Jumat 19 Mei 2017, Indonesia mendapatkan sebuah kabar baik. Standard and Poor's (S&P) Global Rating telah memberikan peringkat investment grade untuk Indonesia. Peringkat investment grade atau layak investasi diberikan, menyusul pemberian peringkat ini oleh dua pemeringkat  global lain yaitu Fitch pada Desember  2011 dan Moody's pada Januari 2012.
S&P memberikan peringkat layak investasi karena menilai sekarang ini APBN Indonesia sudah lebih realistik. Keberhasilan Indonesia menjalankan Tax Amnesty juga merupakan salah satu alasan dalam pemberian peringkat ini.
Dengan adanya peringkat layak investasi oleh S&P adalah berarti semua lembaga pemeringkat global  yang dianggap bonafid yaitu S&P, Fitch dan Moody's, telah sepakat bahwa Indonesia adalah negara yang layak dipertimbangkan sebagai tempat  berinvestasi.
Menurut Goldman Sachs pada laporannya bulan Maret 2017, jika S&P memberikan peringkat layak investasi maka akan ada tambahan investasi ke Indonesia sekitar USD 5 Miliar.
Keuntungan bagi Indonesia adalah investor asing akan lebih memperhitungkan Indonesia sebagai tempat investasi. Baik secara portfolio yaitu dengan menanamkan modal di bursa saham dan membeli obligasi pemerintah dan lainnya. Maupun melakukan Foreign Direct Investment yaitu menanamkan modal di sektor riil, bisa dengan mendirikan perusahaan, pabrik dan lainnya.
Keuntungan kedua adalah suku bunga utang bisa menurun, artinya jika pemerintah Indonesia ingin menerbitkan surat utang bunga yang ditawarkan bisa lebih rendah. Jika dibandingkan dengan surat utang yang sebelumnya.
Tantangan ekonomi Indonesia belumlah selesai dengan pemberian peringkat layak investasi. Menurut pendapat saya ada beberapa tantangan dalam mempertahankan atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Suhu Politik, mulai tahun 2016 Indonesia cenderung panas. Adanya demo berjilid-jild dan beberapa aksi lainnya membuat masyarakat khawatir dengan keamanan Indonesia. Hal ini menyebabkan pengurangan tingkat pembelanjaan terutama untuk barang yang bernilai tinggi seperti mobil dan properti. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kurang lebih sekitar 50% nya dihasilkan oleh belanja domestik. Berkurangnya minat orang berbelanja mengakibatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia agak tersendat. Â
Bagi investor suhu politik yang panas merupakan tanda ketidakpastian. Investor akan menahan investasinya selama ketidakpastian tinggi dan sebaliknya akan meningkatkan investasi kalau melihat kepastian di masa depan.
 Harga Komoditas, sampai saat ini belum menunjukkan kestabilan peningkatan cenderung stagnan. Hal ini menyebabkan ekspor Indonesia juga stagnan. Belum lagi adanya usaha mempersulit ekspor Indonesia ke negara lain, seperti kasus minyak sawit di Eropa