Mohon tunggu...
Ronaldo Putra Pratama Sinurat
Ronaldo Putra Pratama Sinurat Mohon Tunggu... Mahasiswa - PKN STAN

Saya seorang mahasiswa yang hobi membahas seputar isu ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tax Carbon: Instrumen dalam Mengatasi Eksternalitas Negatif

25 Juli 2023   22:25 Diperbarui: 25 Juli 2023   22:30 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: klikpajak.id

Inovasi pemakaian energi alternatif batubara dan produksi dengan berbasis minyak bumi berdampak pada banyaknya emisi karbon dioksida (CO2) yang terlepas naik ke atmosfer dan memerangkap panas sehingga menciptakan potensi ancaman bagi ekonomi dan lingkungan, seperti naiknya permukaan laut, risiko kesehatan manusia, berkurangnya produktivitas pertanian, kerusakan ekosistem, dan risiko perubahan iklim (IPCC, 2014). Adanya kegiatan ini mengakibatkan emisi pada konsentrasi atmosfer meningkat cukup signifikan. 

Menurut Environmental Protection Agency (2016), emisi gas rumah kaca telah sangat meningkat dalam lima puluh tahun terakhir dari 312 bagian/juta (ppm) di tahun 1950 sampai 401 bagian/juta (ppm) pada tahun 2015.  Ini akan menyebabkan perubahan iklim yang signifikan yang berakhir pada terjadinya ekternalitas negatif (external diseconomies).

Eksternalitas merupakan dampak tindakan ekonomi seseorang atau satu pihak terhadap orang atau pihak lain tanpa disertai aliran kompensasi (Aziz, dkk., 2010). Eksternalitasi merupakan tindakan yang menjadi fokus utama sebagai upaya penunjang kehidupan di bumi kita ini. Upaya-upaya dalam meminimalisasi dampak eksternalitas negatif ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu direct regulation (regulasi langsung), voluntary measures (tindakan sukarela), dan market instrument (instrumen ekonomi pasar).

Pada tulisan ini kita akan fokus pada market instrument (instrumen ekonomi pasar).  Menurut (Aziz, dkk., 2010) , market instrument (instrumen ekonomi pasar) merupakan upaya untuk mendorong perilaku efisien yang berpedoman pada penawaran dan permintaan melalui mekanisme harga pasar, misalnya pajak. 

Salah satu dari upaya ini adalah pajak karbon (tax carbon). Pajak karbon ini merupakan tarif atas konsumsi bahan bakar seperti migas dan batubara. Hampir semua karbon dalam bahan bakar fosil mengeluarkan karbon dioksida (CO2) maka pajak karbon setara atas pajak per unit emisi karbon dioksida (IPCC, 2014).

Sistematika pajak karbon akan terbagi menjadi beberapa bagian penting yang harus diperhatikan. Pertama, Dasar pengenaan pajak (DPP). Dalam penerapan carbon tax, pemerintah harus memutuskan bahan bakar atau sumber daya mana untuk dikenai pajak dan apakah akan menempatkan pajak pada hulu atau hilir sumber emisi (Ratnawati, 2016). 

Kedua, Tarif pajak. ecara teoritis, tarif pajak dikenakan pada bahan bakar yang terdapat kandungan karbon atau terkait emisi CO2 baik pada industri atau konsumen rumah tangga (Lachapelle, 2009). Ketiga, Distribusi Pendapatan. Pengelolaan pendapatan yang dihasilkan oleh carbon tax merupakan elemen penting untuk meningkatkan akseptabilitas dan bahkan mungkin lebih meningkatkan efektivitas biaya instrumen lain (Baranzini, 1997a). Keempat, Dampak terhadap konsumen. 

Dalam hal ini dampak pada rumah tangga berpendapatan rendah termasuk dalam pertimbangan dikarenakan kekhawatiran tentang sifat regresif dari pajak karbon yaitu dampak negatif yang tidak proporsional terhadap rumah tangga berpendapatan rendah (Carattini et al., 2017). Kelima, Emisi efisiensi. Dalam hal ini pemerintah harus memastikan bahwa tax carbon efektif digunakan untuk perbaikan iklim.

Berdasarkan Desain kebijakan yang diberikan sebelumnya menunjukkan bahwa Carbon tax memberikan kepastian dalam hal biaya marjinal yang dihadapi oleh emitter per tCO2e. 

Ada banyak persetujuan di antara para ahli baik ahli ekonom, ahli keuangan, dan ahli iklim bahwa carbon tax adalah cara yang paling efisien dan efektif untuk mengekang perubahan iklim, dengan dampak yang paling tidak merugikan pada perekonomian (Zhang et al., 2016; Loewensten, 2019; IGMchicago, 2019; dan Clcouncil, 2019). 

Hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian lainnya antara lain : Alper (2018), Anderson (2015), Murray dan Rivers (2015), Castiglione et al., (2014), Miller dan Vela (2013), Metcalf dan Weisbach (2009), Yusuf (2008), dan Baranzini et al., (2000) mengungkapkan bahwa dibandingkan dengan pengurangan subsidi bahan bakar di dalam ukuran biaya, dengan jumlah anggaran yang sama, penerapan carbon tax menghasilkan nilai dan dampak yang lebih baik terhadap ketidakseimbangan penghasilan dan kemiskinan, serta lebih cepat dan efektif dalam mengurangi emisi karbon dioksia (CO2).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun