Mohon tunggu...
Ronald Rofiandri
Ronald Rofiandri Mohon Tunggu... -

Agency & Researcher

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rangkaian Melanjutkan tentang DPR (BK dan Prolegnas 2011)

5 Desember 2010   22:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:59 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kalau dampak seriusnya, ada tunggakan aduan. Pihak yang mengadukan nggak mau tahu BK sedang bagaimana, yang mereka mau aduannya segera ditindaklanjuti. Kalau masalah nggak selesai-selesai, tunggakan akan semakin meningkat.

BK dibentuk untuk melakukan pemeriksaan terhadap adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPR, untuk menegakkan kode etik. Karena kalau tidak ada ini, dikhawatirkan perilaku anggota Dewan akan liar, lantaran tidak ada yang mengingatkan. Karena kalau mengandalkan fraksi untuk lakukan pencegahan atau pengawasan tidak bisa sepenuhnya, karena ada kecenderungan fraksi akan melindungi anggotanya. Karena itu harus ada pihak lain.

Untuk menyelesaikan konflik ini, pimpinan DPR dan pimpinan fraksi akan menggelar pertemuan. Ini sudah tepat?

Sebagai sebuah entry point, pintu masuk, itu memang yang kita dorong. Konflik ini sudah lama, bukan belakangan saja. Yang terjadi bukan hanya kemacetan kinerja atau kelengkapan tetapi merembet ke konflik personal. Kita dorong minimalkan konflik internal agar tidak mempengaruhi BK.

Sebaiknya kalau masalah internal memang diselesaikan internal, tidak sampai pimpinan fraksi dan pimpinan DPR. Tapi ini kan berlarut, sudah melewati masa sidang. Jadi saya rasa sudah saatnya pimpinan DPR dan pimpinan fraksi menyikapinya.

Yang harus dituntaskan dulu adalah konflik individu di BK. Setelah itu selesai, lalu dibicarakan mekanisme terobosan mengenai anggota BK yang diadukan. Kalau pilihannya nonaktif, harus disepakati secara objektif tidak akan menimbulkan konflik lagi, bisa dengan legowo dijalankan. Yang utama, selesaikan konflik dulu. Setelah itu baru mekanisme selanjutnya apa. Apapun itu, semua harus disepakati bersama dan obyektif agar tidak melahirkan konflik lagi.

Perlukah penonaktifan anggota BK yang diadukan?

Kalau tidak dinonaktifkan, dikhawatirkan proses ke depan tidak steril. Karena yang diadukan juga melakukan pemeriksaan dan verifikasi aduan. Ini tidak fair. Sebelum pilihan penonaktifan, konflik internal dibicarakan dan diselesaikan dulu.

Sekarang yang menolak penonaktifan adalah karena menilai ini tindakan atau upaya Gayus Lumbuun (Ketua BK DPR) di satu sisi, yang menyerang pihak-pihak yang diadukan. Penonaktifan sebenarnya diatur dalam hukum acara BK, tapi hal ini masih dilihat sebagian kalangan sebagai penyerangan. Meskipun sebenarnya penonaktifan ini tidak keliru, merujuk pada ketentuan.

Penonaktifan menjadi penting untuk menghindari konflik kepentingan?

Yang penting konflik sudah tuntas, baru bicara penonaktifan. Prinsipanya adalah menjaga supaya proses ini tidak terkena konflik kepentingan, membuat jarak dengan konflik kepentingan.

Jadi proses memeriksa, verifikasi itu semua harus steril. Belum pernah terjadi di BK yang diadukan dalam jumlah besar seperti ini. Sehingga opsi lainnya selain penonaktifan juga perlu diwacanakan ke depannya.

Sebenarnya kalau merasa bersalah, bisa saja pro aktif mundur dari BK DPR. Itu kesadaran untuk menjaga prinsip kepentingan. Karena kan sulit jadinya kalau pihak yang teradu ikut serta dalam proses aduan itu, jadi konflik kepentingan rawan terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun