel meteran.

**************

Pemerintah mengalihkan dana subsidi ke sektor produktif. Seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan,dana desa dan lainnya.

Ini yang saya sebut memberikan kail bukan ikan. Subsidi saya ibaratkan hanya memberikan ikan yang memang membuat rakyat senang pada awalnya, tetapi apakah Indonesia hanya ingin berjalan di tempat? Bandingkan dana 300 Triliun rupiah diberikan sebagai subsidi yang penikmatnya bukan hanya golongan yang pantas disubsidi, dengan menggunakan dana tersebut untuk membangun infrastruktur. Pembangunan infrastruktur yang merupakan sebuah keharusan mengingat Indonesia masih memerlukan banyak sekali infrastruktur.

Bayangkan kita tinggal di sebuah desa yang sangat subur, seperti kata Koes Ploes hanya melempar tongkat jadi tanaman. Tapi jalan ke sana rusak, biaya untuk mengangkut hasil pertanian sama dengan harga jual di pasar.  Desa ini juga belum teraliri listrik. Bukankah penduduk desa ini lebih berhak mendapatkan perhatian? Jalan dibangun dan listrik disalurkan

Juga memberikan kail adalah dengan memberikan dana desa (melalui koperasi), yang saya harapkan bisa meningkatkan taraf hidup masyarakat pedesaan sehingga bisa lebih berdaya saing. Bagaimana dengan penduduk miskin di perkotaan? Dengan memberikan pelatihan dan permodalan untuk membuat suatu usaha saya pikir bisa membantu untuk memperbaiki taraf hidup mereka. Dengan harapan masyarakat yang sekarang masih perlu disubsidi pada akhirnya bisa menolak diberikan subsidi karena sudah mampu.

Memberikan kail lebih baik daripada hanya menyediakan ikan.

Dengan subsidi yang tepat sasaran dan pengalihan dana subsidi ke kegiatan produktif. Saya berharap agar kesenjangan ekonomi di Indonesia bisa berkurang dan Indonesia bisa segera menjadi negara maju.

Salam

Sebuah pemikiran untuk kemajuan Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun