Mohon tunggu...
Ronald Wan
Ronald Wan Mohon Tunggu... Freelancer - Pemerhati Ekonomi dan Teknologi

Love to Read | Try to Write | Twitter: @ronaldwan88

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama FEATURED

Polemik Transportasi Online: Pada Akhirnya Konsumen yang akan Memilih

20 Maret 2017   08:39 Diperbarui: 28 Maret 2018   11:27 5252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemikiran saya mengenai transportasi konvensional didasarkan pada pengalaman di Jakarta.

Ojek pangkalan,sebelum munculnya transportasi daring, saya terkadang suka sakit hati. Karena tarif yang ditawarkan sangat tidak wajar menurut saya. Untuk jarak kurang lebih 3 km dan waktu tempuh 5 menit para ojek pangkalan bisa menawarkan tarif Rp. 20 rb. Maka cukup wajar jika akhirnya pengguna ojek pindah ke ojek daring.

Penolakan para ojek pangkalan membuat saya bertanya, mengapa mereka tidak bergabung ke ojek daring? Apakah karena biasanya santai di pangkalan, ngobrol, ngopi dan tinggal memberikan harga mahal ke pengguna untuk menutupi waktu santai tersebut?

Sekarang ini saya lihat sudah semakin berkurang jumlah ojek pangkalan. Mereka banyak yang ergabung ke ojek daring.  Beberapa yang saya pernah temui mengaku bahwa penghasilan lebih besar namun sedikit lebih capek.

Supir Angkot,beberapa kasus kecelakaan yang melibatkan angkot khususnya Metromini.  Pada saat disidik oleh polisi ditemukan bahwa yang mengemudikan angkot bukanlah supir utama, melainkan supir tembak. Dengan sistem setoran, memang dimungkinkan untuk membuat bisnis di dalam bisnis. Supir utama menyewakan kendaraannya kepada supir tembak.

Hal ini membuat saya bertanya, apakah para supir ini menolak karena sebelum ada transportasi daring penumpang cukup ramai. Sehingga dengan mudah mereka sewakan kendaraan ke supir tembak yang kebanyakan tidak punya SIM, sedangkan mereka bisa bersantai.

Menurut saya selain dari munculnya transportasi daring, menurunnya penumpang juga disebabkan oleh Transjakarta. Transjakarta memiliki bus yang cukup baik dan bertarif murah.

 Seharusnya para supir angkot dan pemilik angkot sadar, bahwa masyarakat membutuhkan pelayanan yang baik. Bus Metromini yang sudah digunakan sejak tahun 1970an sudah tidak layak digunakan. Jika para pemilik mengatakan tidak punya modal untuk mengganti, berarti ada yang salah dengan manajemen keuangan mereka.Sudah 40 tahun digunakan, masak tidak punya modal. Cara menyetir yang ugal-ugalan juga menjadi sebab pindahnya para penumpang.

Supir taksi, seperti yang saya sudah sebutkan, banyak supir taksi yang akhirnya pindah menjadi supir taksi daring. Alasan mereka adalah bisa menjadi pekerja mandiri, tidak harus mengikuti waktu kerja perusahaan dan bisa mengatur waktu mereka sendiri. Bonusnya menurut mereka, bisa menggunakan mobil untuk keperluan keluarga.

Tetapi banyak juga supir taksi yang bertahan, dengan alasan masa kerja mereka sudah cukup lama. Perusahaan taksi berlogo burung akan memberikan beberapa insentif untuk supir yang masa kerjanya cukup lama seperti bea siswa, bonus dan lainnya.

Penolakan para pekerja transportasi konvensional, menurut saya tidak ada gunanya. Hukum alam akan berlaku, konsumen yang akan menentukan pilihan. Mana yang lebih baik untuk mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun