Masyarakat tidak bisa mengandalkan klaim-klaim hasil debat dari para timses kandidat, mereka pasti merasa jagoannya yang menang debat. Komentar-komentar seliweran di media sosial juga terlalu kompleks untuk dijadikan referensi memilih.
Di media-media, pendapat yang ditampilkan selalu dari empat sudut pandang: Timses 01, Timses 02, pengamat/ahli dan sudut pandang masyarakat. Ini semua terlalu kompleks, masyarakat harus pintar-pintar memiih pendapat siapa yang mereka percayai; karena sulit untuk menyimpulkan pendapat sendiri tanpa memahami materi debat secara mendalam dan tanpa data yang akurat di tangan.
Di saat masyarakat disodorkan klaim-klaim hasil debat, tentunya kita mesti mencari pendapat para ahli yang berkaitan dengan materi debat Capres ke-dua kemarin. Para ahli seperti dari WALHI , Komnas HAM, para profesional, para pensiunan yang berpengalaman atau para pengamat dari lingkungan akademis. Tapi tidak dari lembaga-lembaga survey.
Menanggapi debat Pilpres ke-dua, para pengamat/ahli rata-rata menyatakan hal yang serupa, bahwa debat pilpres kedua dinilai gagal. Beberapa link pendapat para ahli/pengamat yang saya kumpulkan:
WALHI: Jokowi klaim berlebihan, Prabowo tak menguasai masalah.
Pengamat pesimistis dengan dua kandidat.
WALHI menganggap dua kandidat tidak melihat isu perubahan iklim.
KOMNAS HAM menilai debat pilpres ke-dua belum menyentuh substansi tema.
Klaim data Jokowi dipertanyakan, Prabowo kurang berhasil paparkan ide.
dll..
Para ahli tentu menggunakan data dan memiliki berbagai pengetahuan, keahlian dan pengalaman di bidangnya. Mereka tentu jauh lebih memahami permasalahan pada materi debat, jauh ketimbang para kandidat dan kita masyarakat awam. Serta, mereka pada dasarnya tidak memihak ketika menyatakan pendapat profesional mereka.