Mohon tunggu...
Ronald Sianipar
Ronald Sianipar Mohon Tunggu... Lainnya - -

Alumni Ilmu Ekonomi FEUI lulus tahun 2009, saat ini bekerja sebagai PNS di Kementerian PUPR pada Direktorat Jenderal Bina Konstruksi dan sebelumnya pernah bekerja pada Kedeputian Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Analis Ekonomi Regional.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Energi yang Handal Butuh Modal dan Teknologi

22 Agustus 2022   08:41 Diperbarui: 28 Agustus 2022   16:10 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada dasarnya kebutuhan energi suatu negara dipengaruhi oleh kondisi perekonomian dan jumlah penduduk. Semakin bagus kondisi perekonomian  (ditandai dengan pertumbuhan yang positif) dan bertambahnya penduduk, maka kebutuhan energi pasti meningkat. 

Indonesia merupakan salah satu negara dengan penduduk yang besar dengan jumlah 270 juta jiwa yang tersebar tidak merata (dominasi Pulau Jawa), dengan pertumbuhan ekonomi antara 5,0 - 6,8% (kuartal 1 tahun 2022). 

Hal ini membuat kebutuhan energi di Indonesia tidak mampu dipenuhi oleh supply energi dalam negeri, sehingga harus impor agar kebutuhan dalam negeri dapat berjalan dan terus bertahan. Selain upaya impor, dilakukan pula upaya pemberian subsidi beberapa komoditas energi (BBM, Elpiji, Listrik). 

Namun, konstrain yang dihadapi adalah Pemerintah Indonesia adalah tidak dapat mengatur harga (price setter) energi yang digunakan, karena beberapa komoditas energi itu tergantung dari harga global. Sehingga yang dapat diukur sebagai alat kendali subsidi adalah APBN. Pertanyaan selanjutnya adalah sampai kapan energi akan dapat disubsidi?.

Kekuatan APBN ini diperhitungkan tiap tahun, berapa besar kemampuan yang diperbolehkan dengan pertimbangan secara politis dan kekuatan anggaran saat ini. Karena secara politis ada aspirasi, dan aspirasi politik ini mempengaruhi porsi-porsi subsidi tiap sektor di Indonesia. 

Terdapat beberapa sektor-sektor prioritas diantanya sektor pertahanan, infrastruktur, transportasi, kesehatan, dan pendidikan. Mengingat keterbatasan APBN, sudah pasti pembagian anggaran untuk energi tiap sektor tidaklah optimal, sehingga sulit untuk mempertahankan keandalan energi. 

Apalagi dengan konstrain harga BBM yang tidak stabil, beberapa aset negara pasti dikurangi penggunaanya atau malah tidak dapat dioperasikan (misalnya pesawat tempur, kapal patroli, radar, menara pantau, dan perkantoran). 

Langkah lain yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengatasi kelangkaan energi adalah peralihan dari energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Namun ini juga belum bergerak secepat harga BBM atau secepat impor BBM ke dalam negeri. Dengan kata lain pemanfaatan EBT ini "lambat banget!".

Jadi bagaimana yang benar?, menurut pendapat saya kita harus kembali ke rumus awal, dimana kebutuhan energi itu dipengaruhi oleh faktor penduduk dan dan faktor pertumbuhan ekonomi. 

Perlu kita ketahui bahwa ada faktor-faktor lain itu yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara simultan, yaitu besarnya modal, tenaga kerja, dan juga teknologi. faktor-faktor inilah yang perlu dijadikan kunci yang disinergikan dengan faktor politik dan kondisi negara saat ini. 

Pertama adalah penduduk, selain unsur keluarga berencana (KB), penduduk harus dikontrol dalam pengunaan energi (misalnya: 1 rumah hanya boleh maksimal 2 mobil, dan harus memiliki garasi). 

Kedua adalah pertumbuhan ekonomi. Dalam pertumbuhan ekonomi yang penting ditekankan adalah modal dan teknologi. Semakin besar modal, maka harus ditekankan untuk beralih menggunakan teknologi dengan energi yang bukan fosil, jadi dari laporan keuangan perusahaan akan terlihat dengan modal tertentu, maka ada syarat aset yang harus menggunakan EBT. 

Pada Bidang Pemerintahan, Daerah yang sudah memiliki Pendapatan Asli Daerah yang besar (Seperti DKI Jakarta, Riau, Kalimantan Timur, Seluruh K/L) harusnya sudah mengganti Aset Barang Milik Negara (BMN) dari fosil menjadi EBT (KDO Eselon 1-2, KDO Roda 2) dan kebutuhan listrik Perkantoran. Pada bidang pertahanan, seluruh radar dan menara pantau sudah harus mempertahankan keandalan energi dengan pengoptimalan EBT sebagai alternatif energi, sehingga dapat beroperasi penuh menjaga Indonesia selama 24 jam dan 7 hari. 

Dalam mempertahankan keandalan energi berbagai sektor, dengan modal tertentu dan memajukan teknologi serta mengimplementasikan dengan pengelolaan yang baik adalah kunci.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun