Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Shale Oil, Pembunuh Harga Minyak Bumi

12 April 2017   07:52 Diperbarui: 12 April 2017   15:30 8796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shale oil reserves (sumber Enefit.Com)

Shale oil atau minyak serpih dalam bahasa Indonesia, adalah batuan sedimen berbutir halus yang mengandung kerogen(campuran bahan-bahan kimia organik) yang setelah melalui proses pyrolysis, hydrogenation, atau thermal dissolution (ketiga proses ini menggunakan prinsip pemanasan) berubah menjadi minyak sintetis atau gas. Atau secara sederhana bebatuan yang ditambang dipanaskan untuk diubah menjadi minyak atau gas.

Shale oil sendiri sudah mulai digunakan sejak abad ke 14 di Swiss dan Austria. Di Italia shale oil sempat digunakan untuk bahan bakar lampu penerangan di kota Modena pada abad ke 17.  Kerajaan Inggris mengeluarkan paten untuk teknologi pengolahan bebatuan menjadi minyak dan aspal pada tahun 1664.

Industri pengolahan modern untuk Shale oil baru dimulai sekitar tahun 1830 di Perancis dan sekitar tahun 1840 di Scotlandia. Pada masa ini shale oil digunakan sebagai bahan bakar, pelumas dan minyak lampu untuk menggantikan minyak ikan paus yang semakin mahal harganya.

Pada abad ke 19 industri pengolahan shale oil mulai berkembang. Pabrik mulai didirikan di Amerika Serikat, Australia, Brazil.  China, Estonia, New Zealand, Afrika Selatan, Spanyol, Swedia dan Swiss mulai memproduksi shale oil di awal abad ke 20.

Penemuan sumber minyak bumi di Timur Tengah pada pertengahan abad ke 20, membuat industri ini mati suri. Peningkatan harga minyak ke lebih dari USD 100 pada awal abad ke 21 membangunkan industri pengolahan shale oil.

Teknologi pengolahan shale oil yang pada awalnya mahal dan dengan ditemukannya minyak bumi  di Timur Tengah yang jauh lebih murah membuat orang malas untuk mengembangkannya. Minyak bumi tidak memerlukan proses tambahan, karena begitu keluar dari perut bumi sudah berbentuk cairan. Kemudian setelah diolah di kilang minyak akan menghasilkan bensin, minyak tanah, solar, avtur (bahan bakar pesawat), pelumas dan yang lainnya.

Harga minyak bumi (sumber http://www.macrotrends.net)
Harga minyak bumi (sumber http://www.macrotrends.net)
Pada awal abad ke 21 harga minyak bumi terus menerus melambung tinggi, sampai pernah mencapai hampir USD 156 di tahun 2008. Biaya penambangan dan pengolahan shale oil pada masa itu adalah sekitar USD 95 dan dengan harga minyak bumi yang melambung di atas USD 100, membuat shale oil sangat menarik untuk dikembangkan.

Potensi cadangan shale oil di dunia mencapai sekitar 2,8 sampai 3,3 triliun barrel, dengan cadangan terbesar terdapat di Amerika Serikat (AS). Dengan potensi ini dan harga minyak yang tinggi. Membuat  AS yang merupakan salah satu negara pengguna minyak bumi terbesar di dunia. Mulai mengembangkan teknologi penambangan dan pengolahan Shale oil.

Harga minyak bumi melambung naik juga disebabkan oleh asumsi bahwa dalam  waktu yang tidak terlalu lama lagi semua cadangan minyak bumi habis dikonsumsi. Asumsi ini terbantahkan dengan masih banyaknya cadangan Shale oil.

Ditunjang oleh harga yang tinggi semua perusahaan minyak bumi berlomba-lomba menyedot dan menjual minyak bumi. Dengan ditambah semakin turunnya biaya produksi shale oil membuat harga perlahan-lahan jatuh. Dan mencapai titik terendahnya di bawah USD 50.

Harga minyak bumi yang jatuh, menyebabkan beberapa negara penghasil minyak dan komoditas tambang mengalami masalah termasuk Indonesia. Harga minyak ini juga mempengaruhi harga-harga komoditas pengganti minyak seperti batu bara. Selain itu juga ternyata mempengaruhi harga komoditas lain seperti minyak sawit (jika diolah lebih lanjut bisa menjadi bahan bakar). Dua komoditas ini adalah andalan Indonesia dalam menghasilkan devisa melalui ekspor.

Venezuela salah satu negara penghasil minyak, sangat merasakan efek dari penurunan harga minyak. Inflasi mencapai ribuan persen dan banyak rakyat yang kelaparan. Russia juga sama, nilai rubel yang jatuh membuat cadangan devisa Russia banyak berkurang untuk menjaga nilai rubel. Arab saudi sebagai salah satu negara penghasil minyak terbesar, sampai mengurangi anggaran belanja negara dan subsidi ke rakyatnya akibat turunnya harga minyak.

OPEC dan Rusia membuat kesepakatan tahun lalu untuk mengurangi produksi minyak untuk meningkatkan harga minyak.  Arab Saudi berharap agar harga minyak bisa mencapai USD 60 agar cukup tinggi tapi juga bisa membuat produsen shale oil tidak bisa mendapatkan untung.

Mengutip Bloomberg.Com, biaya produksi shale oil  2017 di AS yang paling rendah adalah di bawah USD 50. Artinya dengan harga minyak bumi sekarang produsen shale oil masih bisa mendapat untung.

Sekilas cerita tentang shale oil, yang bisa membuat harga minyak seperti sekarang.

Salam

Bahan bacaan  1  2  3  4  5

Hanya sekedar berbagi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun